Menjadi Pendengar yang Baik, Etikanya Orang-Orang Bajik

 

Oleh Ahmad Rifqi Musyaffa’ Jember, Takhasus

 

Di antara bentuk adab yang baik dan budi pekerti nan luhur adalah menjadi pendengar yang baik. Mendengarkan dengan seksama apa yang disampaikan oleh orang lain, baik berupa nasehat, teguran, faedah dan lain sebagainya. Tak pandang bulu siapa yang menyampaikannya, baik itu sederajat, lebih tua maupun lebih muda.

Demikianlah sepantasnya yang kita lakukan tatkala ada seseorang yang sedang berbicara. Hendaknya kita benar-benar memperhatikannya, mencurahkan segenap konsentrasi serta memosisikan diri seakan-akan belum pernah mendengar apa yang sedang ia sampaikan.

Jangan malah tidak perhatian, cuek atau bahkan melakukan tindakan-tindakan yang tidak sopan. Seperti; menyela perkataannya, sibuk sendiri, dan perbuatan-perbuatan lainnya.

 

Salaf Merupakan Pendengar yang Baik

Dahulu para salaf menerapkan etika ini. Di antara mereka adalah Imam Atha’ bin Abi Rabah sebagaimana yang tampak dari ucapan beliau rahimahullah,

إِنَّ الشَّابَّ لَيَتَحَدَّثُ بِحَدِيثٍ ‌فَأَسْمَعُ ‌لَهُ ‌كَأَنِّي ‌لَمْ ‌أَسْمَعْهُ وَلَقَدْ سَمِعْتُهُ قَبْلَ أَنْ يُولَدَ

Sesungguhnya ada seorang pemuda yang menyampaikan suatu hadis kepadaku. Maka aku pun mendengarkannya seakan-akan aku belum pernah mendengarnya. Padahal aku benar-benar telah mendengar hadis tersebut sebelum ia lahir.” (Tadzkiratus Sami’ hal. 105)

Demikianlah teladan dari sosok Atha’ bin Abi Rabah, pendengar yang baik. Beliau tetap mendengarkan walaupun sudah pernah mendengarnya, beliau tetap memperhatikan walaupun yang menyampaikan lebih muda umurnya.

 

Manfaat Menjadi Pendengar yang Baik

Mungkin sepintas hal ini terlihat remeh dan tak begitu penting. Namun jika adab ini benar-benar dilakukan dan diterapkan di dalam keseharian kita, niscaya akan muncul berbagai kebaikan.

Dengan kita mendengarkan dengan seksama apa yang disampaikan orang lain, akan muncul rasa cinta dan kasih sayang antar sesama. Karena tentu setiap orang menginginkan dan suka jika ucapannya didengarkan. Jika ini benar-benar terealisasi, niscaya kasih sayang akan benar-benar terwujud.

 

Demikianlah, saling mencinta merupakan hal yang sangat penting, karena saling mencinta merupakan tanda keimanan. Dan dengan keimanan seseorang bisa menggapai al-Jannah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لا تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا، وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا

Tidaklah kalian bisa masuk al-jannah sampai kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman sampai kalian saling mencintai.” (HR. al-Bukhari di dalam al-Adabul Mufrod dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

 

Jika kita mendengarkan penyampaian dari orang yang lebih tua, berarti kita telah menghormatinya. Begitu pula jika kita memperhatikan perkataan yang lebih muda, berarti kita telah bersikap sayang kepadanya.

Sehingga kita pun bisa keluar dari ancaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam salah satu hadisnya,

لَيْسَ مِنَّا ‌مَنْ ‌لَمْ ‌يَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيُوَقِّرْ كَبِيرَنَا

Bukan dari golongan kami orang yang tidak menyayangi yang muda dan tidak menghormati yang tua.” (HR. at-Tirmidzi no. 1919, Imam al-Albani mensahihkannya di dalam Silsilah ash-Shahihah no. 2196 dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu)

Begitu pula jika kita mendengarkan dan menyimak pelajaran dari guru-guru kita, niscaya mereka akan cinta dan senang. Sehingga mereka pun lebih bersemangat dalam menyampaikan pelajaran maupun faedahnya kepada kitaز


Baca Juga: Hukum Berdidi Ketika Ada Orang yang Datang


Mudarat Meninggalkan Etika Ini

Namun sebaliknya, jika adab ini tidak diindahkan, bahkan malah ditinggalkan niscaya akan muncul berbagai kejelekan dan mudarat antar sesama.

Coba bayangkan jika ada seseorang yang menyampaikan sesuatu kepada temannya, kemudian temannya tersebut malah tidak perhatian atau bahkan mengucapkan perkataan yang menyinggung hati seperti; “Fulan, antum telat membawa beritanya, ana sudah tahu.” dan perkataan semisalnya, maka akan muncul berbagai kejelekan.

Paling ringannya, orang yang menyampaikan tadi menjadi malas untuk kembali menyampaikan dan memberi faedah, atau bahkan enggan untuk melakukannya kembali. Lebih parahnya jika muncul di dalam hatinya sakit hati yang kemudian melahirkan dendam dan permusuhan. Bisa jadi karena perkara yang terlihat remeh ini, muncul permusuhan dan perpecahan di kemudian hari dalam lingkup yang lebih luas.

 

Sungguh perpecahan merupakan hal yang tercela. Allah Taala telah melarang kaum muslimin dari sifat yang satu ini.

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا

Berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai.” (Ali Imran: 103)

وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ

Janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.” (QS. Ali Imran: 105)

 

Ajakan untuk Semua

Mari kita bersama-sama memperhatikan hal ini. Kita realisasikan perintah Allah Taala untuk bersatu dan menjauhi permusuhan dengan segala cara. Di antaranya dengan menerapkan etika yang satu ini.

Sebagaimana kita ingin orang lain mendengar ucapan kita, maka kita harus mendengar ucapan orang lain. Sebagaimana kita menginginkan kebaikan untuk diri kita, maka hendaknya kita menginginkan kebaikan untuk orang lain.

لَا ‌يُؤْمِنُ ‌أَحَدُكُمْ، حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

Tidak beriman salah seorang dari kalian sampai ia mencintai bagi saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.” (HR. al-Bukhari no. 13 dan Muslim no. 45 dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu)

Semoga Allah Taala melindungi kita semua dari fitnah yang tampak maupun yang tersembunyi.


ِArtikel Kami: Akhlak Mulia, Pembagian dan Cara Meraihnya


 

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.