ISLAM ADALAH AGAMAKU
Para pembaca, semoga Allah ‘Azza wa Jalla memberikan keteguhan iman bagi kita semua terkhusus ditengah terpaan fitnah yang begitu dahsyatnya, baik berupa kerancuan dalam memahami agama maupun dorongan nafsu syahwat. Adalah suatu kewajiban bagi kaum muslimin untuk terus mempelajari agama mereka yang bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah sesuai dengan pemahaman salafus shalih dari kalangan para shahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in serta yang mengikuti mereka dengan baik. Agama Islam sudah sempurna dan mengajarkan seluruh aspek kehidupan, baik aqidah (keyakinan), ibadah dan akhlaq maupun mu’amalah. Buletin kali ini membahas beberapa perkara aqidah yang wajib diyakini oleh setiap muslim. Diantaranya:
1. Islam adalah satu-satunya agama yang benar, diridhoi dan diterima oleh Allah ‘Azza wa Jalla
Dengan datangnya Islam, maka agama-agama yang ada sebelum Islam tidak berlaku lagi dan sekaligus Islam sebagai penghapus agama-agama sebelumnya. Hal ini berdasarkan firman Allah ‘Azza wa Jalla:
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Sesungguhnya agama (yang haq dan diridhoi) disisi Allah adalah Islam.” (Ali Imron: 19)
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan barangsiapa yang mencari selain Islam sebagai agama, maka tidak akan diterima dan ia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” (Ali Imron: 85)
Kedua ayat ini merupakan bantahan terhadap orang-orang yang mengatakan bahwa semua agama benar, seperti halnya keyakinan kelompok yang menyebut dirinya sebagai JIL (Jaringan Islam Liberal).
2. Wajib bagi kaum muslimin untuk meyakini tentang kafirnya orang yang beragama dengan agama Yahudi maupun Nashara
Hal ini tidak sebagaimana anggapan kelompok JIL yang tidak meyakini bahwa mereka (Yahudi dan Nashrani) kafir. Kewajiban ini Allah ‘Azza wa Jalla terangkan dalam firman-Nya (artinya):
“Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair itu putera Allah” dan orang Nashrani berkata: “Al Masih itu putera Allah”. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Diperangi Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling? (At Taubah: 30)
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam”… (Al Maidah: 17, 72)
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Rabb Yang Maha Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.” (Al Maidah: 73)
“Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal didalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” (Al Bayyinah: 6)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هٰذِهِ اْلأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلاَ نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنُ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
“Demi Yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, tidaklah mendengar tentang aku dari umat ini, baik ia Yahudi ataupun Nashrani, kemudian mati dan tidak beriman kepada apa yang aku diutus dengannya, kecuali ia termasuk ahli neraka.” (HR. Muslim no. 384, dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu)
(Diringkas dari Majmu’ Fatawa wa Rasail, Asy Syaikh Al ‘Utsaimin, no.386)
Al Imam Al Bukhari mengatakan, “Saya perhatikan ucapan orang Yahudi, Nashrani dan Majusi, maka saya tidak melihat ada orang yang lebih sesat dari mereka dalam kekafirannya, dan saya sungguh menganggap bodoh orang yang tidak mengafirkan mereka, kecuali orang yang tidak mengetahui kekafiran mereka.” (Khalqu Af’alil Ibad: 19, dinukil dari Makanatu Ahlil Hadits: 22)
Al Imam Ibnu Katsir mengatakan, “Allah ‘Azza wa Jalla mengatakan dalam rangka menghukumi kafirnya kelompok-kelompok Nashrani … yaitu orang-orang yang mengatakan di antara mereka bahwa Al Masih adalah Allah.” (Tafsir Ibnu Katsir: 2/83)
Kafirnya mereka adalah sesuatu yang ma’lum fiddin bidldlarurah, sangat diketahui dalam agama ini, dan dalilnya demikian banyak. Sehingga benar sekali apa yang dikatakan para ulama bahwa orang yang tidak menganggap mereka kafir berarti kafir juga. Ini disebabkan dia tidak beriman dengan ayat-ayat dan hadits yang menunjukkan kekafiran mereka.
Dengan demikian semua upaya untuk menyatukan agama-agama dengan membenarkan mereka, adalah upaya yang amat jauh dari kebenaran bahkan merupakan kekafiran itu sendiri, baik dinamakan pluralisme, wihdatul adyan atau yang lain.
