Kisah Imam adz-Dzuhli dengan Imam al-Bukhari

H-11

 

 

Oleh Abu Abdirrahman Abdullah Pango Raya Aceh

 

Ujian akan terus ada…

Selama seseorang itu masih berada di dunia…

Besar kecilnya ujian yang menimpa…

Tergantung dengan keimanan yang ada pada seorang hamba…

Apabila keimanan yang ia miliki kuat maka besar pula ujian yang dirasa…

Namun apabila keimanannya lemah maka akan ringan ujian yang terasa…

Ujian tersebut akan menimpa siapa saja…

Baik orang tersebut raja maupun rakyat jelata…

Orang-orang shalih maupun preman yang ada di kota…

Pekerja kantoran maupun ibu rumah tangga…

Pria ataupun wanita…

Semuanya tidak ada yang terlepas dari ujian dan bencana…

Terkadang ujian tersebut bisa berupa kebaikan yang ada padanya…

Maupun kejelekan yang akan menimpa…

Itu semua telah di tentukan oleh Sang Pencipta…

Dan dibalik itu semua ada hikmah dari Dzat yang Maha Kuasa…

Yang tidak diketahui oleh para hamba…

Selama dia belum di kembalikan kepada Dzat yang Maha Kaya…

Bedasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala…

وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

                “Dan kami akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai ujian. Dan hanya kepada kami kalian di kembalikan.” (QS. Al Anbiyya: 35)

Dan sabda Nabi-Nya shallahu ‘alaihi wa salam yang mulia…

إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ بَلاَءً الأَنْبِيَاءُ، ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ

“Sesungguhnya manusia yang paling dasyat ujiannya adalah para nabi, kemudian yang semisal dengannya dan yang semisal dengannya.” (HR. An-Nasai: 7/47)

Semua ujian yang ada…

Harus kita jalani dengan sabar dan percaya…

Akan janji Rabb yang Maha Esa…

Seorang imam besar yang terkenal dengan keilmuanya…

Dahulu dimulyakan dan dipuja-puja…

Oleh kaum muslimin di seluruh penjuru kota…

Namun karena ujian yang menimpa…

Beliau ditinggalkan bahkan di usir dari desa…

Karena ada sebagian para ulama…

Yang iri dengki terhadap keilmuan yang ada pada dia…

Sabar dan menerima…

Seorang imam yang memiliki banyak karya…

Yang majelisnya didatangi para penuntut ilmu dari berbagai benua…

Karena kepiawaian beliau dalam menyampaikan ilmu agama…

Pujian dan sanjungan untuk beliau datang dari mana-mana…

Baik dari guru beliau sendiri maupun ulama yang setara…

Bila beliau mendatangi suatu kota…..

Ratusan ribu kaum muslimin menyambut beliau di perbatasan kota…

Hanya karena ingin melihat wajahnya…

Dialah Muhammad bin Ismail Al Bukhari rahimahullahu ta’ala…

 

Awal munculnya fitnah

Fitnah itu bermula ketika beliau datang ke suatu daerah di Naisabur dalam rangka menimba ilmu dari para ulama hadits yang ada di sana. Kedatangan beliau ke negeri tersebut sudah berulang kali karena daerah tersebut termasuk salah satu pusat ilmu sunnah. Terlebih lagi di sana terdapat guru beliau yang bernama Muhammad bin Yahya adz Dzuhli. Pada suatu hari terdengarlah berita gembira tentang kedatangan Imam Al Bukhari ke Naisabur dan beliau akan tinggal di sana untuk waktu yang lama. Bahkan Imam Muhammad bin Yahya Adz Dzuhli sendiri yang mengumumkan di majelisnya akan kedatangan imam besar tersebut dengan menyatakan:

“Barangsiapa yang ingin menyambut Muhammad bin Ismail besok, silahkan menyambutnya, karena besok aku akan menyambutnya.”

Maka kaum muslimin bergegas untuk mengadakan persiapan demi menyambut imam besar tersebut di kota mereka.

