Pengkhianatan Syi’ah (bagian 4)

Berapa banyak orang yang mengira bahwa Syi’ah itu baik, karena tak seberapa jauh mengetahui hakikatnya. Mencintai ahlul bait adalah sebuah keharusan. Ibarat serigala berbulu domba, justru Syi’ahlah yang mengkhianati ahlul bait dan umat Islam.

Fakta sejarah berikut ini bersandar pada sejumlah karya tulis para ulama, di antaranya adalah kitab al-Bidayah Wan Nihayah karya al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah, seorang ulama besar bermadzab Syafi’i. Mengajak untuk lebih mengenal identitas Syi’ah dalam kehidupan.

 

Pengkhianatan Pada Tahun 658 H.

Pada tahun tersebut, bangsa Tartar dapat menduduki Damaskus dengan pasukan pimpinan panglima bernama Katbugho. Kota Damaskus lalu diserahkan kepada panglima Tartar bernama Ibil Siyan yang mengagungkan agama Nasrani.

Kaum Nasrani di Damaskus gembira lantas mengelilingi kota dengan membawa salib besar, membanggakan agama Nasrani, memaksa penduduk untuk berdiri mengagungkan salib. Mereka tidaklah melewati sebuah masjid melainkan menyiramkan khamr (minuman keras) di dalamnya. Kaum Nasrani juga menyiramkan khamer di atas kepala serta pakaian kaum muslimin. Mereka lalu memasuki gereja Maryam.

Ketika mendapat laporan adanya keinginan Tartar untuk menuju Mesir, maka al-Mudzaffar Quthz, raja Mesir mendahului menyerang Tartar di ‘Ain Jalut, Syam. Pasukan Islam menang dan membunuh ribuan pasukan Tartar, termasuk Katbugho. Untuk pertama kalinya, bangsa Tartar kalah dengan kekalahan besar dan berlanjut di sejumlah medan perang berikutnya.

Umat Islam di Damaskus membakar salib besar yang dulunya diarak dan membakar gereja Maryam. Di dalam masjid Jami’, mereka membunuh al-Fakhr Muhammad bin Yusuf al-Kanji. Dia adalah seorang ulama Syi’ah Rafidhah yang jahat.

Ternyata tragedi memilukan di Damaskus disebabkan oleh pengkhianatan kaum Syi’ah, termasuk al-Fakhr Muhammad bin Yusuf al-Kanji. Dialah yang merampas harta umat Islam. Bahkan dia tega berkhianat membocorkan kelemahan kaum muslimin kepada Tartar.

 

Pengkhianatan Pada Tahun 699 H

Syi’ah Nushairiyyah dinisbahkan kepada pendirinya yang bernama Abu Syuhaib Muhammad bin Nushair. Aliran ini menuhankan ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, mencela para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, meyakini reinkarnasi, mengingkari hari kebangkitan, serta menghalalkan khamr dan perzinaan. Sekte ini adalah pecahan dari Syi’ah Itsna Asy’ariyyah.

Pada tahun 699 H, tersiar kabar bahwa bangsa Tartar memasuki wilayah Syam di bawah kekuasaan rajanya yang bernama Qazan, cicit dari Hulako Khan. Maka pasukan Islam dari Damaskus keluar untuk menghadang laju musuh. Kedua pasukan bertemu di dekat lembah Salimah pada hari Rabu 27 Rabi’ul Awwal. Alhasil, pasukan Islam kalah dan banyak tentara Islam yang lari menyelamatkan diri.

Tak disangka, Syi’ah Nushairiyyah malah menawan, membunuh, serta merampas kuda dan persenjataan pasukan Islam yang menyelamatkan diri ke wilayah mereka, di pegunungan al-Jarad dan Kisrawan.

Pasukan Tartar membunuh siapapun yang ditemui dan melakukan kekejian di perbatasan wilayah Syam. Semua yang terjadi disebabkan adanya persekongkolan dengan kaum Syi’ah. Di antaranya dengan ulama Syi’ah bernama as-Syarif al-Qummi Muhammad al-Murtadha dan juga al-Asyil bin Nashiruddin at-Thusi yang mendapat imbalan uang sebesar seratus ribu dirham atas pengkhianatannya.

