Amal Mulia Para Sahabat, Menempuh Perjalanan Untuk Bertanya Tentang Masalah Kontemporer

Bertanya Masalah Kontemporer

 

Oleh Hannan Majid Purwokerto, Takhasus

 

Kehidupan di dunia seiring berjalannya waktu, muncul hal-hal baru yang akan dilalui seorang insan. Hal-hal baru yang kadang tak ia mengerti dan ia pahami, butuh pengkajian, pembelajaran, serta bertanya kepada sang ahli untuk dapat menghadapinya.

Dalam permasalahan agama pun sama, terkadang muncul sesuatu baru yang belum dialami oleh orang-orang sebelumnya. Butuh bimbingan serta fatwa dari ulama yang kokoh dalam ilmu agama. Sehingga darinya akan muncul jalan keluar dari masalah baru yang datang menghampiri.

 

Bertanya, meminta fatwa, serta bimbingan dari seorang alim adalah amal mulia serta agung yang diamalkan oleh orang-orang terbaik umat ini, para sahabat radhiallahu ‘anhum. Sebuah amal mulia yang patut kita contoh, sebagai generasi yang datang setelah mereka.

Para sahabat radhiallahu ‘anhum tak segan-segan bertanya dan meminta fatwa tentang permasalahan baru yang belum mereka mengerti kepada pemimpinnya orang-orang bertakwa, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka benar-benar mengamalkan firman Allah Taala,

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (QS. An-Nahl: 43)

 

Beramal Sesuai Fatwa

Mereka bertanya dan meminta fatwa karena mereka butuh terhadapnya, enggan untuk jatuh dalam lubang kesalahan. Tak peduli sejauh apa pun perjalanan yang harus mereka tempuh untuknya, semua mereka lakukan.

Tak sampai di situ, setelah jawaban dan fatwa tersebut datang, mereka tak hanya diam termenung enggan mengerjakan fatwa tersebut. Mereka adalah sosok yang terdepan dalam mengamalkan bimbingan sang alim walau hawa nafsu tak selaras dengannya. Tak mengapalah mereka berpisah dari orang yang dicintainya demi sunah Rasul yang harus dikerjakannya.

 

Patutlah mereka menjadi golongan yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala ridai dalam firman-Nya,

رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ

“Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah.” (QS at-Taubah: 100)


Baca Juga: Ini Dia Sebab Seorang Alim Tidak Mau Berfatwa


Kisah Uqbah bin al-Harits radhiallahu ‘anhu

Salah satu kisah dari para sahabat tentang hal ini adalah sebuah kisah yang disampaikan seorang ulama generasi tabiin, Abdullah bin Abi Mulaikah rahimahullah.

Beliau berkisah, dari sahabat Uqbah bin al-Harits bahwa dia menikah dengan putri Abu Ihab bin Aziz. Tiba-tiba datang seorang wanita lalu berkata, “Dahulu aku pernah menyusui Uqbah dan wanita yang ia nikahi.”

Lantas Uqbah pun berkata, “Aku tidak tahu bahwa engkau pernah menyusuiku dan kau pun tidak pernah memberitahuku (akan hal ini).”

 

Uqbah pun memacu kendaraannya ke Madinah untuk bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam pun menjawab,

كَيْفَ وَقَدْ قِيلَ

“Bagaimana lagi sudah terlanjur demikian.”

Maka seketika Uqbah pun langsung menceraikannya dan wanita itu pun menikahi pria lain. (HR. Bukhari no. 88)

 

Faedah dari Kisah Uqbah

Menikah dengan saudara sepersusuan adalah haram. Uqbah yang kala itu tidak tahu bahwa wanita yang ia nikahi adalah saudara sepersusuannya, ia pun menikahinya. Seorang wanita yang dahulu pernah menyusui Uqbah pun memberi tahunya akan hal ini.

Uqbah yang kala itu tidak terlalu yakin tentang kesaksian si wanita, datang dari kota Makkah menuju kota Madinah guna bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan kebenaran ucapan si wanita dan bagaimana hukumnya jika memang demikian. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjawab dengan jawaban di atas yang berarti ucapan wanita ini dapat dipercaya. Dari situ, Uqbah pun menceraikan istrinya tersebut.

 

Yang menjadi inti pembahasan kita di sini adalah perjalanan sahabat Uqbah bin Al-Harits radhiallahu ‘anhu dalam bertanya dan meminta fatwa kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang problematika baru yang menghampiri beliau. Hal tersebut merupakan amal mulia yang mereka contohkan kepada generasi setelah mereka.

Dari sinilah imam Bukhari rahimahullah memberikan salah satu judul bab untuk hadis ini dengan bab,

بَابُ الرِّحْلَةِ فِي المَسْأَلَةِ النَّازِلَةِ

“Bab: Menempuh Perjalanan untuk Bertanya tentang Masalah Kontemporer.”

Di samping itu, beliau juga menyebutkan hadis ini dalam bab-bab lainnya.

 

Kemudahan Bertanya di Zaman Ini

Di zaman yang modern ini, Allah Taala telah memberi kemudahan kepada para hamba-Nya berupa alat telekomunikasi.

Bi idznillah, dengan alat tersebut seorang dapat berkomunikasi dengan mudah dari jarak jauh. Namun, dengan kemudahan tersebut tidak meniadakan amal mulia menempuh perjalanan guna meminta fatwa selagi ada kemampuan, karena pahala besar yang ada pada amal ini. Di mana hal tersebut merupakan upaya dalam menempuh perjalanan dalam rangka mencari ilmu. Yang mana kemuliaannya tercantum dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sering kita dengar,

مَن سلَكَ طريقًا يلتَمِسُ فيهِ علمًا، سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طريقًا إلى الجنَّةِ

“Sesiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah akan mudahkan jalannya menuju surga.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan at-Tirmidzi)

 

Semoga Allah Melimpahkan Pahala Mereka

Semoga Allah Taala melimpahkan jasa mereka para sahabat yang telah menjadi teladan baik bagi kita. Juga kepada orang-orang yang telah mengikuti jejak para sahabat dalam hal ini, para asatidzah, masyaikh dan ulama. Mereka yang menempuh perjalanan jauh guna bertanya, meminta fatwa, serta bimbingan kepada para ulama atas problematik dakwah yang menimpa.

Sungguh jasa mereka besar terhadap salafiyyin di berbagai penjurux`x`. Semoga Allah senantiasa membimbing mereka semua di atas jalan-Nya hingga ajal menjemput. Semoga apa yang mereka perjuangkan ternilai besar di sisi-Nya. Wallahu a’lam.


Artikel Kami: Bolehkah Bertanya di Mana Allah Berada?


 

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.