Pada hari kedatangan beliau berbondong-bondong kaum muslimin menyambutnya di pinggir-pinggir kota dari anak kecil hingga orang dewasa, pria dan wanita, ulama maupun orang biasa. Diantara yang berkerumun menunggu kedatangan beliau adalah Imam Muhammad bin Yahya Adz Dzuhli itu sendiri beserta para ulama yang lainnya.

Imam Muslim bin Hajjaj menceritakan:

“Ketika Muhammad bin Ismail Al Bukhari datang ke Naisabur, semua pejabat pemerintah dan semua ulama menyambutnya di batas negeri.”

Ketika Imam Muhammad bin Ismail tiba di Naisabur, kaum muslimin menyambutnya dengan penyambutan yang demikian besar dan agung. Beribu-ribu orang mendatangi tempat tinggal beliau setiap harinya untuk menanyakan kepada beliau berbagai masalah agama, khususnya berbagai kesulitan tentang ilmu hadis. Akhirnya majelis para ulama yang lainnya menjadi sepi dari para penuntut ilmu. Dari sebab ini mungkin munculnya rasa hasad di hati sebagian ulama yang berada di Naisabur terhadap Imam Al Bukhari dan hal tersebut menjadi perbincangan di tengah-tengah mereka.

Di hari ketiga beliau barada di Naisabur, terjadilah peristiwa yang amat di sesalkan. Diceritakan oleh Ahmad bin Adi peristiwa yang terjadi itu sebagai berikut:

“Telah menceritakan kepadaku sekolompok ulama bahwa ketika Muhammad bin Ismail sampai ke negeri Naisabur dan orang-orang pun berkumpul menghadiri majelis beliau, maka muncullah kedengkian pada sebagian ulama yang ada pada waktu itu. Sehingga mulailah diberitakan kepada para ulama ahli hadis bahwa Imam Muhammad bin Ismail berpendapat bahwa lafadzku ketika membaca Al-Qur’an adalah Makhluk. Maka ketika orang-orang menghadiri majelisnya Al Bukhari tiba-tiba ada yang berdiri dan bertanya; “Wahai Abu Abdillah, apa pendapatmu tentang orang yang mengatakan bahwasannya lafadzku terhadap Al Qur’an adalah makhluk? Apakah memang demikian atau lafadz orang yang membaca Al Qur’an itu bukan makhluk?”

Mendengar pertanyaan itu beliau enggan menjawabnya. Akan tetapi si penanya terus mendesak Al Bukhari agar menjawab pertanyaannya. Ia mengulang pertanyaaan tersebut hingga tiga kali, memohon dengan sangat agar imam Al Bukhari mau menjawab pertanyaan tersebut. Al Bukhari pun akhirnya menoleh kepada si penanya dan menjawab; “Al Qur’an kalamullah bukan makhluk adapun perbuatan hamba adalah makhluk dan menguji orang dalam permasalahan ini adalah perkara yang bid’ah.”

Ketika mendengar jawaban Al Bukhari ini, maka orang tersebut langsung membuat keributan di tengah majelis dengan menyatakan: “Dia (Al Bukhari) telah menyatakan bahwa lafadzku ketika membaca Al Qur’an adalah makhluk.” Setelah itu, orang-orang pun keluar dari majelisnya Al Bukhari dan meninggalkan beliau sendirian. Sejak saat itu tidak ada lagi yang mau mendatangi beliau di rumahnya.

Diceritakan oleh Muhammad bin Muslim Khasynam rahimahullah:

“Setelah orang meninggalkan Al Bukhari, orang-orang yang meninggalkan beliau sempat datang kepada beliau dan mengatakan; “Engkau cabut pernyataanmu agar kami kembali mengambil ilmu hadis darimu.”

Beliau menjawab: “Saya tidak akan mencabut pernyataan saya kecuali bila mereka mendatangkan hujjah (argumentasi) yang lebih kuat dari hujjahku.”

Lalu Muhammad bin Muslim khasynam mengatakan:

“Sungguh aku sangat kagum dengan kokohnya Al Bukhari  pada pendiriannya.”

