Wahai Jiwa, Waspadalah!

 

Oleh Abdul Aziz Baabduh, Tahfizh

 

Jiwa manusia tercipta dengan tabiat suka kepada kesenangan hawa nafsu. Sedangkan kemaksiatan akan melemahkan ibadah dan keinginan berbuat baik. Sehingga semakin kuatlah keinginan untuk berbuat kejelekan, sampai akhirnya dia pun meremehkan kejelekan tersebut. Alhasil keinginan untuk bertobat semakin kecil, sedikit demi sedikit keinginan tersebut menghilang.

Di waktu yang sama, sebuah kemaksiatan akan menanamkan kemaksiatan lain. Semakin dikerjakan, sebuah kejelekan akan menyeret kepada kejelekan berikutnya. Ini adalah kenyataan yang kita jumpai pada jiwa kita, akhirnya jarak antara jiwa dengan tobat semakin jauh, Na’udzubillah (kita berlindung kepada Allah).

 

Sebab Meremehkan Dosa

Pembaca, apa yang menyebabkan seseorang berada dalam kondisi seperti ini?

Ada beberapa sebab yang membuat seseorang selalu meremehkan dosanya! Semoga Allah memberikan taufik kepada kita untuk selalu waspada darinya. Berikut sebab-sebab tersebut:

 

Pertama: Seorang hamba bersandar kepada keluasan rahmat Allah Taala. Dia lebih melihat kepada ampunan Allah tanpa melihat ancaman setiap dosa. Tidak sedikit jawaban pendosa bila dinasehati untuk meninggalkan dosanya, “Ampunan Allah sangat luas, rahmat-Nya mengalahkan murka-Nya.” Dan jawaban yang semisalnya.

Wahai jiwa, ingatlah. Di samping Allah Maha luas Rahmat-Nya, tetapi Dia juga Syadidul ‘iqob  (Maha keras siksa-Nya). Sadarlah, bahwa hukuman-Nya tidak Ia cabut dari kaum pendosa. Barangsiapa bersandar kepada ampunan Allah tetapi ia masih bergelimang dalam dosa berarti dia termasuk yang keras kepala dan sombong.

 

Kedua: Kenikmatan hawa nafsu merupakan sesuatu yang dekat lagi kontan, sedangkan kenikmatan akherat merupakan sesuatu yang amat jauh. Tabiat jiwa itu senang terhadap yang cepat dan tidak sabar untuk mendapatkan yang jauh.

 

Ketiga: Sikap menunda dan tertipu dengan angan-angan yang ada di benaknya. Sehingga ia akan bertobat di akhir usianya, atau tertipu dengan amal saleh yang telah dikerjakannya. Menurutnya, amal saleh yang ia kerjakan sudah cukup sebagai penyeimbang bagi dosanya.

 

Keempat: Ambisi terhadap harta. Untuk mendapat harta tidak jarang seseorang menempuh jalan dosa, ia tidak peduli lagi cara halal untuk mengumpulkan hartanya. Harta memang membutakan, buta mata dan hati. Harta memang melalaikan, Allah Taala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah.” (QS. Al-Munafiqun: 9)

 

Kelima: Meremehkan dosa itu sendiri. Seorang yang meremehkan dosa atau menganggapnya sebagai dosa kecil membuatnya tidak lagi takut kepada Allah.

 

Penutup

Demikinlah ulasan yang dapat kami torehkan. Harapannya menjadi alarm bagi kehidupan kita di dunia agar kita takut kepada Allah saat ada peluang untuk bermaksiat. Semoga Allah Taala menjauhkan kita dari bermudah-mudahan untuk berberbuat dosa yang hina. Amin.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.