 

Pengkhianatan Pada Tahun 705 H

Pada tahun tersebut, bangsa Tartar di bawah kekuasaan rajanya yang bernama Kharbanda, cicit dari Hulako Khan juga dapat membunuh mayoritas pasukan Halab. Hal ini disebabkan adanya pengkhianatan yang dilakukan oleh Syi’ah Nushairiyyah yang menetap di wilayah al-Jarad, al-Rafdh, dan at-Tayaminah.

Di kemudian hari, mereka (sekte syi’ah tersebut) dapat ditumpas oleh para mujahidin pimpinan seorang ulama Ahlus Sunnah bernama Ibnu Taimiyyah rahimahullah, dibantu pasukan Syam pimpinan wakil Sultan. Kaum muslimin berhasil membunuh banyak tentara Syi’ah dan menguasai mayoritas wilayah mereka.

 

Pengkhianatan Pada Tahun 717 H

Pada tahun tersebut, seorang tokoh Syi’ah Nushairiyyah bernama Muhammad bin al-Hasan al-Mahdi al-Qaim Biamrillah bersama pengikutnya melakukan pemberontakan. Dia meyakini bahwa ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu adalah tuhan, kadang-kadang beranggapan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah penguasa negeri-negeri.

Dia bersama pasukannya keluar dengan mengafirkan umat Islam. Lalu mereka memasuki kota Jabalah, membunuh penduduknya, dan merampas harta benda. Setelahnya, mereka berhasil menghancurkan masjid-masjid, kemudian dijadikan sebagai tempat minum khamr.

Para tentara Syi’ah tersebut menyuruh kepada setiap tawanan muslim untuk mengatakan, “Bahwa tiada tuhan yang berhak untuk disembah melainkan ‘Ali, sujudlah kepada al-Mahdi tuhanmu yang menghidupkan dan mematikan,” supaya kamu tidak terbunuh dan sebuah pernyataan dituliskan untukmu.

Mereka bertekad untuk menguasai kota-kota yang ada. Namun sebelum merealisasikan hal tersebut, pasukan pemerintah islam berhasil membunuh mayoritas mereka, termasuk al-Mahdi pimpinannya.

 

Pengkhianatan Pada Tahun 920 H

Pada tahun tersebut, pasukan Syi’ah dipimpin oleh Syah Ismail as-Shafawi menyerang kota Baghdad. Mereka membunuh penduduknya dan menghancurkan masjid-masjid yang ada. Mereka pula membongkar kuburan-kuburan kaum muslimin.

Maka daulah Utsmaniyyah mengirim pasukan untuk meredam kejahatan sekte Syi’ah tersebut. Terjadilah pertempuran yang cukup dahsyat antara kedua kubu di gurun Jalidiran. Hasil akhir pertempuran ini berpihak kepada pihak pemerintah.

 

Pengkhianatan Pada Tahun 933 H

Pada tahun tersebut, seorang tokoh Syi’ah Rafidhah bernama Baba Dzunnun mengerahkan pasukannya untuk menduduki kota Buzghad. Berjumlah lebih dari 3.000 tentara, mereka melakukan berbagai kejahatan di kota tersebut.

Pasukan Syi’ah ini beberapa kali sempat mengalahkan pasukan pemerintah yang dikirim kepada mereka. Hingga akhirnya daulah Utsmaniyyah berhasil menumpas para pengikut Syi’ah tersebut.

 

Pengkhianatan Pada Tahun 928-974 H

Pada rentang waktu tersebut, kota Quniyyah dan Mar’asy (di Turki) diserbu oleh pasukan Syi’ah pada masa sultan Sulaiman al-Qanuni. Tokoh Syi’ah Rafidhah bernama Qalandar Jalabi membawa pasukan sebanyak 30.000 tentara, membunuh kaum muslimin di dua kota tersebut.

Qalandar mengumumkan bahwa barangsiapa yang mampu membunuh seorang muslim, maka dia mendapat pahala yang melimpah. Di kemudian hari, mereka bisa dihancurkan oleh pemerintah.

