Urgensi Mengamalkan Ilmu
Oleh Abdul Ghaffar Banjarnegara, Takhasus
Menuntut ilmu agama adalah kewajiban bagi setiap muslim. Karena dengan menuntut ilmu agama, seorang akan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat, dan hati menjadi lapang. Kita semua pasti banyak mengetahui tentang keutamaan-keutamaannya. Namun di sana ada beberapa sebab yang menghalangi seorang penuntut ilmu dari keutamaan-keutamaan tersebut. Di antara sebabnya adalah tidak mengamalkan ilmu yang telah dia ketahui.
Perlu diketahui, bahwa segala perbuatan dan ucapan kita akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat nanti. Termasuk ilmu yang telah kita ketahui, hal tersebut sebagaimana yang sabda baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
((لاَ تُزُوْلُ قَدَمَ عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيْمَا فَعَلَ بِهِ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَ فِيْمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيْمَا ابْلَاهُ)) رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ
“Tidak akan bergerak kedua kaki seorang hamba pada Hari Kiamat sampai dia ditanya tentang umurnya, untuk apa dia habiskan. Kemudian tentang ilmunya apa yang telah dia perbuat dengannya, kemudian hartanya dari mana dia dapatkan dan ke mana dia infakkan. Kemudian tentang jasadnya untuk apa dia gunakan?” (HR. At-Tirmidzi)
Tentu, seorang mukmin yang jujur keimanannya (terlebih thullabul ilmi) tatkala membaca hadis diatas dan merenunginya, maka hatinya akan tergerak untuk selalu mengintrospeksi diri. Lalu dia berupaya untuk menutupi segala kesalahannya.
Baca Juga: Hadapi Fitnah (Ujian) dengan Banyak Beramal
Tetap Bodoh Jika Tak Beramal dengan Ilmu
Seorang akan tetap dikatakan bodoh sampai dia mengamalkan ilmunya, walaupun secara lahir dia tampak menguasai ilmu agama. Imam Fudhail bin Iyadh rahimahullahu Ta’ala pernah mengatakan,
لاَيَزَالُ الْعَالِمُ جَاهِلًا بِمَا عَمِلَ حَتَّى يَعْمَلَ بِهِ فَإِذَا عَمِلَ بِهِ كَانَ عَالِما
“Senantiasa seorang alim dikatakan bodoh terhadap apa yang dia ketahui sampai dia mengamalkannya. Apabila dia telah beramal dengannya maka barulah dia bisa dikatakan sebagai alim.”
Dahulu para salaf sangat bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu dan mengamalkannya. Bahkan disebutkan dalam beberapa riwayat, bahwa tatkala mereka menghafal 10 ayat Al-Quran, mereka tidak akan berpindah ke ayat yang setelahnya sampai mereka benar-benar telah mengamalkannya.
Penutupan
Sampai di sini kita bisa mengambil pelajaran tentang urgensi mengamalkan ilmu dan semangat para salaf dalam hal ini. Maka banyaknya ilmu pada seorang bukan menjadi tinjauan bahwa dia adalah orang yang terbaik. Begitu pula sedikitnya ilmu seorang bukan menjadi tinjauan bahwa dia adalah orang terburuk, akan tetapi yang menjadi tolok ukur baiknya seorang adalah takwa. Yang mana takwa termasuk dari sikap mengamalkan ilmu.
Artikel Kami: Hanya Amal yang Menemani di Alam Kubur