Santri Itu Luar Biasa
Oleh Abul Harits 1A Takmili
Ketika hasrat ibadah terasa lemah…
Saat taat dirasa berat…
Tatkala syahwat semakin menguat…
Di kala jiwa terkubur dalam futur…
Maka katakanlah kepada jiwamu, relakah Anda mati dalam keadaan seperti ini?
Jika tidak, maka bangkitlah sekarang juga!
Kata sebagian orang, mungkin hanya kami–para santri–orang yang tidak memiliki arah dan tujuan hidup, yang hidup kotor dan kumuh, atau anak nakal yang tidak diterima di sekolah umum lalu dimasukkan di pesantren. Begitulah anggapan sebagian orang terhadap santri.
Ternyata apa yang mereka katakan tak seperti realita yang terjadi. Jutsru, kondisi santri itu seratus delapan puluh derajat dari apa yang mereka sampaikan. Dengan izin Allah, santri itu luar biasa. Santri itu serba bisa. Santri itu siap hidup apa adanya, di mana saja dan bersama siapa saja.
Benar, senyatanya santri adalah orang-orang yang memiliki tujuan hidup nan agung. Melalui thalabul ilmi dan berbekalkan iman takwa, mengarungi samudera ilmu yang begitu luas berhaluan al-Qur’an dan as-Sunnah yang tak membuat seorang pun tersesat jika berpegang teguh dengannya. Hal ini seperti sabda Nabi kita yang mulia, nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam,
إِنِّي قَدْ تَرَكْتُ فِيكُمْ مَا إِنِ اعْتَصَمْتُمْ بِهِ فَلَنْ تَضِلُّوا أَبَدًا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Sesungguhnya aku telah meninggalkan di tengah-tengah kalian sesuatu yang jika kalian berpegang teguh dengannya kalian tidak akan tersesat selamanya yaitu kitabullah (al-Qur’an) dan as-Sunnah (Hadits).” (Lihat al-Mustadrak ‘alash-Shahihain 1/171)
Di Pondok II Ma’had Minhajul Atsar Jember…
Di sinilah kami memulai kisah perjalanan thalabul ilmi sebagai santri di jenjang Takmili. Sore itu adalah sore yang berat rasanya bagi kami, pasalnya kami harus meninggalkan Pondok I dan menuju ke Pondok II.
Gerimis hujan ikut menyelimuti kesedihan kami saat itu dengan segala keterbatasan fasilitas. Alhamdulillah, kami bersyukur masih bisa belajar. Suka dan duka pasti akan kami rasakan di sini.
Kami tidak hanya menjadi santri biasa…
Tapi…
Di sini kami bahkan menjadi santri yang luar biasa. Di samping kesibukan menimba ilmu, kami juga diamanati bebagai divisi, seperti Tim Tamu, Tim Masjid, dst.
Lebih daripada itu, kami juga diamanahi ladang yang harus kami rawat dan kami jaga setiap harinya. Tugas-tugas tersebut bertujuan untuk melatih kekompakan, kepekaan, kerja sama dan amanah dalam melaksanakan tugas. Jenuh dan bosan kadang datang menghampiri. Akan tetapi kami mencoba untuk menguatkan diri, demi menggapai janji suci menuju Jannah-Nya.
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الجَنَّةِ
“Barangsiapa menempuh jalan dalam rangka mencari ilmu agama maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (Sunan at-Tirmidzi 5/28)
Menuntut ilmu tak mudah kawan!
Butuh kesabaran dan semangat baja. Lihatlah Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma ketika beliau ditanya oleh seseorang, “Bagaimana cara Anda mendapatkan ilmu?” Beliau menjawab, “Dengan lisan yang banyak bertanya, pemahaman yang cerdas dan tubuh yang tak mudah bosan.” (Pelajaran kitab Tadzkiratus-Sami’ wal-Mutakallim bersama Ustadz Abu Abdillah Majdiy)
Menuntut ilmu merupakan ibadah besar dan termasuk jihad fisabilillah. Perhatikanlah perkataan Muadz bin Jabal radiallahu’anhu berikut ini, “Pelajarilah ilmu! Sungguh mempelajarinya adalah kebaikan, menuntutnya adalah ibadah, mengulang-ulangnya adalah tasbih, mencarinya adalah jihad, pengorbanan untuknya adalah taqarub, dan mengajarkan kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah sedekah.”
