Rahmah, ramah tamah antar thalabah

 

Oleh Tim Reportase Santri

 

“Allahu akbar.. Allahu akbar.. Allahu akbar.. Laa ilaaha illallahu, Allahu akbar.. Allahu akbar wa lillahil hamd..”

Suara gema takbir, tahlil, dan tahmid yang saling bersahutan satu sama lain membuat iman ini menjadi membumbung setinggi langit. Memori kenangan pun satu persatu mulai masuk ke dalam relung hati yang terdalam. Seakan-akan rasanya baru kemarin kaum muslimin berjumpa dengan ‘idul fithri. Salah satu dari tiga hari raya kaum muslimin. Sebuah hari yang di mana bulan yang suci nan penuh berkah ini baru saja pergi meninggalkan mereka.

 

Hari itu begitu syahdu. Gembira yang bercampur dengan rasa sedih. Gembira, karena itu adalah hari raya kaum muslimin. Sedih, karena meninggalkan bulan yang penuh dengan kemuliaan dan keutamaan. Sekarang, jarum panjang telah berada tepat di angka dua. Yang berarti jam telah menunjukan pukul 06.10 WIB.

Terlihat di sana seorang yang mengenakan jubah berwarna putih. Derap langkahnya begitu pasti. Rasa kasih sayang yang penuh pun muncul dari semburat raut wajahnya. Menebarkan salam kepada setiap orang yang dilewatinya membuat hati ini tenteram melihatnya. Beliaulah yang nantinya akan berada di atas mimbar untuk mengisi khutbah ‘iedul fitri. Beliau adalah Ustadz Luqman Ba’abduh hafizhahullah.

 

Seusai khutbah ‘iedul fitri

Seusai khutbah shalat ‘iedul fitri, para jama’ah satu persatu mulai meninggalkan area shalat menuju rumah mereka masing-masing. Dimulai dari tim medis dan santri karantina, kemudian disusul oleh para ummahat (ibu-ibu) dan thalibah (santriwati), dan terakhir adalah para santri yang melewati pintu samping masjid dan ikhwan mutazawwijun (bapak-bapak).

Para santri yang telah diamanahi tugas untuk menata snack-snack yang dipersiapkan sejak tadi malam segera menuju ke “markas” mereka. Panitia Syawal juga segera mempersiapkan masjid sebagai tempat acara RAHMAH (ramah tamah) akan diadakan. Satu persatu santri dari lembaga tahfizh pun mulai berdatangan untuk menghadiri acara tersebut. Sampai akhirnya hampir seluruh santri telah duduk rapi sesuai dengan denah yang ditentukan oleh panitia.

 

 

Acara pun dimulai

Satu dua patah kata mulai keluar dari santri yang berasal dari Lumajang dan Banjarnegara. Susunan acara mereka berdua bacakan, serta tak lupa mereka juga mengingatkan seluruh santri tentang protokol kesehatan agar tetap dijalankan semampunya selama acara ini berlangsung. Di sana terlihat sosok orang yang tidak asing lagi di mata para santri. Koko dan sarung yang ia kenakan serta “tas kecil” yang dikalungkan dibadannya menambah sebuah ciri khas yang ada padanya.

Ya, kedatangannya membuat rona wajah para santri memancarkan kebahagiaan. Tutur kata dan gerak-geriknya membuat gigi-gigi mereka tak mampu lagi untuk disembunyikan. Keberadaannya memang selalu dinanti-nanti dan dicari oleh setiap santri. Itulah santri yang berasal dari Purwodadi.

Santri asal Banjarnegara itu pun segera undur diri dan mempersilahkannya untuk duduk di tempatnya, karena memang MC pada acara ini adalah santri yang berasal dari Purwodadi dan Lumajang.

 

Pembukaan acara

Wejangan yang disampaikan oleh Ustadz Hamzah hafizhahullah di awal acara telah didengarkan dengan seksama. Kemudian saatnya para santri mengungkapkan apa yang ada dalam isi hatinya di atas “kursi panas”.

Dipanggillah santri tahfizh yang sudah ditunjuk oleh musyrif (pengurus) untuk maju ke depan menyampaikan tulisan  yang telah ia siapkan sebelumnya. Santri itu bertutur, “Saya sangat senang berada di pondok ini, karena lingkungan di sini semuanya salafy. Berbeda dengan lingkungan di rumahku, semuanya awam. Di sini ternyata aku mendapatkan teman-teman yang beraneka ragam wataknya. Dan aku juga berjumpa dengan seorang musyrif yang selalu perhatian terhadapku.” Tutur Rafi 12 tahun, santri PT yang berasal dari Kendari namun lahir di Banyumas.

“Jadi, antum itu orang merantau atau tidak?” Tanya MC asal Purwodadi.

