Rinai Hujan di Ma’had Kami
Oleh Abu Khalid Surakarta, Takhasus
Akhir Juli kemarin, adalah permulaan datangnya musim penghujan di tempat kami ini. Hujan gerimis yang turun di siang hari itu tak kunjung reda. Ia terus menjatuhkan dirinya untuk membasahi bumi ini, dalam rangka menaati perintah Rabbnya. Rabb yang Maha Mampu atas segala sesuatu.
Di siang hari yang tak cerah seperti biasanya karena terhalangi oleh awan, terlihat para santri sedang menuju masjid. Mereka memenuhi panggilan Rabbnya. Mereka laksanakan perintah dari-Nya. Perintah untuk rukuk dan sujud. Perintah untuk beribadah hanya kepada-Nya.
Seusai Salat
Salat pun telah usai. Zikir dan salat rawatib tak lupa mereka kerjakan. Hujan yang turun layaknya embun itu membuat langkah kaki salah satu santri terhenti sejenak, memerhatikan butiran rinai yang jatuh. Ia seakan-akan melihat sesuatu yang pernah ia lihat sebelumnya.
Benar-benar pemandangan yang membuat matanya enggan untuk jemu ketika melihatnya. Hatinya pun ikut tersentuh karenanya. Ia kemudian melangkahkan kakinya menuju asrama yang berada tak begitu jauh dari masjid.
Dia segera meraih sebatang payung dengan label ‘POLYTRON’ di sisinya. Walaupun hujan yang turun hanya rintik-rintik, ia tetap mengembangkan payung pemberian orang tua itu di atas kepalanya. Ia berharap, semoga dengan memanfaatkan payung itu dalam hal kebaikan, dapat menambah berat timbangan amal saleh serta menghapuskan dosa-dosa kedua orang tuanya.
Santri itu terus melangkahkan kakinya secara perlahan. Sembari ia ulurkan salah satu tangannya ke depan untuk merasakan tetesan air hujan yang begitu lembutnya. Hatinya beralun tenang, jantungnya pun berdegup pelan.
Perlahan tapi pasti, tak terasa santri itu telah menginjakan kakinya di dalam asrama. Ia segera meletakkan payung yang telah ia kuncupkan di atas ember yang terletak di depan asramanya. Payung itu memang tidak terlalu besar. Akan tetapi, yang terpenting adalah manfaat yang ia hasilkan, yaitu ketika melindungi penggunanya dari air hujan yang sedang turun.
Hujan Deras Pun Menyusul
Tak lama hujan itu tiba-tiba berubah menjadi deras. Santri itu pun segera memanfaatkan momen tersebut untuk sedikit menghangatkan badannya yang sedari tadi terasa dingin karena kurang enak badan. Ia terlebih dahulu membeli teh di Maqshaf Ma’had yang jaraknya cukup jauh dari asramanya. Dengan menggunakan payung yang ia miliki, ia berangkat menuju maqshaf dengan semangat.
Hujan pun Reda Juga
Tak terasa hujan pun reda setelah ia menuangkan air panas dari ceret ke dalam gelasnya. Hujan pun kembali menjadi layaknya butiran tipis yang turun dari langit. Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan hujan di daerah kami. Walaupun hanya gerimis saja, dan sesekali bertambah deras, tetapi itu sudah lebih dari cukup untuk membuat jiwa ini terasa sejuk dari terik matahari yang biasanya menyengat.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memudahkan kita semua untuk selalu mengingat dan bersyukur kepada-Nya ketika melihat kebesaran-Nya. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala segera mengangkat wabah dan fitnah (ujian) yang tak kunjung reda ini. Amiin.. Yaa Mujiib as-Saailiin..