KEMUDAHAN SYARIAT ISLAM DI MASA PANDEMI (Bag. 1)

KAPAN KITA SHALAT JUMAT DAN BERJAMAAH?

Ini merupakan sebuah pertanyaan yang hingga hari ini masih menggema di pikiran setiap perindu masjid. Pertanyaan yang sampai saat ini terus menunggu jawaban segera. Maka, demi menemukan jawaban tersebut, mari kita ikuti uraian di bawah ini!

Semoga Allah memberikan taufik kepada kita untuk memahaminya. Amiin.

IBADAH ADALAH GHAYAH

Sudah maklum, bahwa ibadah merupakan tujuan yang dengannya Allah menciptakan manusia. Allah berfirman,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ (56)

 “Tidaklah aku menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat: 56)

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’diy rahimahullah berkata,

هذه الغاية، التي خلق الله الجن والإنس لها، وبعث جميع الرسل يدعون إليها، وهي عبادته، المتضمنة لمعرفته ومحبته، والإنابة إليه والإقبال عليه، والإعراض عما سواه، وذلك يتضمن معرفة الله تعالى، فإن تمام العبادة متوقف على المعرفة بالله، بل كلما ازداد العبد معرفة لربه، كانت عبادته أكمل، فهذا الذي خلق الله المكلفين لأجله، فما خلقهم لحاجة منه إليهم.

“Ini adalah tujuan yang dengannya Allah menciptakan jin dan manusia, mengutus seluruh Rasul dan mendakwahkannya kepada manusia. Sebuah tujuan yang mengandung pengenalan kepada Allah dan cinta kepada-Nya, sikap kembali dan menghadap kepada-Nya serta berpaling dari-Nya. Ini semua mengandung ma’rifatullah. Kesempurnaan ibadah itu tergantung kepada pengenalan kepada Allah. Setiap kali pengenalan seorang hamba kepada Allah bertambah, maka ibadahnya semakin sempurna. Inilah tujuan yang dengannya Allah menciptakan manusia. Tidaklah Allah menciptakan manusia karena Allah butuh kepada mereka.”

RAMBU-RAMBU DALAM IBADAH

Prinsip-prinsip dalam melaksanakan ibadah diatur secara lengkap dalam syariat. Bukan berdasarkan perasaan dan analisa-analisa pribadi. Diantara prinsip tersebut adalah apa yang disebutkan dalam syariat:

  1. SESUAI KEMAMPUAN

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ (16)

“Bertakwalah kepada Allah sesuai dengan kemampuan kalian.” (QS. at-Taghabun: 16)

Dari Abu Hurairah Nabi bersabda,

مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ!

“Apa yang aku larang kalian darinya maka tinggalkanlah dan apa yang aku perintahkan maka kerjakanlah sesuai kemampuan kalian.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

  • PRINSIP KEMUDAHAN

يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ (185)

“Allah menginginkan kemudahan dan tidak menginginkan kesulitan dari kalian.” (QS. al-Baqarah: 185)

Disebutkan dalam sunnah, telah sampai berita kepada Rasulullah bahwa seseorang memanjangkan bacaan shalatnya. Nabi mendatanginya, lalu beliau memegang pundaknya dan bersabda,

إِنَّ اللهَ رَضِيَ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ الْيُسْرَ وَكَرِهَ لَهُمُ الْعُسْرَ، (قَالَهَا ثَلَاثَ مَرَّاتٍ) وَإِنَّ هَذَا أَخَذَ بِالْعُسْرِ وَتَرَكَ الْيُسْرَ.

“Sesungguhnya Allah meridhai dari umat ini kemudahan dan membenci kesulitan (Nabi mengucapkannya tiga kali). Sedangkan orang ini mengambil yang sulit dan meninggalkan yang mudah.” (Lihat ash-Shahihah 4/178)

  • TIDAK TAKALLUF DAN BERLEBIHAN

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوْا فِيْ دِيْنِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعُوا أَهْوَاءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا مِنْ قَبْلُ وَأَضَلُّوا كَثِيرًا وَضَلُّوا عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ (77)

Katakanlah, “Wahai Ahli Kitab janganlah kalian berlebihan dalam urusan agama kalian tanpa kebenaran. Jangan pula kalian mengikuti hawa nafsu suatu kaum yang sebelumnya telah sesat, menyesatkan banyak orang, dan mereka sesat dari jalan yang lurus.” (QS. al-Maidah: 77)

Allah juga berfirman,

وَمَا أَنَا مِنَ الْمُتَكَلِّفِينَ (86)

“Aku tidaklah termasuk orang-orang yang memberat-beratkan diri.” (QS. Shad: 86)

Nabi bersabda,

وَإِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّيْنِ فَإِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمُ الْغُلُوُّ فِيْ الدِّيْنِ.

“Hati-hatilah dari sikap ghuluw dalam beragama. Sesungguhnya yang membinasakan umat sebelum kalian adalah sikap ghuluw dalam masalah agama.” (Lihat ash-Shahihah 1213)

Dari Mihjan bin al-Adra’, Nabi bersabda,

إِنَّ خَيْرَ دِينِكُمْ أَيْسَرُهُ، إِنَّ خَيْرَ دِينِكُمْ أَيْسَرُهُ ثلاثاً.

“Sesungguhnya sebaik-baik agama kalian adalah yang termudah, sesungguhnya sebaik-baik agama kalian adalah yang termudah.” (Lihat Shahih al-Adab al-Mufrad)

Dari Abdullah bin Abbas, Nabi juga bersabda,

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ أَنْ تُؤْتَى رُخَصُهُ.

“Sesungguhnya Allah menyukai apabila keringanannya dikerjakan.” (Lihat at-Ta’liq ar-Raghib 2/92)

TERHALANGI UDZUR, PAHALA TETAP TERCATAT

Dalam hadis Anas, Nabi bersabda sepulang dari Tabuk,

«إِنَّ بِالْمَدِينَةِ أَقْوَامًا مَا سِرْتُمْ مَسِيرًا وَلَا قَطَعْتُمْ وَادِيًا إِلَّا كَانُوا مَعَكُمْ». وَفِي رِوَايَةٍ: «إِلَّا شَرِكُوكُمْ فِي الْأَجْرِ». قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللَّهِ وَهُمْ بِالْمَدِينَةِ؟ قَالَ: «وهُمْ بِالْمَدِيْنَةِ حَبَسَهُمُ الْعُذْرُ»

“Sesungguhnya di Madinah ada beberapa orang. Mereka tidak berjalan dan menempuh perjalanan seperti kalian, tetapi mereka bersama kalian.” Dalam riwayat lain, “Mereka menyertai kalian dalam pahala.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah mereka di Madinah?” Nabi menjawab, “Ya, mereka di Madinah, karena terhalangi udzur.” (HR. al-Bukhari)

Dari Abu Musa, dari bapaknya, Nabi bersabda,

إِذَا سَافَرَ ابْنُ آدَمَ أَوْ مَرِضَ كَتَبَ اللَّهُ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلَ مَا كَانَ يَعْمَلُ وَهُوَ مُقِيْمٌ صَحِيْحٌ.

“Jika anak Adam safar atau sakit maka Allah akan mencatatkan pahala untuknya seperti pahala ketika dia beramal dalam keadaan mukim dan sehat.” (Lihat al-Irwa’ 560)

Diantara udzur yang dengannya seorang diberi keringanan untuk tidak menghadiri Jumat dan jamaah adalah:

  1. Sakit
  2. Musafir
  3. Orang yang takut atau khawatir, baik terhadap keselamatan jiwanya, hilangnya harta, kendaraan, dll.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.