Rihlah Nanggelan dalam Kenangan _bagian 2_
Oleh Tim Reportase Santri
Rihlah ke nanggelan kali ini diberi nama ‘SAFANA’ (Safar Penuh Warna). Sesuai dengan namanya, rihlah kali ini diwarnai dengan berbagai nuansa keseruan, kebersamaan, dan persahabatan.
Rihlah ini sangat kental warna ukhuwahnya. Bagaimana tidak, selain kami bertamasya, kami juga dituntut untuk berta’awun dan bekerja sama. Semua harus mau untuk berbagi dan saling menolong.
Jadilah keseruan kami bertumpuk di hari itu, kesenangan berpiknik ke alam terbuka, juga kebahagiaan akan kebersamaan yang jarang ada di luar sana.
Tempat yang akan kami tuju adalah tempat yang sangat jarang dijamah manusia, bahkan masyarakat setempat juga ‘enggan’ kesana, mungkin karena aksesnya yang sulit, juga tempatnya yang terpencil, atau kendala-kendala lainnya.
Karena itulah kami bisa bebas bermain tanpa ada orang lain yang datang. Apalagi di masa pandemi seperti ini, tempat ini sangat cocok untuk menjadi objek wisata aman Covid, insya Allah.
Masuk ke sana juga gratis, tidak ada loket atau karcis. Karena pantai itu belum resmi menjadi objek wisata, sehingga biaya operasional dan teknis pun bisa lebih minimum lagi.
Pegang Kemudi, Tancap Gas
Setelah semua peralatan siap dan dimasukkan ke dalam mobil, kami pun berangkat. Enam mobil mengangkut kami beserta barang bawaan ke luar ma’had. Sorak seru dan bahagia langsung terucap dari lisan-lisan. Ya, karena sejak masa pandemi, baru kali ini ma’had kembali mengadakan rihlah besar. Kalender tanggal 26 Mei 2021 mencatat keberangkatan mereka yang penuh suka cita.
Hari itu adalah hari Rabu. Cuacanya cerah, langit biru terlihat memesona. Burung-burung berkicau merdu seperti biasa, seolah ikut berbahagia bersama kami.
Keenam mobil melesat cepat di jalanan, menyalip kendaraan-kendaraan lainnya. Lincah, cepat dan terlihat antusias, seantusias para santri di dalamnya. Mereka membentuk sebuah konvoi. Mobil pabrikan Wuling bewarna putih memimpin di depan, diikuti mobil antik bergaya ambulan yang biasa kami sebut L-300. Usianya sudah senja. Di beberapa bagian, catnya terkelupas. Namun tenaganya mampu bersaing dengan mobil lainnya.
Di belakangnya ada Trooper, mobil klasik bercat hijau pudar. Umurnya sudah paruh baya dan terlihat memprihatinkan, namun ia tetap menderu dan bergerak lincah. Berikutnya ada Fortuner putih, Innova bewarna kelabu, dan masih ada lagi mobil Phanter bermesin diesel yang bergabung di konvoi.
Cerita L-300
Kebanyakan para sopir yang mengantar kami ke pantai, mereka belum pernah ke sana sebelumnya. Sehingga mereka belum tahu jalan mana yang harus dilalui untuk sampai ke sana.
Sebagaimana himbauan dari salah seorang ustadz, mobil L-300 mulai menjalankan keempat rodanya. Santri asal Jogja yang duduk di belakang kemudi segera menginjak pedal gas. Mobil itu mendapat mandat untuk menjadi pemandu bagi mobil yang lainnya, sehingga ia harus berjalan terlebih dahulu di depan mobil Wuling dan Troper. Padahal pengemudi L-300 termasuk yang belum tahu jalan ke arah pantai.
“Antum jalan dulu, nanti kami susul. Nanti kami yang akan di depan.” Ujar sang ustadz menyuruh L-300 untuk berangkat duluan. Sang ustadz sendiri ikut serta di mobil fortuner.
Di tengah perjalanan, L-300 mulai mengurangi kecepatan. Memberi kesempatan kepada mobil fortuner untuk menyusul dan mendahului, agar bisa menunjukkan jalan. Beberapa kali sang sopir menengok ke spion, memastikan apakah fortuner sudah menyusul atau belum. Namun ternyata, belum nampak juga mobil fortuner di spionnya. Perempatan jalan lebih dahulu mencegat mereka. Sebut saja namanya perempatan Galaxy, diambil dari nama sebuah taman binatang yang terletak di situ.
