Mengisi Hari Jum’at Dengan Amalan-Amalan Istimewa

Keutamaan hari Jum’at bukan suatu yang asing bagi kita. Oleh karenanya, sepantasnya kaum muslimin benar-benar memanfaatkan salah satu waktu yang mulia ini dengan maksimal. Mengisinya dengan amalan-amalan yang memang disyariatkan pada hari tersebut. Mandi jum’at, memakai pakaian shalat yang bagus, mengenakan wewangian, bersegera menuju masjid adalah beberapa amalan rutin yang biasa dikerjakan pada hari Jum’at. Amalan-amalan khusus sebagai bentuk pengistimewaan hari Jum’at yang memang tidak sama dengan hari-hari yang lain.

Namun ada beberapa amalan lain yang disyariatkan pula bagi kita untuk mengerjakannya. Maka untuk edisi kali ini, insya Allah akan kami bahas beberapa amalan-amalan tersebut sebagai pengingat bagi yang lupa dan sebagai tambahan ilmu bagi yang belum tahu.

Para pembaca rahimakumullah, di antara amalan-amalan yang disyariatkan pada hari Jum’at adalah,

Membaca surat as-Sajdah dan al-Insan pada shalat Shubuh.

Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الجُمُعَةِ فِي صَلاَةِ الفَجْرِ الم تَنْزِيلُ السَّجْدَةَ، وَهَلْ أَتَى عَلَى الإِنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ

 “Dahulu Nabi ketika shalat shubuh pada hari Jum’at beliau membaca surat alif laam miim as-Sajdah dan hal ataa ‘ala insan hinum minad dahri (al-Insan).” (HR. al-Bukhari no. 891 dan Muslim no. 880 dari shahabat Abu Hurairah)

Terkait permasalahan ini, al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah di dalam kitab Zadul Ma’ad menyatakan, “Nabi membaca 2 surat ini secara lengkap. Tidak sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang di masa ini yang membaca sebagian surat as-Sajdah pada rakaat pertama dan sebagian surat al-Insan pada rakaat kedua, atau surat as-Sajdah  dibaca untuk 2 rakaat. Yang demikian ini justru menyelisihi sunnah.”

Beliau melanjutkan, “Nabi membaca 2 surat ini karena pada keduanya terdapat peringatan tentang tempat bermulanya dan tempat kembalinya manusia, penciptaan Adam, surga dan neraka. Semua peristiwa ini terjadi pada hari Jum’at. Oleh karena itu Nabi membaca 2 surat ini pada shalat Shubuh pada hari Jum’at untuk mengingatkan peristiwa-peristiwa yang telah dan akan terjadi pada hari tersebut.”

Dijelaskan oleh para ulama bahwa pada asalnya disunnahkan untuk senantiasa membaca 2  surat ini  di setiap  shalat   Shubuh pada hari Jum’at karena demikianlah yang dilakukan oleh Rasulullah. Namun jika dikhawatirkan adanya anggapan bahwa membaca 2 surat ini di setiap shalat Shubuh pada hari Jum’at hukumnya wajib maka tidak mengapa membaca surat yang lainnya, misalkan sebulan sekali. Secara kuantitas, pembacaan 2 surat ini tetap lebih sering. (Lihat Fatawa wa Rasail Muhammad bin Ibrahim Alu asy-Syaikh 3/12, Majmu’ Fatawa Bin Baz 11/192, Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin 16/109 (5031)).

Sunnah ini berlaku umum, untuk pria dan wanita baik shalat berjamaah maupun sendirian. Hadits di atas sifatnya umum berlaku untuk semua pihak, karena pada asalnya setiap syariat yang datang dari Nabi berlaku untuk setiap insan kecuali jika ada dalil lain yang mengkhususkannya. (Lihat Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin 16/109 (4031)).

Membaca surat al Kahfi

Dalam sebuah hadits Rasulullah menyebutkan tentang keutamaan membaca surat al-Kahfi pada hari Jum’at. Beliau bersabda,

مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ فِى يَوْمِ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ

“Barangsiapa yang membaca surat al-Kahfi pada hari Jum’at, dia akan disinari cahaya di antara dua jum’at.” (HR. al-Baihaqi no. 606 dari shahabat Abu Said al-Khudri)

Sebuah pertanyaan sempat diajukan kepada asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, “Apa hukum membaca surat al-Kahfi pada hari Jum’at dan apakah ada perbedaan antara membaca surat tersebut dengan melihat al-Qur’an dan membacanya dengan hafalan?”

Beliau menjawab, “Membaca surat al-Kahfi pada hari Jum’at merupakan amalan yang disukai dan padanya terkandung keutamaan. Tidak ada bedanya antara seseorang membacanya dengan melihat al-Qur’an atau dengan hafalannya. Hari Jum’at yang dimaksud adalah dari terbitnya matahari hingga terbenamnya matahari. Oleh karena itu, jika seseorang membacanya setelah shalat Jum’at maka dia mendapatkan pahala. Berbeda keadaannya dengan mandi jum’at karena mandi jum’at dilakukan sebelum shalat Jum’at. Mandi jum’at untuk shalat Jum’at sehingga didahulukan dari shalat Jum’at. Nabi bersabda, ”Jika salah seorang dari kalian berada pada  hari Jum’at maka mandilah!” (Majmu’ Fatawa wa Rasail al-Utsaimin 16/143).