Lebih parah dari itu semua bila dikatakan bahwa dalam Al Qur`an ada ayat yang mengandung ideologi pluralis, seperti dikatakan orang-orang JIL dalam buku Fikih Lintas Agama (Hal. 20, 21, dan 214). (Dikutip dari Agar Tidak Menjadi ‘Muslim’ Liberal, hal. 87-90)
3. Kaum muslimin juga harus meyakini tentang kafirnya orang-orang yang tidak mengafirkan atau ragu tentang kekafiran Yahudi dan Nashrani
Ayat-ayat yang menunjukkan tentang kafirnya Yahudi dan Nashrani sangat banyak. Maka barangsiapa yang mengingkari kafirnya Yahudi dan Nashrani yang tidak beriman kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, namun sebaliknya malah mendustakannya, berarti ia telah mendustakan ayat-ayat Allah ‘Azza wa Jalla dalam Al Qur`an dan sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan orang yang mendustakan ayat-ayat Allah ‘Azza wa Jalla dan sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah kafir. Juga barangsiapa yang ragu terhadap kekafiran Yahudi dan Nashrani, maka tidak ada keraguan tentang kekafirannya.
Subhanallah, bagaimana orang ini merasa ridha untuk mengatakan bahwa kita tidak boleh mengatakan kafir kepada Yahudi dan Nashrani, padahal mereka mengatakan bahwa Allah itu adalah tuhan ketiga dari tuhan yang (jumlahnya) tiga?! Padahal Pencipta mereka telah mengafirkan Yahudi dan Nashrani.
Bagaimana ia tidak mau mengafirkan Yahudi dan Nashrani padahal mereka mengatakan bahwa Al Masih adalah putra Allah dan mengatakan tangan Allah itu terbelenggu? Juga mengatakan bahwa Allah faqir dan mereka kaya. Bagaimana ia tidak mau mengafirkan Yahudi dan Nashrani padahal mereka menyifati Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan sifat-sifat jelek yang semuanya adalah aib, celaan dan cercaan? (Diringkas dari Majmu’ Fatawa wa Rasail, no.386)
4. Tidak boleh bagi kaum muslimin untuk menghadiri Hari Raya Orang-Orang Kafir
Kita kaum muslimin dilarang ikut serta dalam acara hari raya orang-orang kafir. Karena menghadiri atau ikut serta dalam acara hari raya mereka mengandung unsur pembenaran dan dukungan terhadap agama mereka. Juga mengandung unsur tolong-menolong dalam hal perbuatan dosa. Sedangkan Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan saling tolong-menolonglah diatas kebaikan dan ketakwaan dan janganlah kalian saling tolong-menolong diatas perbuatan dosa dan permusuhan.” (Al Maidah: 2)
(Lihat Majmu’ Fatawa wa Rasail, no.391)
5. Kaum muslimin dilarang saling memulai mengucapkan salam kepada orang-orang kafir
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَبْدَؤُوا الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى بِالسَّلاَمِ
“Janganlah kalian memulai (mengucapkan) salam kepada orang-orang Yahudi dan Nashara.” (HR. Muslim)
(Lihat Majmu’ Fatawa wa Rasail, no.392)
Penutup
Para pembaca yang mulia, itulah diantara prinsip-prinsip agama yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya. Maka kita harus tunduk dan patuh terhadap ketentuan Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya termasuk dalam permasalahan aqidah (keyakinan). Jangan sampai kita mengedepankan akal kita yang amat sangat terbatas atau perasaan kita yang cenderung lemah. Kita harus yakin tentang kafirnya orang-orang yang telah dikafirkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla dan Rasul-Nya. Dan kita tidak boleh ragu-ragu tentang kekafiran mereka.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan: “…adapun yang berkeyakinan bahwa orang yang punya ma’rifat dan tahqiq boleh beragama dengan agama Yahudi atau Nashrani, serta tidak wajib untuk berpegang teguh dengan Al Qur`an dan As Sunnah dan siapa saja yang sejenis dengan mereka, maka sesungguhnya mereka itu adalah para munafiqin dan zindiq…”
Beliau juga mengatakan, “…Kekafiran mereka (yang membolehkan keluar dari jalan Islam) bisa jadi sejenis kekafiran Yahudi dan Nashrani bahkan mungkin lebih berat dari itu atau yang lebih ringan sesuai dengan keadaan mereka.“ (Agar Tidak Menjadi ‘Muslim’ Liberal, hal. 401-402, dinukil dari Majmu’ Al Fatawa: (28/571) dan (24/339), lihat pula buku Mazhahiru Inhirafati Aqadiyyati… (2/521))
Jika kita ragu tentang kekafiran mereka, maka kita telah ragu kepada ayat-ayat Allah ‘Azza wa Jalla. Dan orang yang ragu dengan ayat-ayat Allah ‘Azza wa Jalla, berarti ia telah kafir. Jika ragu saja sudah menyebabkan seseorang jatuh ke dalam kekafiran, apalagi mengingkari tentang kekafiran mereka.
Wallahu a’lam bish shawab.
(Fatwa Asy Syaikh Al ‘Utsaimin selengkapnya dan pembahasan yang lebih terperinci dapat dibaca di majalah Asy Syari’ah Vol I/No.10/1425H/2004, artikel dengan judul Yahudi dan Nashrani adalah orang kafir; dan buku Agar Tidak Menjadi ‘Muslim’ Liberal, karya Qomar Su’aidi ZA, Lc.)