 

Pengkhianatan Pada Tahun 1007 H

Pada tahun tersebut, Syi’ah Rafidhah dipimpin oleh Syah Abbas as-Shafawi menduduki Baghdad. Mereka membunuh pemimpinnya dan mendirikan negara baru. Syah Abbas menetapkan hukuman bunuh atas setiap muslim, atau dibutakan kedua matanya kecuali mau pindah menjadi pengikut Syi’ah.

Syah Abbas juga menjalin kerjasama dengan bangsa Eropa untuk menghancurkan daulah Utsmaniyyah. Bersamaan dengan hal itu, Syah Abbas membolehkan penyebaran agama Nasrani dan mengijinkan pembangunan gereja-gereja. Sampai akhirnya mereka diperangi oleh daulah Utsmaniyyah pada masa sultan Marad IV. Pasukan pemerintah berhasil membunuh 20.000 tentara Syi’ah.

 

Pengkhianatan Pada Tahun 1250 H

Pada tahun tersebut, sekte Syi’ah menyerang kota Adzaqiyyah (di Suria). Mereka membunuh kaum muslimin dan menjarah harta benda mereka di kota tersebut.

Daulah Utsmaniyyah berniat mengembalikan mereka kepada jalan yang benar. Maka dibangun masjid-masjid untuk mereka. Lalu kaum Syi’ah melaksanakan shalat di masjid-masjid tersebut.

Ketika pemerintah mengetahui bahwa mereka sudah bertaubat, maka pemerintah membiarkan mereka tinggal di sana. Setelah itu, mereka justru membakar masjid-masjid tersebut.

 

Pengkhianatan Pada Tahun 1339 H

Pada tahun tersebut, pasukan Islam keluar hendak mengusir Perancis yang sedang menduduki Suriah. Syi’ah Itsna Asy’ariyyah yang berada di daerah Salimah dan sekitarnya malah bergabung dengan kubu Perancis menyerang pasukan daulah Utsmaniyyah.

Setelah melewati pertempuran besar, umat Islam akhirnya dapat mengalahkan pasukan gabungan tersebut. Segala puji bagi Allah subhanahu wa ta’ala yang telah menghancurkan musuh-musuh Islam.

 

Keruntuhan Daulah Utsmaniyyah

Di akhir waktu, daulah Utsmaniyyah semakin condong kepada filsafat. Kesyirikan, kebid’ahan, dan kemaksiatan pun berkembang pesat. Ditambah dengan pendudukan Perancis atas Mesir dan Syam pada tahun 1213 H/1798 M di masa sultan Salim III. Lalu kekalahan terus berlanjut.

Diperparah dengan kekalahan pada perang dunia pertama (1914 M-1918 M) yang membuat kemerosotan dalam segala bidang. Hingga Mustafa Kamal dapat membubarkan kekhilafahan pada 3 Maret 1924 M. Sultan Abdul Majid II sendiri dilengserkan melalui parlemen Turki.

Waktu berjalan dengan cepat, bangsa Yahudi dapat menduduki Masjidil Aqsha. Mereka pula mendeklarasikan pembentukan negara pada 14 Mei 1948 M di wilayah Palestina. Keberhasilan mereka tak lepas dari makar Perancis dan Inggris. Demikian pula adanya konspirasi dengan Syi’ah di Suriah. Dan, Syi’ah Nushairiyyah di Lebanon turut bergabung dengan militer Yahudi dan Nasrani. Mereka mengatasnamakan diri sebagai Pasukan Karbala melakukan blokade, membantu pihak kafir, dan membunuh umat Islam.

 

Akhir Kata

Al-Imam Abu Zur’ah ar-Razi rahimahullah berkata tentang Syi’ah, “Mereka lebih pantas untuk dicela dan mereka adalah orang-orang zindiq (menampakkan keislaman dan menyembunyikan kekafiran).” (Lihat al-Kifayah lil Khathib al-Baghdadi)

Para pembaca yang mulia, demikianlah selayang pandang tentang Syi’ah dalam sejarah. Sebuah potret nyata yang jarang diketahui oleh jiwa. Semoga bisa menjadi pelita dalam kegelapan dan menjadi secercah cahaya bagi pencari kebenaran.

Wallahu a’lam bish shawab.

Penulis: Ustadz Muhammad Hadi hafizhahullah

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.