Merenungi Indahnya Jalan Thalabul Ilmi
Oleh Ahmad Rifqi Musyaffa’, Takhasus
Ikhwati fillah. Mari kita renungi…
Dari sekian banyak manusia di muka bumi ini, Allah Taala pilih kita termasuk dari kalangan hamba-hambaNya yang ber-Islam, tunduk dan patuh kepada-Nya.
Kemudian Allah Taala kembali pilih kita dari sekian banyak kaum muslimin untuk menjadi seorang yang mengikuti sunah Nabi-Nya dengan pemahaman para pendahulu yang terbaik dari kalangan umat ini.
Tak berhenti sampai di sini, Allah Taala kembali memilih kita termasuk dari deretan para pencari ilmu syar’i, warisan para nabi.
Inilah yang tampak secara kasatmata. Semoga demikian juga apa yang tersembunyi di sanubari kita.
Semuanya dari Allah
Ikhwati fillah…
Jika kita benar-benar merenungi hal ini, kita akan dapati diri kita berada di atas kenikmatan yang berlipat. Kenikmatan demi kenikmatan kita dapatkan sampai kita pun mendapat kenikmatan ber-thalabul ilmi.
Sungguh ini merupakan kenikmatan yang patut kita syukuri bersama. Pujian dan ucapan syukur kepada Allah Taala hendaknya selalu keluar dari lisan-lisan kita. Karena dari Allahlah segala kenikmatan yang kita rasakan dan dapatkan.
وَمَا بِكُم مِّن نِّعمَة فَمِنَ اللَّهِ
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya).” (QS. an-Nahl: 53)
Setelah kita memuji Allah Taala dan bersyukur kepada-Nya dengan lisan, kita lanjutkan ungkapan rasa syukur dengan anggota badan. Kita syukuri nikmat thalabul ilmi dengan kita memanfaatkannya dengan sepatutnya, bersemangat di dalam menuntutnya dan mengamalkan setelah mengetahuinya.
Kita mensyukurinya karena bersyukur merupakan kewajiban. Juga mensyukurinya agar Allah Taala terus memberikan nikmat thalabul ilmi kepada kita.
Jangan sampai kenikmatan ini pergi dari kita, tak betah karena ulah kita. Kenikmatan ini hilang karena tidak dimanfaatkan dengan semestinya.
وَإِذ تَأَذَّنَ رَبُّكُم لَئِن شَكَرتُم لَأَزِيدَنَّكُم وَلَئِن كَفَرتُم إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيد
“Dan (ingatlah juga), tatkala Rabmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7)
Jangan kita usir kenikmatan ini dengan kemalasan, dosa, bahkan kemaksiatan. Sebaliknya, kita harus mengupayakan segala cara agar kenikmatan ini terus Allah Taala langgengkan.
Dengan bersemangat dalam mencari ilmu…
Dengan bersabar di dalamnya…
Juga, dengan mengamalkan ilmu yang telah didapatkan…
Kalau Sekiranya Mereka Tahu
Ikhwati fillah…
Sekali lagi, sungguh kita berada di atas kenikmatan, berada di puncak kemuliaan. Sampai-sampai seorang salaf pernah mengatakan,
لَوْ عَلِمَ الْمُلُوكُ وَأَبْنَاءُ الْمُلُوكِ مَا نَحْنُ فِيهِ مِنَ النَّعِيمِ لَجَالَدُونَا بِالسُّيُوفِ
“Seandainya para raja dan anak-anak mereka mengetahui kenikmatan dan kebahagiaan yang kita rasakan niscaya mereka akan merebutnya dengan pedang-pedang mereka.” (Al-Bidayah wan Nihayah: 10/138)
Oleh karenanya, kita-kita yang tengah berada di atas kemuliaan ini jangan malah menginginkan gemerlapnya dunia yang fana. Mengangankan menjadi orang-orang di luar sana, yang sibuk siang malam dengan dunia. Mereka yang banting tulang peras keringat demi meraih secuil dunia dengan mengorbankan agama.
Wahai para penuntut ilmu, ingatlah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لَوْ كَانَتِ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللَّهِ جَنَاحَ بَعُوضَةٍ مَا سَقَى كَافِرًا مِنْهَا شَرْبَةَ مَاء
“Kalau saja dunia ini di sisi Allah sebanding dengan sayap nyamuk, niscaya Dia tidak akan memberi minum orang kafir walau seteguk air.” (HR. at-Tirmidzi no. 2320, dan dishahihkan oleh Imam al-Albani di dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib)
Maka mulai saat ini, yakinkan dirimu, kokohkan tekadmu, lecut semangatmu. Jangan tertipu dengan gemerlapnya dunia. Teruslah berjuang di dalam medan thalabul ilmi hingga ajal menjemput.
Dari ayunan hingga liang lahat.