Manhaj Ahlus Sunnah dalam Menyikapi Perselisihan yang Terjadi di Kalangan Sahabat
Terjemahan Fatwa Oleh Ahmad Rafli, Takmili
Pertanyaan
Pada sebuah hadis sahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
«إِذَا التَقَى المُسْلِمَانِ بِسَيْفَيْهِمَا فَالقَاتِلُ وَالمَقْتُولُ فِي النَّارِ» قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَذَا القَاتِلُ، فَمَا بَالُ المَقْتُولِ؟ قَالَ: «إِنَّهُ كَانَ حَرِيصًا عَلَى قَتْلِ صَاحِبِهِ»
“Apabila dua orang muslim bertemu dengan pedangnya (saling membunuh), maka orang yang membunuh dan yang dibunuh keduanya masuk neraka. Kemudian ada yang bertanya: Seorang pembunuh memang pantas masuk neraka. Tapi mengapa orang yang terbunuh juga masuk neraka? Beliau menjawab: Sesungguhnya dia telah berambisi untuk membunuh saudaranya tersebut. (HR. Al-Bukhari, Kitab al-Iman: 31) Atau hadis yang semisal dengan ini.
Lalu bagaimana menerapkan hadis ini pada fitnah besar yang terjadi pada masa Khulafaur Rasyidin?
Jawaban
Dalam mazhab ahlus sunnah wal jamaah, kita harus menahan diri untuk tidak membicarakan yang terjadi di kalangan para sahabat Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meridai mereka semua tanpa terkecuali.
Kita juga harus meyakini bahwa mereka telah berijtihad (berupaya dengan sungguh-sungguh untuk mencocoki kebenaran) dalam setiap yang mereka lakukan. Maka siapa yang benar ijtihadnya akan mendapatkan dua pahala, dan siapa yang salah akan mendapat satu pahala serta kesalahannya terampuni.
Adapun hadis di atas tertuju kepada kaum muslimin yang saling menzalimi di atas permusuhan, bukan di atas ijtihad yang syar’i. Wa billahit taufiq.
Sumber: Fatawa al-lajnah ad-Daimah, pertanyaan keempat dari fatwa nomor 7150