Hakikat Tali Persaudaraan (Ukhuwah Islamiah)

 

Oleh Abu Hafsin Umar Abdul Aziz Ponorogo, Takhasus

Hakikat Tali Persaudaraan (Ukhuwah Islamiah)

Sungguh persaudaraan di atas landasan iman dan takwa merupakan karunia nan agung. Dengan landasan iman dan takwa persaudaraan akan semakin langgeng dan erat, demikianlah Allah hikayatkan tali persaudaraan yang akan kekal,

الأَخِلَّاءُ يَومَئِذِ ‌بَعضُهُم ‌لِبَعضٍ ‌عَدُوٌّ إِلَّا المُتَّقِينَ 

“Teman-teman karib pada hari itu saling bermusuhan satu sama lain, kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf 66)

 

Barometer Nilai Persaudaraan

Nilai dari arti sebuah ikatan persaudaraan bukanlah di saat cinta dibangun di atas hawa nafsu, bukan pula tatkala kasih sayang didasari oleh kepentingan pribadi. Namun cinta dan kasih sayang yang sebenarnya, adalah tatkala dibangun di atas pedoman iman dan takwa diiringi dengan kejujuran dan keikhlasan.

Sebagai panutan yang patut untuk diteladani dalam bingkai ukhuwah, adalah sosok baginda mulia Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau merupakan orang yang sangat sayang kepada umatnya. Sebagaimana Allah tegaskan tentang karekter beliau,

لَقَد جَاءَكُم رَسُول مِّن أَنفُسِكُم عَزِيزٌ عَلَيهِ مَا عَنِتُّم حَرِيصٌ عَلَيكُم بِالمُؤمِنِين رَءُوف رَّحِيم 

“Sungguh telah datang kepada kalian seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, dia sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu dan merupakan sosok penyantun dan penyayang terhadap orang-orang beriman.” (QS. At-Taubah: 128)

 

Ketahuilah, bahwa sikap saling membenci dan memusuhi di antara kaum mukminin bukanlah bagian dari hakikat tali persaudaraan yang sebenarnya. Upaya merenggangkan kedekatan, memecah belah persatuan merupakan ambisi iblis. Mengubah cinta menjadi benci, menggeser rindu berganti dendam adalah misi setan dan bala tentaranya. Tujuannya agar kaum mukminin bercerai berai dan saling bermusuhan.

Oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan kita dari sebab-sebab terkoyaknya tali persaudaraan, sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,

لَا ‌تَحَاسَدُوا، وَلَا تَبَاغَضُوا، وَلَا تَقَاطَعُوا وَلَا تَدَابَرُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا

“Janganlah di antara kalian saling iri dengki, saling membenci, saling memutus hubungan dan saling membelakangi namun jadilah kalian hamba-hamba Allah yang saling bersaudara.” (Muttafaqqun alaihi)

Maka sikap mudah membenci dan memusuhi tanpa ada landasan yang benar secara  syariat merupakan sebuah kesalahan. Apalagi berprasangka buruk kepada pihak yang berupaya untuk menyatukan kembali tali persaudaraan kaum mukminin dan barisan salafiyyin yang telah terkoyak, ini merupakan sikap yang tidak dibenarkan.


Baca Juga: Sakit Hati, Membuat Persaudaraan Tak Lagi Berarti


Hakikat Ukhuwah dalam Petuah Emas Para Ulama

Wahai saudaraku, marilah kita rajut kembali tali persaudaraan dengan merealisasikan bimbingan para ulama. Karena tanpa bimbingan mereka, tali persaudaraan kita tidak akan erat dan kuat.

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah mengatakan,

حَاوِلْ ‌أَن ‌تُزِيلَ ‌البُغْضَاءَ بَيْنَكَ وَبَينَ إِخْوَانَكَ بِقَدْرِ المُسْتَطَاعِ وَحَاوِلْ أَنْ تَبْتَعِدْ عَنْ كُلِّ شَيْء يُثِيْرُ العَدَاوَةَ والبُغْضَاءَ لِأنكم إخوَةٌ

“Berusahalah untuk menghilangkan kebencian di antara kamu dan saudaramu sesuai batas kemampuan yang kamu miliki kemudian berupayalah untuk menjauhi sebab-sebab yang bisa menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kalian, karena pada dasarnya kalian adalah orang-orang yang saling bersaudara.” (Syarah RiyadhusShalihin 1\234)

 