Sang sopir kebingungan ke mana ia harus berjalan, namun ia mengambil keputusan cepat untuk terus lurus. Itu berkat bisikan santri yang duduk di sebelahnya. Menurut perkiraannya, karena pantai Nanggelan berada di selatan, maka berarti itulah jalan yang mengarah ke sana.
Setelah berhasil melewati perempatan yang tak memiliki traffic light itu, salah satu penumpang di belakang berteriak memanggil sopir, “Mas, wuling dan trooper belok kanan lo..!!”
Sang sopir semakin bingung. Setelah berhitung bahwa pengemudi wuling membawa GPS, akhirnya L-300 memutuskan untuk atret dan berbalik arah. Kini, ia harus mengikuti dua mobil di depannya.
Putar Balik Kedua Kalinya
Karena proses putar balik tadi memakan waktu lama, L-300 kehilangan jejak. Dua mobil di depannya meninggalkan mereka. Sang sopir berusaha mengejar, ia memijak pedal gas dalam-dalam, mesin mobil meraung.
Dalam kecepatan tinggi, mobil melintasi pertigaan dan mengambil jalan lurus. Tiba-tiba penumpang di sebelah kiri mobil berteriak, “Mas, wuling dan trooper belok ke kiri.” Itulah mengapa dari tadi mereka tidak terlihat di depan, ternyata mereka telah berbelok ke kiri. Alhamdulillah sebagian penumpang L-300 melihatnya.
Namun, jalanan sempit yang langsung bersebelahan dengan tetumbuhan, membuat mobil tidak bisa langsung putar balik. Akhirnya setelah sang sopir menemukan ruang kosong di kiri jalan, ia langsung membalikkan mobilnya.
Bertanya Kepada Ustadz
Tidak mau salah jalan untuk yang ketiga kalinya, mobil L-300 akhirnya bertanya kepada ustadz di mobil fortuner. Kisah dua kali putar balik juga mereka ceritakan kepada sang ustadz melalui telepon.
“Oo, tadi harusnya di perempatan galaxy lurus terus. Nanti lurus terus aja.” Bimbing sang ustadz.
“Na’am ustadz, jazakumullahu khairan.” Santri yang menelepon mengakhiri panggilannya.
Setelah dikomunikasikan dengan sopir, akhirnya L-300 kembali ke perempatan galaxy, meninggalkan wuling dan trooper yang terus melanjutkan perjalanannya. “Biarin aja, mereka kan bawa GPS.” Kata salah seorang santri.
“Berarti nanti di perempatan kita lurus mas ya..” Seorang santri mengingatkan sopir.
Sesampainya di perempatan, sesuai perintah, sang sopir membawa mobilnya terus lurus.
“Loh mas, kok lurus?” Kata seorang santri ketika menyadari bahwa mobilnya salah jalan.
“Tadi katanya lurus.” Sang sopir balik bertanya, wajahnya mulai tegang.
“Maksudnya itu, kalau dari arah pondok, lurus. Kalau dari tempat kita tadi, ya belok kanan.” terang salah seorang dari santri.
“Berarti kita lurus kaya tadi, pas wuling belok ke kanan itu?” Sopir memperjelas.
“Iya mas.. betul sekali..” Timpal yang lain.
“Oalaaaahh..” Sang sopir mulai kesal, pasalnya memutar balikkan mobil di tengah lalu lintas dua arah yang ramai, itu tidak mudah. Apalagi untuk membelokkan L-300 ini butuh kekuatan Power Sepiring, karena mobil ini belum memiliki teknologi Power steering.
Kembali Bertemu dengan Wuling dan Trooper
Sekarang, L-300 melaju tanpa ragu sesuai arah yang ditunjukkan oleh ustadz. Meninggalkan wuling dan trooper yang entah sekarang sudah di mana.
“Waduh, kita munfaridan nih..!!” Ujar salah seorang penumpang L-300.
“Gak papa, yang penting kita di atas kebenaran..” Timpal yang lain.
“Kalau kaya gini, ini namanya Safana (safar kemana-mana)..” Tutur santri asal Tegal, mengenang kejadian tiga kali putar balik dan salah jalan tadi.
“Haahaa..” Tawa pun memecah suasana yang tadinya terasa tegang.
Kini mereka berjumpa lagi dengan pertigaan. Tidak ada jalan lurus, hanya ke kanan atau ke kiri. Tiba-tiba di depan mereka, “Weenngg.” Wuling dan trooper melintas dari arah kanan ke kiri.
