Ikuti Sunnah, Jauhi Bid’ah (Bag. 1)

Pembaca rahimakumullah…
Barangkali kita pernah mendengar seorang ustadz atau da’i mengucapkan: “Amalan ini bid’ah.” Atau ”Perbuatan itu tidak ada dalilnya.” Atau ”Nabi dan para sahabat tidak pernah mencontohkannya.”
Diantaranya ada yang menafikan bid’ah, dan ada pula yang mengklasifikasi bid’ah menjadi: bid’ah hasanah dan bid’ah sayyiah. Tak jarang pula mereka membawakan dalil dari al-Quran dan sunnah.
Bagaimanakah hakikat bid’ah yang sesungguhnya? Mari kita simak penjelasan berikut ini.
Definisi bid’ah
Menurut etimologi bahasa Arab, bid’ah adalah mengadakan perkara yang tidak ada pendahulu sebelumnya, sebagaimana Allah ta’ala berkata:
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
“Allah adalah Dzat Yang Mengadakan langit dan bumi.” (QS. Al-Baqarah: 117)
Yakni mengadakannya dari yang sebelumnya tidak ada sama-sekali.
Demikian juga Allah ta’ala berkata:
قُلْ مَا كُنْتُ بِدْعًا مِنَ الرُّسُلِ
“Katakanlah (wahai Muhammad) aku bukanlah utusan yang pertama kali.” (QS. Al-Ahqaf: 9)
Yakni aku bukanlah yang pertama kali menyampaikan risalah dari Allah kepada para hamba, bahkan sudah banyak para rasul lain yang mendahuluiku.
Adapun menurut istilah syariat, al-Imam asy-Syathibi rahimahullah didalam kitab al-‘Itisham mendefinisikan:
فَالْبِدْعَةُ إِذَنْ عِبَارَةٌ عَنْ: طَرِيقَةٍ فِي الدِّينِ مُخْتَرَعَةٍ، تُضَاهِي الشَّرْعِيَّةَ، يُقْصَدُ بِالسُّلُوكِ عَلَيْهَا الْمُبَالَغَةُ فِي التَّعَبُّدِ لِلَّهِ سُبْحَانَهُ
“Al-Bid’ah adalah metode yang diada-adakan di dalam agama dan menyerupai syariat, metode tersebut ditunjukkan untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (Al-‘Itisham (1/47) karya Imam asy-Syathibi rahimahullah)
Bid’ah menurut istilah syariat hanya terbatas dalam urusan agama, berupa keyakinan, perkataan, atau perbuatan. Baik itu mengada-adakan, menambah, atau mengurangi sedikit maupun banyak. Sesuai dengan keumuman sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam:
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ، فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَ
“Berhati-hatiah kalian dari perkara baru yang diada-adakan, karena setiap perkara baru dalam agama adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Abu Dawud no.4607 dan at-Tirmidzi no. 2676, Imam at-Tirmidzi berkata: “Hadits ini hukumnya hasan shahih.” Syaikh al-Albani menukilkan keshahihan hadits ini dari sekelompok ulama dalam kitabnya al-Irwa’ no.2455)
Larangan dan celaan terhadap bid’ah dan pelakunya
Telah datang larangan dan celaan terhadap bid’ah dan pelakunya dari al-Quran, sunnah, dan perkataan generasi salaf. Diantaranya:
- Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ
“Dialah (Allah) Dzat yang menurunkan al-Quran, di antaranya ada ayat-ayat muhkam (yang jelas hukumnya), itulah induk al-Kitab. Dan di antaranya ada ayat-ayat mutasyabih (yang masih samar hukumnya). Adapun orang-orang yang memiliki penyimpangan dalam hatinya, mereka akan mencari-cari ayat mutasyabih dengan tujuan membuat fitnah (kekacauan) dan menyelewengkan tafsirnya.” (QS. Ali Imran: 7)
Nabi Muhammmad shallallahu’alaihi wa sallam menafsirkan ayat ini dalam hadits ‘Aisyah radhiyallahu’anha beliau bersabda:
فَإِذَا رَأَيْتِ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ فَأُولَئِكِ الَّذِينَ سَمَّى اللَّهُ فَاحْذَرُوهُمْ
“Jika kamu melihat orang yang mencari-cari ayat mutasyabih, maka merekalah yang Allah sebutkan (pada ayat di atas). Berhati-hatilah dari mereka!” (HR. al-Bukhari no. 4547)
- Allah ta’ala mengatakan:
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ
“Dan inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah jalan itu dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan lain yang akan memecah belah kalian dari jalan-Nya.” (QS. Al-An’am: 153)
Sebuah jalan lurus yang diperintahkan untuk menitinya adalah jalannya Allah, adapun jalan-jalan yang dilarang adalah jalannya para pelaku bid’ah.