Asy-Syaikh Rabi bin Hadi hafizhahullah mengatakan,

إِنَّ مَحَبَّةَ الشَّخْصِ مِنْ أَجْلِ الْمَصَالِحِ الشَّخْصِيَّةِ سُقُوطٌ وَهَوَانٌ وَالْمَبَّحَةُ فِي اللهِ وَلأَجْلهِ هِيَ الَّتِي يَرْفَعُ الله بِهَا دَرَجَاتٌ عِنْدَهُ فأُوْصِيْكُمْ بِالـتَّآخِي فِي اللهِ وَالتَّعَاوُنِ عَلَى البِرِّ والتَّقْوَى وَاسْدِخْدَامِ كُلِّ الأَسَالِيْبِ التي تُوَثِّقُ أَوَاصِرَ الْمَحَبَّةِ وَالمَوَدَّةِ بَيْنَكُمْ

“Sesungguhnya mencintai seseorang di atas dasar kepentingan-kepentingan pribadi merupakan sebuah kehinaan dan kerendahan. Sedangkan kecintaan yang didasari karena Allah dan di jalan-Nya, niscaya Allah akan memuliakan derajatnya di sisi-Nya.

Maka aku wasiatkan kepada kalian untuk saling bersaudara karena Allah. Saling tolong menolonglah kalian di atas kebaikan dan ketakwaan. Teruslah berupaya untuk menempuh sebab-sebab langgengnya kecintaan persaudaraan di antara kalian.” (al-Lubab)

 

Hakikat Ukhuwah, dengan Saling Menasihati

Seyogyanya kita sadar, bahwa hakikat saudara yang sebenarnya, bukanlah seseorang yang diam tatkala saudaranya terjatuh dalam kesalahan. Bukan pula seseorang yang termenung dengan keadaan sedangkan saudaranya berada di tepi jurang kebinasaan.

Tetapi sosok saudara yang sebenarnya sebagaimana yang dikatakan Syaikh Abdul Aziz bin Bazz rahimahullah,

“Saudaramu ialah yang menasihati, mengingatkan, dan memperingatkan dirimu. Orang yang tidak memperhatikanmu, berpaling darimu dan berbasa-basi denganmu bukanlah saudaramu. Saudaramu yang sejati ialah orang yang menasihatimu, memberi wejangan dan mengingatkanmu dan mengajakmu kepada jalan Allah. Ia menjelaskan kepadamu jalan keselamatan sehingga engkau bisa menitinya dan mengingatkanmu dari jalan kebinasaan dan akibat buruknya sehingga engkau bisa menjauhinya.” (Majmu’ Fatawa Ibni Baz 21/14)

Sebuah Harapan

Wahai saudaraku, terkadang kita kecewa dengan akhlak saudara kita, namun apakah dengan itu kita tidak menghargai dan menghormatinya.

Apakah dengan landasan kecewa, kita tidak mau memaafkan kesalahannya kemudian melupakan segala bentuk kebaikan yang telah ia berikan.

Wahai saudaraku, marilah kita perbaiki tali persaudaraan di antara kita, dengan saling memaafkan dan mengakui kesalahan. Kembali kepada kebenaran dan mengakui kesalahan bukan sebuah kehinaan, namun itu adalah pokok kemuliaan, maka buanglah sikap gengsi dan malu untuk kembali kepada kebenaran.

 

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin mengatakan,

Yang wajib, seorang insan rujuk kepada kebenaran, di mana pun ia temui. Meski kebenaran itu menyelisihi pendapatnya, rujuklah kepada kebenaran. Ini dapat membuatmu lebih mulia di sisi Allah dan pandangan manusia.

Jangan engkau sangka, bahwa jika engkau rujuk dari pendapatmu menuju kebenaran, hal itu akan membuatmu turun derajat di mata manusia. Justru itu akan meninggikan derajatmu”. (Syarah Riyadhus Shalihin)

 

Akhir kata, marilah kita rajut tali persaudaraan di atas kecintaan karena Allah, sesungguhnya cinta karena Allah akan sembuhkan luka, legakan dahaga, hapuskan air mata, janjikan pahala. Tetapi ingatlah, tidaklah terjalin ukhuwah kecuali di atas manhaj salafiyyah.

Wahai saudaraku, ingatlah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut,

وَجَبَتْ مَحَبَّتِي لِلْمُتَحَابِّينَ فِيَّ

Kecintaan-Ku itu pasti tercurah kepada orang-orang yang saling mencintai karena-Ku.(HR. Ahmad no. 21525)

Semoga Allah mempersatukan kaum mukminin serta salafiyyin di atas kebenaran dan ketakwaan. Amin…


Artikel Kami: Berilah Aku Nasihat Wahai Saudaraku!


 

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.