“Lha itu mereka, ketemu lagi akhirnya.” Ternyata GPS mengarahkan mereka ke jalan yang lebih jauh. Kalau L-300 tidak perlu putar balik tiga kali, mungkin mereka akan jauh mendahului wuling dan trooper.
Sekarang, semuanya berjalan beriringan, Wuling memimpin. Di pertigaan berikutnya, tiga mobil yang terdepan itu memutuskan untuk berhenti. Membiarkan mobil fortuner menyusul dan memimpin iring-iringan.
Di Tengah Perkebunan
Pemandangan kebun karet terhampar di kanan kiri. Memang, jalanan yang kami lalui membelah kebun-kebun milik PTPN, sebagiannya milik swasta. Pohon-pohon karet terlihat berjejer rapi. Sebagiannya menjulang tinggi, lalu dahannya menjuntai ke arah jalan di sisi kanan dan kiri, membentuk terowongan. Sayatan di batangnya menghasilkan getah karet bewarna putih, sumber kehidupan bagi para pekerjanya.
Dari tadi mereka hilir mudik menaikkan hasil deresan ke dalam truk. Setelah semalaman mereka begadang menyayat ratusan batang karet, menantang bahaya hutan di tengah malam, paginya mereka masih harus memikul karet di atas punggunguntuk dinaikkan ke atas truk.
Sebagian lahan sudah nampak tidak produktif. Sebagiannya lagi sudah diganti dengan tanaman semusim seperti jagung, tebu, dan lain sebagainya. “Sekarang hasil karet sudah tidak menjanjikan seperti dulu, harganya turun. Makanya petani lebih memilih untuk menanam tanaman semusim.” Kata salah seorang sopir menjelaskan kepada kami.
Cerita Innova
Setelah melewati jalanan perkebunan, kini saatnya memasuki Jalur Lintas Selatan (JLS). Jalanan ini masih dalam tahap pembangunan, ia belum beraspal. Masih berupa tanah yang dipadatkan, konturnya masih belum rata, cekungan terdapat di sana-sini. Membuat para sopir harus berhati-hati dan cermat memilih jalan, mobil juga tidak bisa melaju dengan kecepatan tinggi.
“Sroogg..” Bagian bawah mobil Innova berkali-kali terdengar menggesek jalan. “Ini kalau boleh nangis, mobilnya sudah nangis dari tadi nih..” Tutur supir mobil Innova tersebut.
“Sopir re suerru tenan kok jan.. Nek enek jeglongan langsung di rem, ciiiiiitttt..!! Ngko maju banter meneh..” Kata salah seorang penumpang di dalamnya berkomentar.
“Opo meneh pas belak-belok neng dalanan seng uapik kae.. Jarene lueh apik ko JLS.. Iki jenenge Safar kakean werno.. hahahaaa..” Tutur santri tersebut dengan nada khasnya yang sambil tertawa.
Trooper Kambuh
Di tengah medan yang seperti itu, tiba-tiba mobil trooper berhenti, mesinnya mati. Sopirnya melambaikan tangan ke luar jendela. Mobil L-300 yang tepat berada di belakangnya segera menyusul, sampai akhirnya berhasil mensejajarinya.
Sopir tropir kembali mencoba menstarter mobilnya, namun gagal. Ia pun membuka kap penutup mesin, sedikit mengecek, lalu menyimpulkan, mungkin ada masalah di filter solarnya. Memang biasanya filter solar itu harus ganti secara berkala, namun yang ini sudah lama tidak ganti.
Mobil fortuner yang sudah jauh di depan segera dihubungi. Beberapa saat menunggu, akhirnya mereka datang. “Sudah, yang lainnya lanjut aja. Penumpang trooper dioper ke mobil lainnya. Mobilnya biar kami urus.” Kata salah seorang ustadz.
Akhirnya yang lain segera melanjutkan perjalanan, masih tersisa sekitar 5 kilometer lagi. Setelah melalui beberapa perbaikan ringan, akhirnya trooper dapat berjalan kembali, hanya sekedar untuk sampai di tempat tujuan.
Perjuangan masih belum selesai, dan kisah ini masih belum berakhir. Entah sampai berapa episode lagi. Tapi yang jelas memang safar ini betul-betul penuh warna. Di jalanan ini pula, mobil fortuner yang segagah itu sempat terperosok ke sebelah kiri. Supirnya yang baru pertama kali menjajal medan seperti ini, langsung panik. Akhirnya semua penumpang disuruhnya keluar, untuk mendorong mobil bersama-sama. Dan akhirnya berhasil juga.
Ikuti terus petualangan kami di artikel-artikel selanjutnya, jangan sampai kelewatan.