Kaum muslimin di Naisabur gempar dengan kejadiaan ini dan akhirnya Muhammad bin Yahya Adz Dzuhli juga terbawa fitnah sehingga beliau menyatakan di dalam majelisnya yang mulai ramai kembali setelah ditinggalkannya Al Bukhari:

“Ketahuilah siapa saja yang masih mendatangi majelis Al Bukhari, maka dia dilarang datang ke majelis kita ini karena orang-orang Baghdad telah memberitakan kepada kami bahwa orang ini (Al Bukhari) mengatakan bahwa lafadzku terhadap Al Qur’an adalah makhluk. Kata mereka yang berada di Baghdad bahwa Al Bukhari telah di nasehati untuk tidak berkata demikian, tetapi dia tetap saja berkata demikian. Oleh karena itu jangan ada yang mendekatinya dan barangsiapa yang mendekatinya maka jangan mendekati kami.

Tentu saja dengan terlibatnya Adz Dzuhli dalam fitnah ini telah menjadikan fitnah semakin tersebar luas, dikarenakan Adz Dzuhli adalah imam yang sangat berpengaruh di seluruh wilayah Khurasan. Sampai  Adz Dzuhli menegaskan:

“Al Qur’an adalah kalamullah bukan makhluk dari berbagai sisi dan keadannya. Maka barang siapa yang berpegang dengan prinsip ini, sungguh tidak ada keperluan baginya untuk berbicara tentang lafadh ketika membaca Al Qur’an atau pembahasan yang semisal dengan ini tentang Al Qur’an. Barang siapa yang berkeyakinan bahwa Al Qur’an adalah makhluk maka dia telah kafir dan telah keluar dari keimanan, dan harus dipisah dari istrinya serta diminta taubat. Bila ia mau taubat maka diterima taubatnya namun jika ia tidak mau taubat, maka harus di penggal lehernya dan hartanya dijadikan sebagai rampasan bagi kaum muslimin. Apabila ia meninggal dunia ia tidak di kubur di pemakaman kaum muslimin. Dan barangsiapa yang bersikap tawaqquf (diam) dengan tidak menyatakan Al Qur’an sebagai makhluk dan tidak pula menyatakan Al Qur’an bukan makhluk, maka sungguh ia telah menyerupai orang-orang kafir. Dan barang siapa yang berkeyakinan bahwa lafadhku terhadap Al Qur’an adalah makhluk sungguh dia adalah ahlul bid’ah, maka jangan duduk bercengkrama dan mengajak bicaranya. Oleh karena itu barang siapa setelah penjelasan ini masih duduk bersama Muhammad bin Ismail Al Bukhari maka curigailah ia karena tidak ada orang yang tetap duduk bersamanya kecuali dia sependapat dengan Al Bukhari.”

Setelah mendengar pernyataan ini berdirilah dari majelis Adz Dzuhli, Imam Muslim bin Hajjaj dan Ahmad bin Salamah. Bahkan Imam Muslim mengembalikan periwayatan-periwayatan hadis yang dulu di riwayatkan dari Muhammad bin Yahya Adz Dzuhli sehingga tidak ada di dalam shahih Muslim riwayat-riwayat dari Adz Dzuhli.

Sikap Imam Muslim dan Ahmad bin Salamah seperti ini menjadikan Adz Dzuhli semakin marah sehingga beliau pun menyatakan: “Orang ini (Al-Bukhari) tidak boleh tinggal bersamaku di negeri ini.”

Kemudian Ahmad bin Salamah mendatangi Al-Bukhari dan mengatakan: “Wahai Abu Abdillah orang ini (Adz Dzuhli) adalah orang yang ucapannya diterima oleh penduduk Khurasan, khususnya di kota ini (Naisabur). Dia sudah terlalu jauh berbicara tentang perkara ini sehingga tak seorang pun dari kami bisa menasehatinya, maka bagaimana pendapatmu?” Maka beliau memegang jenggotku sambil membaca surat Ghafir: 44

وَأُفَوِّضُ أَمْرِي إِلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ

“Dan aku serahkan segala urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat hamba-hamba-Nya”