“Gak tau Mi..!” Jawab Rafi. Dengan gerak-geriknya yang lucu dan jawaban yang polos dari Rafi, mampu menghibur para santri sampai terdengar suara tawa dari mereka.

“Lho, nanti kalau telfon tanya keluarga ya..” Saran MC asal Purwodadi.

 

Kemudian majulah santri takhassus yang telah dilobi panitia, “Saya perwakilan dari tim ifthar (buka puasa), mengucapkan minta maaf atas segala kekurangan di dalam menyajikan menu ifthar. Taqabbalallahu minna wa minkum shalihal a’maal.” Abdullah al-Atsary, santri takhassus kelas 2 yang berasal dari Jogja.

Setelah itu, santri tahfizh yang telah dilobi oleh panitia malu-malu untuk maju ke depan, “Malu Mi..!!” Ia berteriak sambil menundukan punggungnya.

“Ayo nggak papa maju.. ayo temennya bantu nganter..” Bujuk MC asal Purwodadi.

 

Akhirnya ia pun berani maju tanpa harus dibantu oleh temannya dan menyampaikan, “Saya ucapkan jazaakumullahu khairan kepada panitia ifthar tahun ini dalam menyediakan makanan di sepuluh malam terakhir.” Irbadh (13 tahun), santri judud yang berasal dari Kendari dan lahir di Palembang.

“Oh, antum ya yang ngambil sosis paling banyak?” Tanya MC asal Purwodadi sambil mencontohkan dengan tangannya yang sedang menggenggam sebuah genggaman yang besar. Kemudian terdengarlah suara tawa dari para santri karenanya.

“Nggak kok ami! Aku cuma makan banyak di tempat..” Jawab Irbadh.

“Masih ada santri PT mungkin yang mau maju ke depan?” Tawar MC asal Purwodadi. Tak perlu waktu yang lama ternyata ada sosok santri yang berani mendekat ke “kursi panas”. Para santri pun tertawa karena melihat badannya maju-maju pada saat duduk di “kursi panas” sambil menggeser kursi ke depan sedikit demi sedikit.

“Siapa namanya? Berapa umurnya? Darimana asalnya?” Tanya sang MC asal Lumajang.

“Nama saya An-Nur Muhammad Musyaffa’, umur 12 tahun, saya berasal dari Depok.” Jawabnya dengan malu-malu.

Tiba-tiba…

“Itu namanya Khalid al-Hasyimi. Coba angkat tangannya..” Santri asal Purwodadi mengenalkan seorang temannya di depan umum. Dia pun malah melakukan hal yang tak terduga, dia mengangkat seluruh badannya (berdiri) hingga membuat para santri mengeluarkan tawanya.

 

Sang MC keluar

Setelah itu santri asal Purwodadi izin sejenak. Di saat itu ada santri lembaga takmili yang sudah menceritakan berbagai pengalamannya selama di pondok 2.

“Ayo dimulai..” Kata MC asal Purwodadi yang baru saja kembali.

“Lho, sudah dari tadi Mi..” Jawab Yusuf (santri lembaga takmili) yang berasal dari Jogja. Hal itu pun dapat membuat para santri terlihat riang.

Banyak santri asal Batam

“Populasi di pondok ini sekarang telah didominasi oleh santri asal Batam. Saya ingin salah satu dari mereka maju ke depan sini. Ia adalah yang paling tua dari mereka.” Bujuk santri asal Purwodadi.

Akhirnya majulah salah seorang santri yang juga tak kalah asing di kalangan para santri. Ia adalah Muqbil (14 tahun), santri mutawasith. Ia memiliki ciri khas yang unik. Yaitu lebatnya kumis yang dimiliki.

“Santri Batam di pondok ini ada berapa jumlahnya?” Tanya MC asal Purwodadi.

“Semuanya ada 17 santri.” Jawab Muqbil.

“Kok bisa tiba-tiba banyak kayak gini?” MC asal Purwodadi itu bertanya kembali.

“Ya gak tau Mi.. Saya ke sini, terus yang lainnya pada ke sini..” Santri pun tertawa dengan jawaban Muqbil yang polos tadi.

 

Penutupan

Setelah berakhirnya acara inti, mereka semua mulai masuk ke acara makan bersama. Para santri pun segera berhamburan menuju piring mereka masing-masing yang sudah berisikan rendang beserta nasinya. Dengan dimulainya acara tersebut, berakhir pula acara RAHMAH pada tahun ini.

Semoga Allah Ta’ala memberikan barakah-Nya kepada kita semua dan mengaruniakan kepada kita semangat menuntut ilmu serta taufik untuk mengamalkan ilmu yang kita pelajari. Kemudian mendakwahkannya serta bersabar di atasnya. Amin ya Arhamar rahimin

 

 

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.