Hal ini ditunjukkan oleh hadits yang diriwayatkan sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ’anhu beliau berkata: “Suatu hari Rasulullah pernah mencoretkan sebuah garis lurus menggunakan tangan beliau (di atas tanah), kemudian beliau berkata:
هَذَا سَبِيلُ اللَّهِ
“Ini adalah jalan Allah.”
Kemudian beliau membuat beberapa garis di kanan dan di kirinya seraya berkata:
وَهَذِهِ سُبُلٌ عَلَى كُلِّ سَبِيلٍ مِنْهَا شَيْطَانٌ يَدْعُو إِلَيْهِ
“Dan ini adalah subul (jalan-jalan lain), di setiap jalan itu ada setan yang mengajak kepadanya.”
Kemudian beliau membaca perkataan Allah dalam surat al-An’am ayat 153. (HR. Ibnu Hibban dalam Shahih Ibnu Hibban dan dihukumi “Hasan shahih” oleh Syaikh Albani dalam at-Ta’liqatul Hisan no.6)
Al-Imam Mujahid rahimahullah menafsirkan ayat ini, beliau berkata:
الْبِدَعُ وَالشُّبُهَاتُ
“Yang dimaksud dengan as-Subul adalah bid’ah dan syubhat (perkara yang tidak jelas halal dan haramnya).” (Hilyatul Auliya’ (3/292) karya Imam Abu Nu’aim rahimahullah)
- Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan:
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ (105) يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ فَأَمَّا الَّذِينَ اسْوَدَّتْ وُجُوهُهُمْ أَكَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُونَ (106) وَأَمَّا الَّذِينَ ابْيَضَّتْ وُجُوهُهُمْ فَفِي رَحْمَةِ اللَّهِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat, pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): “Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu. Adapun orang-orang yang putih berseri mukanya, maka mereka berada dalam rahmat Allah (surga) mereka kekal di dalamnya.” (QS. Ali Imran: 105-107)
Sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma menafsirkan ayat ini, beliau berkata:
فأما الذين ابيضت وجوههم: فأهل السنة والجماعة وأولوا العلم، وأما الذين اسودت وجوههم فأهل البدع والضلالة
“Adapun orang-orang yang putih berseri mukanya, mereka adalah ahlus sunnah wal jama’ah dan para ulama’. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya, mereka adalah para pelaku bid’ah dan kesesatan.” (Lihat asy-Syari’ah no.2074 karya al-Imam al-Ajurriy rahimahullah dan Tafsir Ibnu Katsir surat Ali Imran: 104-109)
- Hadist dari sahabat al-Irbadh bin Sariyah radhiyallahu’anhu, bahwasannya Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
أوصيكم بتقوى الله والسمع والطاعة وإن كان عبداً حبشياً فإنه من يعش منكم فسيرى اختلافاً كثيراً فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين عضوا عليها بالنواجذ وإياكم ومحدثات الأمور فإن كل محدثة بدعة
“Aku wasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Allah dan mendengar serta taat (kepada pemerintah), walaupun (yang memerintah) seorang budak hitam dari negeri Ethopia. Dan barangsiapa yang umurnya panjang di antara kalian niscaya ia akan menyaksikan perselisihan yang sangat banyak. Maka wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para khalifah yang berpetunjuk serta terbimbing, gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham. Dan berhati-hatilah dari perkara yang diada-adakan, karena semua perkara yang diada-adakan adalah bid’ah.” (HR. Abu Dawud no.4607 dan at-Tirmidzi no.2676, al-Imam at-Tirmidzi berkata: “Hadist ini hukumnya hasan shahih.” Syaikh al-Albani menukilkan keshahihan hadist ini dari sekelompok ulama dalam kitabnya al-Irwa’ no.2455)
- Sahabat Hudzaifah bin al-Yaman radhiyallahu’anhu berkata:
يَا مَعْشَرَ القُرَّاءِ اسْتَقِيمُوا فَقَدْ سَبَقْتُمْ سَبْقًا بَعِيدًا، فَإِنْ أَخَذْتُمْ يَمِينًا وَشِمَالًا، لَقَدْ ضَلَلْتُمْ ضَلاَلًا بَعِيدًا
“Wahai para penghafal al-Quran, istiqamahlah kalian (diatas al-Quran dan Sunnah)! Sungguh kalian telah memperoleh kebaikan yang sangat banyak. Namun, jika kalian menyimpang dari jalan istiqamah maka sungguh kalian akan tersesat jauh.” (Lihat Shahih Bukhari no.7282)
- Sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata:
اتَّبِعُوا، وَلَا تَبْتَدِعُوا فَقَدْ كُفِيتُمْ، وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
“Ikutilah (sunnah Nabi)! Dan jangan melakukan bid’ah! Karena kalian sudah dicukupkan (dengan al-Quran dan Sunnah). Dan seluruh bid’ah adalah sesat.” (Lihat al-Ibanatul Kubra no.175 karya al-Imam Ibnu Baththoh)