Agama Adalah Akal….?

الدين هو العقل, ومن لا دين له, لا عقل له

“Agama adalah akal, siapa yang tidak memiliki agama, tiada akal padanya.”

Berkata al-imam al-Albani rahimahullah, “Bathil”

Riwayat ini dikeluarkan an-Nasa’i rahimahullah dalam kitabnya al-Kuna. Berkata an-Nasa’i rahimahullah , “hadits ini bathil munkar”

al Haris bin Abi Usamah juga mengeluarkan dalam musnad-nya dari Dawud bin al-Muhabbir  30 sekian hadits tentang keutamaan akal dalam agama. al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan (artinya), “semuanya palsu”.

al-Imam al-Albani rahimahullah mengatakan (artinya), “Yang penting untuk diingatkan, bahwa setiap riwayat /hadits tentang keutamaan akal tidak ada yang sahih. Riwayat-riwayat tersebut berkisar pada dha’if (lemah) dan wadha’ (palsu).

Ibnul Qayyim rahimahullah juga berkata (artinya), “Setiap hadits tentang keutamaan akal, semuanya dusta”.

Lihat Silsilah al-Ahadits adh-Dha’ifah wal Maudhu’ah wa Atsaruhu as-Sayyiah Fil Umam karya Syaikh al-Albani rahimahullah.

Adapun akal yang terpuji dalam banyak ayat al-Qur’an, semisal firman Allah subhanahu wata’ala (artinya), ““Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan pohon kurma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebagian tanaman-tanaman itu atas sebagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (ar-Ra’d: 4)

Maka berpikir dalam ayat di atas secara ringkas adalah akal yang sesuai dengan syariat dengan tetap mengutamakan dalil syariat. Bukan akal yang menyelisihi al-Qur’an dan as-Sunnah.

Hal tersebut karena agama ini tidak di bangun di atas akal, sebagaimana riwayat dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu, ia berkata,

لَوْ كَانَ الدِّينُ بِالرَّأْىِ لَكَانَ أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلاَهُ وَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَمْسَحُ عَلَى ظَاهِرِ خُفَّيْهِ

Seandainya agama dengan logika, maka tentu bagian bawah khuf (sepatu) lebih pantas untuk diusap daripada atasnya. Sungguh aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap bagian atas khufnya (sepatunya).” (HR. Abu Daud no. 140)

Akal yang sehat dan baik akan senantiasa mencocoki dalil-dalil nash, sebagaimana yang disebutkan oleh al-Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah, beliau menjelaskan (artinya), “Sesuatu yang diketahui dengan jelas oleh akal, sulit dibayangkan akan bertentangan dengan syariat sama sekali. Bahkan dalil naqli yang sahih tidak akan bertentangan dengan akal yang lurus, sama sekali. Saya telah memerhatikan hal itu pada kebanyakan hal yang diperselisihkan oleh manusia. Saya dapati, sesuatu yang menyelisihi nash yang sahih dan jelas adalah syubhat yang rusak dan diketahui kebatilannya dengan akal.”

wallahu a’lam

 

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.