Kemudian beliau berkata: “Ya Allah sungguh Engkau tau bahwa aku tinggal di Naisabur tidak untuk mencari kedudukan, bukan pula aku bertujuan jahat dan kejelekkan dan tidak ada pada diriku ambisi untuk memimpin. Hanya saja aku terpaksa pulang ke negeriku karena para penentangku telah menguasai keadaan. Dan sungguh orang ini (Adz Dzuhli) mengusirku semata-mata karena iri terhadap apa yang telah Engkau berikan kepadaku berupa ilmu ini.” Wajah beliau menyimpan kekecewaan yang mendalam sambil menatap Ahmad bin Salamah dan mengatakan: “Wahai Ahmad besok aku akan meninggalkan Naisabur agar kalian terlepas dari berbagai persoalan dari pembicaraannya (Adz Dzuhli) karena sebab keberadanku.”

Rencana kepulangan Al Bukhari ini sempat diberitakan oleh Ahmad bin Salamah kepada penduduk negeri namun tidak ada yang sudi mengantar Al Bukhari kecuali hanya Ahmad bin Salamah saja. Beliau berjalan sendirian menuju kampunya Bukhara.

 

Badai di negeri Bukhara

Telah tersebar berita di negeri Bukhara bahwa Muhammad bin Ismail Al Bukhari akan kembali ke Bukhara. Maka penduduk Bukhara melakukan persiapan untuk menyambut Al Bukhari di pintu kota bahkan penduduk Bukhara membangun gapura penyambutan yang dibangun di tempat yang berjarak kurang lebih 5 km sebelum masuk kota Bukhara. Tatkala beliau telah sampai di gapura penyambutan, beliau mendapati hampir seluruh penduduk Bukhara menyambut beliau dengan penuh suka cita, sampai-sampai penduduk Bukhara melemparkan kepingan-kepingan emas dan perak di jalan yang akan di lalui oleh Imam Al-Bukhari.

Namun suka cita tersebut tidak berlangsung lama. Beberapa hari setelah itu para ahli fikih mulai resah dengan keberadaan Al Bukhari yang merubah cara beribadah kaum muslimin bedasarakan hadits-hadits yang shahih dari Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak terikat dengan madzhab-madzhab tertentu. Adapun madzhab yang berlaku di negeri Bukhara adalah madzhab Hanafi. Yang dahulu kaum muslimin ketika takbir tidak mengangkat tangan semenjak kedatangan Imam Al Bukhari kaum muslimin semuanya bertakbir dengan mengangakat tangan.

Dengan berbagai perubahan cara ibadah keresahan para ulama fiqih tambah menjadi-jadi, sehingga tokoh ulama fiqih di negeri tersebut yang bernama Huraits bin Abi Wuraiqa’ menyatakan tentang Imam Al Bukhari: “Orang ini pengacau, dia akan merusak kehidupan keagamaan di kota ini. Muhammad bin Yahya telah mengusir dia dari Naisabur, padahal dia imam Ahli Hadis.”

Maka Huraits dan kawan-kawannya mulai berusaha mempengaruhi gubernur Bukhara agar mengusir Imam Muhammad bin Ismail dari Bukhara. Gubernur ini bernama Khalid bin Ahmad As-Sadusi Adz Dzuhli.

Gubernur Khalid dahulu pernah meminta Al Bukhari agar mengajarkan anak-anaknya kitab Tarikh dan Shahih di istana. Namun Imam Bukhari menolaknya dengan mengatakan: “Aku tidak akan menghinakan ilmu ini dan aku tidak akan membawa ilmu ini dari pintu ke pintu. Oleh karena itu apabila anda membutuhkan ilmu ini maka hendaknya anda mendatangi masjidku atau rumahku. Jika sikapku ini tidak menyenangkanmu, engkau adalah penguasa. Silahkan engkau melarangku dari mengajarkan hadits agar aku memiliki alasan nanti di hadapan Allah di hari kiamat bahwa aku tidaklah menyembunyikan ilmu (tetapi aku dilarang oleh penguasa untuk menyampaikan ilmu)”. Tentu mendengar jawaban Al Bukhari ini menjadikan beliau sangat kecewa.