Perlu diketahui bahwa surat ini tidak dibaca ketika shalat Shubuh pada hari Jum’at, namun dibaca diluar shalat baik sebelum atau sesudah shalat Jum’at. Adapun shalat Shubuh pada hari tersebut maka dengan membaca surat as-Sajdah dan al-Insan sebagaimana yang telah disebutkan pada point pertama. (Lihat Durus al-Haram al-Madani lil ‘Utsaimin 3/11).

Memperbanyak shalawat kepada baginda nabi

Bukan perkara yang asing bagi kita keutamaan bershalawat kepada Nabi. Nabi bersabda,

مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ عَشْرًا

“Siapa yang bershalawat kepadaku satu kali maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali.” (HR. Muslim no. 408 dari shahabat Abu Hurairah)

Terkait hari Jum’at, nabipun mengingatkan kita untuk  memperbanyak shalawat atas beliau. Nabi menyatakan,

أَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنَ الصَّلَاةِ فِي كُلِّ يَوْمِ جُمُعَةٍ؛ فَإِنَّ صَلَاةَ أُمَّتِي تُعْرَضُ عَلَيَّ فِي كُلِّ يَوْمِ جُمُعَةٍ، فَمَنْ كَانَ أَكْثَرَهُمْ عَلَيَّ صَلَاةً كَانَ أَقْرَبَهُمْ مِنِّي مَنْزِلَةً

“Perbanyaklah shalawat kepadaku di setiap jum’at karena sesungguhnya shalawat umatku akan diperlihatkan kepadaku di setiap jum’at. Maka barangsiapa yang paling banyak bershalawat kepadaku, dialah yang paling dekat denganku (pada hari kiamat kelak).” (HR. al-Baihaqi no. 2770 dalam Sunan al-Kubra dan Syu’abul Iman dari shahabat Abu Umamah)

Berdasarkan hadits ini, sepantasnya bagi kita untuk mengisi hari Jum’at dengan banyak bershalawat kepada Nabi. Lisan ini hendaknya senantiasa basah dengan shalawat baik ketika sedang berjalan, duduk, berbaring, di rumah, di masjid dan lain sebagainya tanpa rasa lelah dan malas. (Lihat Liqa al bab al maftuh Ibnu Utsaimin 11/105)

Berdoa

Pada hari Jum’at terdapat satu waktu  dikabulkan doa padanya. Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda,

فِيهِ سَاعَةٌ، لاَ يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ، وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي، يَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى شَيْئًا، إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ

“Pada hari itu ada saat yang tidaklah seorang hamba muslim menepatinya dalam keadaan dia berdiri shalat meminta sesuatu kepada Allah melainkan akan dikabulkan oleh-Nya.” (HR. al-Bukhari no. 935 dari shahabat Abu Hurairah)

Terjadi perbedaan pendapat tentang kapan waktu terkabulkannya doa tersebut, antara lain;

  1. Dimulai dari duduknya khatib di atas mimbar hingga selesai shalat
  2. Dimulai dari setelah shalat ashar hingga terbenamnya matahari
  3. Waktu-waktu terakhir penutup hari Jum’at

Setelah menyebutkan 3 waktu tersebut asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz memberikan pengarahan, “(Hadits-hadits yang menyebutkan tentang 3 waktu tersebut) Seluruhnya shahih dan tidak ada pertentangan padanya. Namun yang paling diharapkan adalah ketika khatib duduk di atas mimbar hingga selesai shalat dan ketika selesai shalat Ashar hingga terbenamnya matahari. Ini adalah waktu-waktu yang paling diharapkan terkabulnya doa.”

Kemudian beliau melanjutkan, “Pada asalnya seluruh waktu pada hari Jum’at diharapkan padanya pengabulan doa. Namun waktu yang paling diharapkan adalah ketika khatib duduk di atas mimbar hingga selesai shalat dan ketika selesai shalat Ashar hingga terbenamnya matahari. Adapun sisa waktu yang lain tetap diharapkan pula terkabulnya doa karena keumuman hadits-hadits yang menyebutkan tentang hal tersebut. Maka sudah sepantasnya bagi kita untuk memperbanyak doa pada hari Jum’at dengan harapan menepati waktu yang diberkahi ini.

Namun hendaknya tetap mengistimewakan 3 waktu khusus tersebut dengan lebih memperbanyak doa dikarenakan Rasulullah telah menjelaskan bahwa waktu tersebut adalah waktu terkabulnya doa.” (lihat Majmu’ Fatawa bin Baz 12/402)

Maka beranjak dari sini, suatu hal yang semestinya ada pada kita, baik pria maupun wanita, di rumah atau di masjid agar bersemangat mengamalkan amalan yang satu ini. Menengadahkan tangan di hari Jum’at, terkhusus pada waktu-waktu yang paling diharapkan segala permintaan dan permohonan kita didengar dan dikabulkan oleh-Nya.

Wallahu a’lam bish shawab. Semoga bermanfaat.

Penulis: Ustadz Abdullah Imam hafizhahullah

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.