Banyak cerita tentang kekompakan, kebersamaan, kepedulian dan saling menolong sesama kami di sini. Mungkin salah satu dari sekian kisah tersebut adalah ketika pertama kali kami di sini. Saat itu adalah bulan Dzulhijjah. Astidzah senantisa membingbing kami untuk bersemangat dalam melakukan amal ketaatan terutama ketika Ustadz Luqman Ba’abduh–semoga Allah selalu menjaga beliau–membacakan hadits tentang keutamaan bulan Dzulhijjah.
Maka terbukalah hati salah seorang dari kami untuk mengamalkanya. Mulailah dia mengajak teman-teman untuk puasa esok hari. Awalnya hanya sekitar 5 orang saja. Yang menarik adalah kami sahur dengan hidangan sederhana, yaitu ¼ kg kacang hijau untuk porsi 5 orang. Sedikit dan sederhana, tapi kami yakin semoga sahur kami ini mendapat berkah sebagaimana sabda nabi-Nya,
تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً
“Makan sahurlah kalian, karena di dalam makan sahur itu tersimpan keberkahan.” (Shahih al-Bukhari)
Alhamdulillah, kami mampu menahan lapar hingga adzan Maghrib dikumandangkan. Keesokan harinya salah seorang teman bertanya kepada ana, “Akhi, kira-kira labu bisa diolah apa buat sahur, Antum bisa ngolah gak?”
“Terserah antum dah!”
“Kalo bisa, ana mau beli buat sahur besok,” dia menjawab.
“Ana bisa walaupun sebelumnya ana gak pernah masak labu,” jawab ana.
“Insyaallah ana bisa, tapi ana gak punya uang untuk iuran.”
“Ya gak papalah,” jawabnya singkat.
Tak disangka-sangka pertolongan Allah datang ketika kita mau berusaha bersyukur dan bersabar dengan apa adanya.
Ternyata ada beberapa teman yang ikut berpuasa bersama kami dan membelikan ifthar untuk yang berpuasa. Kira-kira yang berpuasa saat itu sebelas orang. Alhamdulillah atas segala nikmat-Nya. Ini semua merupakan buah dari tawakal kepada Allah. Sebagaimana di dalam hadits,
لَوْ أَنَّكُمْ تَوَكَّلْتُمْ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ، لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا
“Kalau kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakkal, niscaya Allah akan memberikan rezeki kepada kalian sebagaimana Allah memberikan rezeki kepada burung. Dimana burung itu pergi dalam keadaan perutnya kosong dan kembali dalam keadaan penuh temboloknya.” (Musnad Imam Ahmad 1/438)
Hingga akhirnya suatu hari kami menjadi petugas pendataan orang berpuasa, guna mendata orang yang puasa dan menyiapkan sahur serta ifthar bagi yang puasa. Setelah itu ada infak rutin khusus bagi yang berpuasa. Ada sajian khusus untuk berbuka bagi yang puasa dari teman-teman yang diberikan kelapangan rezeki oleh Allah ta’ala.
Berkat pertolongan Allah kemudian program ini, teman-teman yang berpuasa menjadi terbantu dan bertambah semangat. Alhamdulillah, hingga saat ini jumlah santri putra yang berpuasa sunnah secara rutin mencapai 200-an orang.
Mungkin inilah sedikit dari sekian banyak kisah kami yang bisa kami ceritakan. Sebelum kami tutup kisah ini, ingin rasanya kami sampaikan untaian kata yang semoga bisa diambil manfaatnya. Kami katakan kepada semuanya,
Ketika hasrat ibadah terasa lemah…
Saat taat dirasa berat…
Tatkala syahwat semakin menguat…
Di kala jiwa terkubur dalam futur…
Maka katakanlah kepada jiwamu, relakah Anda mati dalam keadaan seperti ini?
Jika tidak, maka bangkitlah sekarang juga!
Sebelum semuanya terlambat dan berakhir dengan penyesalan
Semangatlah belajar kawan
Karena kamu tak tahu kapan kamu akan terhalangi darinya!