Maka berkumpullah padanya penghasutan Huraits bin Abi Wuraqa’ dan kawan-kawannya serta kekecewaan pribadi gubernur ini. Huraits dan gubernur akhirnya sepakat untuk membuat rencana mengusir Muhammad bin Ismail Al Bukhari. Terlebih lagi telah datang surat dari Muhammad bin Yahya Adz Dzuhli dari Naisabur kepada gubernur Bukhara, surat tersebut berisi tentang sikap Al Bukhari yang telah menampakkan menyelisihi As Sunnah. Dengan demikian menjadi matang rencana pengusiran Muhammad bin Ismail Al Bukhari.

Upaya pengusiran itu bermula dengan di bacakannya surat dari Muhammad bin Yahya Adz Dzuhli di hadapan kaum muslimin penduduk Bukhara tentang tuduhan beliau kepada Imam Muhammad bin Ismail Al Bukhari, bahwa beliau telah berbuat kebid’ahan, namun penduduk Bukhara tidak memperdulikan tuduhan tersebut dan tetap memuliakan Imam Al Bukhari. Akan tetapi gubernur Bukhara tetap mengusir Imam Al Bukhari secara paksa yang menjadikan Imam Al Bukhari sangat kecewa dengan perlakuan ini. Dan sebelum keluar dari negeri Bukhara, beliau sempat mendoakan kejelekan atas orang-orang yang terlibat di dalam pengusiran beliau.

Ibrahim bin Ma’qil An-Nasafi menceritakan: “Aku melihat Muhammad bin Ismail pada hari beliau diusir dari negeri Bukhara, aku mendekat kepadanya dan aku bertanya kepadanya: “Wahai abu Abdillah apa perasaanmu dengan pengusiran ini?”

Beliau menjawab: “Aku tidak peduli selama agamaku selamat.”

Al Bukhari keluar dari negeri Bukhara dengan penuh kekecewaan dan dilepas penduduk Bukhara dengan penuh kesedihan. Beliau berjalan menuju desa Bikanda kemudian berjalan lagi ke desa Khartanka, keduanya adalah desa-desa di negeri Samarkand. Di desa Khartanka inilah beliau jatuh sakit dan dirawat di rumah salah seorang karib kerabat beliau yang ada di desa tersebut.

Dalam suasana hati yang terluka dan tubuh yang kurus kering pada usia enam puluh dua tahun, beliau berdoa mengadukan segala kesedihan beliau kepada Rabbul ‘alamin setelah menunaikan shalat malam: “Ya Allah, bumi ini serasa sempit bagiku. Tolonglah aku ya Allah Engkau panggil aku menghadap-Mu.” Dan sesaat setelah itu ia pun menghembuskan nafas terakhir.

Wafatnya beliau

Diceritakan oleh Abdul Wahid Ath Thawawisi:

“Bahwa aku bermimpi melihat Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersama dengan sekelompok orang dalam keadaan beliau sedang berhenti sejenak di sebuah tempat, maka aku mengucapkan salam kepada beliau dan beliau pun menjawab salamku lalu aku bertanya: “Apa yang menjadikan engkau berhenti di sini wahai Rasulullah.”

“Aku sedang menunggu Muhammad bin Ismail.” Jawab beliau shallahu ‘alaihi wa sallam.

Setelah kejadian mimpiku ini, keesokan harinya aku mendengar berita tentang Al Bukhari bahwa beliau telah wafat di jam yang sama ketika aku mimpi bertemu Rasulullah.”

Sebelum wafat beliau sempat berwasiat agar dikuburkan dengan tiga kain berwarna putih tanpa memakai penutup kepala dan baju. Semua wasiat beliau ini dijalankan oleh karib kerabat yang telah merawat beliau.

Beliau meninggal pada hari sabtu malam iedul fitri ketika shalat isya’, dan di kebumikan pada hari iedul fitri selepas shalat dzuhur tahun 256 H di saat umur beliau 62 tahun. Dan selepas dikebumikan tercium aroma wangi misik di tanah kuburan beliau, dan wangi tersebut tercium hingga beberapa hari. Semoga Allah mengampuni dan merahmati beliau.

 

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.