Makna Beriman Kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam

Makna iman kepada nabi

 

Mutiara Hikmah – 22

 

Asy-Syaikh al-‘Allamah Abdullah bin Abdurrahim al-Bukhari hafizahullah berkata,

فَمَعْنَى الإِيْمَانِ بِهِ، قَالَ بَعْضُ أَهْلِ العِلْمِ مُبَيِّنًا مَعْنَى اﻹِيْمَانِ بِالرَّسُولِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ: تَصْدِيقُهُ وَطَاعَتُهُ وَاتِّبَاعُ شَرِيْعَتِهِ.

“Makna beriman kepada Nabi adalah, (sebagaimana) kata sebagian ahlul ilmi ketika menjelaskan makna iman kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam: yaitu membenarkannya, menaatinya, dan mengikuti syariatnya.”¹[1]

 

وَلِهَذَا قَالَ أَهْلُ العِلْمِ: تَصْدِيقُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَلْزَمُ مِنْهُ أَمْرَانِ:

اﻷمْرُ اﻷوَّلُ: إِثْبَاتُ نُبُوَّتِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَصَدَّقَهُ فِيمَا بَلَّغَهُ عَنْ رَبِّهِ جَلَّ جَلَالُهُ، وَأَنَّ ذَلِكَ مُخْتَصٌّ بِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

Oleh karenanya para ulama mengatakan, “Membenarkan Nabi mengharuskan dua perkara:

  1. Menetapkan kenabian beliau dan membenarkan apa yang beliau sampaikan dari Allah Taala. Yang mana hal itu merupakan kekhususan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Baca Juga: Wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Menjelang Wafat


اﻷمْرُ الثَّانِي: تَصْدِيقُهُ فِيمَا جَاءَ بِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَنَّهُ جَاءَ بِهِ مِنْ عِنْدِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَأَنَّهُ وَاجِبُ الاتِّبَاعِ.

  1. Membenarkan apa yang beliau bawa berupa syariat Islam. Yang mana hal itu datang dari sisi Allah Azza wa Jalla serta wajib untuk diikuti.

 

فَيَجِبُ تَصْدِيقُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي جَمِيعِ مَا أَخْبَرَ بِهِ عَنِ اللهِ عَنْ أُمُورِ المُغَيَّبَاتِ عَنِ الجَنَّةِ وَالنَّارِ، عَنِ الوَعْدِ وَالوَعِيدِ، عَنْ عَذَابِ القَبْرِ وَنَعِيمِهِ، إِلَى كُلِّ مَا أَخْبَرَ بِهِ عَنِ اللهِ جَلَّ جَلَالُهُ فِي الأُمُورِ كُلِّهَا.

Maka wajib membenarkan apa yang Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam kabarkan dari Allah tentang perkara-perkara gaib. Tentang surga dan neraka, janji dan ancaman, azab kubur dan nikmat kubur, dan seterusnya dari apa yang beliau kabarkan dari Allah Taala pada segala perkara.

 

قَالَ اللهُ جَلَّ وَعَزَّ: وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الهَوَى، إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى

Allah Azza wa Jalla berfirman,

‘Dan tidaklah yang diucapkannya itu menurut keinginannya, tidak lain itu adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).’ [QS. an-Najm: 3-4]

 

[1] Iqtidha as-Siratal Mustaqim fi Mukhalafati Ashabil Jahim karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah (1/259). Bisa dilihat juga pada kitab Badai’ al-Fawaid karya Imam Ibnul Qayyim rahimahullah (2/40).


Artikel Kami: Akidah Tauhid Adalah Intisari Dakwah Seluruh Nabi


Oleh: Muadz Buton

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.