Ibu Maafkan Aku (Bag. 1)

melihat

Sa’ad Mabrur Mauludin 2A Takhasus

 

Berangkat dari firman Allah ta’ala:

(( وَقَضَى رَبُّكَ أَلا تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاهُمَا فَلا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلا كَرِيمًا – وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا ))

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia(23) Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” QS. Al-Isra 23-24

di pagi yang dingin..

ditemani hembusan angin…

pagi yang tak cerah…

namun semoga awan tebal ini membawa berkah…

Ingin rasanya menyendiri, karena teringat akan sifat diri, serasa malu karena perilaku sendiri.

Ya. Malu, bercampur penyesalan terdahulu, atas tindak-tanduk terhadap ayah-ibu.

Wahai Dzat yang jiwa manusia berada di tangan-Nya, ampunilah hamba karena kedurhakaan atas keduanya. Rahmatilah mereka, panjangkan dan penuhilah dengan berkah umurnya, lapangkan jiwanya, luaskan rezekinya, hapus berbagai kealpaan dan kekeliruannya, angkat derajatnya, serta kumpulkan kami semua di jannah-Mu yang kekal abadi selamanya. Amiin ya Allah.

Izinkan aku menorehkan kisah ini dengan goresan-goresan tinta hitam dalam sedikit lembaran putih pesona, hikayat pilu namun mengandung sejuta hikmah serta ibrah bagiku, moga-moga dapat dibaca dan diambil pelajarannya.

Ini kisahku…

Aku anak ke-5 dari 8 bersaudara, terlahir dengan berat badan paling berat dalam sejarah keluargaku. Semenjak kecil aku besar di lingkungan keluarga yang dianggap benar-benar banyak mengetahui seluk-beluk agama, ayahku seorang yang ditokohkan di sana, ibuku pun demikian.

Posisi orang tuaku yang demikian sangat berpengaruh pada kehidupanku, aku tumbuh besar dalam pangkuan manja ibu tercinta, segala permintaanku bisa saja hadir kalau disetujui oleh ayah-ibu, namun alhamdulillah, ayah-ibu tidak jor-joran terhadap kami untuk perkara-perkara yang tidak penting. Sungguh itu pelajaran berharga bagiku dan saudara-saudariku, betapa ayah-ibu menjaga dan membiasakan kami dengan hidup sederhana dan tidak mubadzir, bukankah Allah ta’ala telah melarang kita dari sifat membuang-buang harta?!

(( وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا (26) إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ  الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا ))

“..dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros(26) Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya(27).”QS. Al-Isra 26-27

Suatu yang maklum diantara kita, bahwa setiap anak manusia terlahir ke dunia fana dengan berbagai karakter dan sifat masing-masingnya, sebagaimana yang telah dicatatkan untuknya di lauh mahfudz 50 ribu tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi.

Sayangnya, aku termasuk mereka yang memiliki sifat kanak-kanak yang begitu menyedihkan, aku tak ingin apabila mauku tidak dituruti, aku akan membentak, marah dan menangis sejadi-jadinya untuk mendapatkan mauku. Ibu selalu menasehati dengan penuh  rahmat dan kasih sayang, menyadarkan aku yang egois dan tempramental “Ga usah le, itu ga perlu” Ya, itu kata ibu, aku masih ingat!

 

bersambung, Insyaallah . . . .

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.