Carilah Kemuliaan yang Hakiki

Oleh al-Faiz 4B Takhasus

Saudara-saudaraku seperjuangan dalam perjalanan suci thalabul ‘ilmi,

Apabila kita mau mencermati, terlalu banyak ayat maupun hadits Nabi yang menjelaskan keutamaan ilmu.

Oleh karenanya, para salaf adalah orang yang terdepan di dalam mengamalkan ayat dan hadits. Sebagai contoh, apa yang dilakukan oleh salah seorang imam Ahlussunah umat ini, yaitu Imam Ahmad bin Hanbal, saat beliau sampai pada riwayat hadits yang menjelaskan bahwa Nabi shallahu ‘alaihi wam sallam pernah berbekam lalu memberi upah satu dinar.

Maka Imam Ahmad pun melakukan hal demikian. Sebagaimana penuturan beliau yang dibawakan oleh Imam adz-Dzahabi di dalam kitab Siyar A’lam Nubala’

مَا كَتَبْتُ حَدِيْثاً إِلاَّ وَقَدْ عَمِلتُ بِهِ، حَتَّى مَرَّ بِي أَنَّ النَّبِيَّ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- احْتَجَمَ، وَأَعْطَى أَبَا طَيْبَةَ دِيْنَاراً (1) ، فَأَعطيتُ الحَجَّامَ دِيْنَاراً حِيْنَ احتَجمت

Tidaklah aku menulis satu hadits melainkan aku telah mengamalkanya. Sampai kepadaku bahwa Nabi berbekam dan memberi Abu Taibah satu dinar maka aku memberikan kepada tukang bekam satu dinar.

Oleh sebab itu mereka adalah orang yang Allah muliakan disebabkan karena mereka memuliakan ilmu.

Di dalam sejarah rihlah (perjalanan) thalabul ilmi, ada orang-orang yang jika kita teropong dengan kacamata dunia merupakan orang rendah. Namun derajat mereka begitu tinggi disebabkan karena amalan menuntut  ilmu. Itulah janji Allah Subhanahu wa ta’ala. Sebagaimana yang Rasullulah kabarkan di dalam haditsnya,

ان الله يرفع بهذا الكتاب اقوماويضع به اخرين

Sesungguhnya Allah meninggikan derajat suatu kaum dengan al-Quran ini (mempelajari dan mengamalkannya) dan merendahkan yang lain dengan al-Qur’an ini pula (meninggalkannya).

Di dalam al-Qur’an, Allah menjelaskan tingkatan orang-orang yang Allah angkat derajatnya, sebagaimana hal ini di jelaskan oleh Imam Ibnul Qayyim di dalam kitab Miftah Daar Sa’adah.

Allah berkata,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” QS. Al-Mujadalah 11.

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ  الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ  أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَهُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ

“Sesungguhnya orang-orang beriman, apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (Yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.” QS. Al-Anfal 2-4.

وَمَنْ يَأْتِهِ مُؤْمِنًا قَدْ عَمِلَ الصَّالِحَاتِ فَأُولَئِكَ لَهُمُ الدَّرَجَاتُ الْعُلَى

“Dan barangsiapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan beriman, lagi sungguh-sungguh telah beramal saleh, maka mereka itulah orang-orang yang memperoleh tempat-tempat yang tinggi (mulia)”. QS. Thaaha 75

Kata Ibnul Qayyim, “Pada ayat-ayat di atas Allah menerangkan tentang ditinggikanya derajat seorang hamba dengan ditinggikannya ahlul iman dengan ilmu yang bermanfaat dan amal saleh.”

Diantara para salaf yang Allah karuniai mereka derajat ilmu memiliki fisik yang berbeda dengan keumuman manusia, ada pula  dari kalangan budak yang keadaanya seperti barang bisa berpindah-pindah dan diperjualbelikan. Terlebih lagi ia tidak bisa menggunakan hartanya karena semua harta milik majikannya. Keadaan ini terkumpul pada kisah seorang ulama besar Atha’ bin Abi Rabaah. Beliau memiliki rupa yang tidak begitu bagus, pesek hidungnya, hitam kulitnya, ikal rambutnya. Oleh karena itu ibunya berwasiat kepada Atha’ untuk menuntut ilmu, karena ilmu akan mengangkat derajat pemiliknya, atas izin Allah.

Beliau pun melakukan wasiat tersebut hingga menjadi ulama besar di zamannya. Khalifah pada zaman tersebut, Abdul Malik bin Marwan, mengatakan, “Tidak ada yang boleh berfatwa untuk jamaah haji kecuali Atha’.” Padahal di zaman tersebut banyak ulama besar yang masih hidup. Akan tetapi khalifah memilih Atha’ sebagai juru fatwa pada kala itu. Allah angkat derajat Atha’ dalam keadaan beliau adalah seorang budak.

Dan di antara ulama yang notabenenya bekas budak adalah Nafi’ maula Umar, Mujahid bin Jabr, Bilal bin Rabah dan lainnya.

Kala kita menengok sejarah mereka, mereka adalah orang-orang mulia yang dicintai oleh umat dan didoakan rahmat oleh kaum muslimin, seakan-akan mereka masih hidup sampai saat ini.

Perhatikanlah, wahai saudaraku..

Mereka tidak memiliki jabatan dari segi dunia namun Allah tinggikan derajat mereka.

Atas dasar ini mana orang-orang yang mengejar dunia yang jabatan menjadi dambaanya. Sungguh nama mereka dilupakan dan tidak disebut-sebut di tengah kaum muslimin dan orang-orang saleh.

Jika para raja itu mengetahui apa yang kita lakukan, yaitu menuntut ilmu, serta mengetahui apa yang dirasakan para ulama, yaitu ketenangan, niscaya mereka akan menebas leher-leher kita dengan pedang. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh salaf kita

لو الملوك وابناء الملوك علموا ما نحن عليه لجلدون بالسيوف

Kalau para raja dan anak-anak para raja tau apa yang kita ada padanya niscaya mereka akan mencambuk kita dengan pedang-pedang mereka.

Contoh yang lain pula adalah salah satu makhluk Allah yaitu anjing. Sebagaimana telah diketahui anjing merupaka hewan menjijikan serta najis.  Walaupun demikian ternyata hasil buruan anjing terlatih  menjadi halal berbeda dengan anjing yang lain.

Sebagaimana hal ini dijelaskan oleh Imam Ibnul Qayyim di dalam kitab Miftah Daar Sa’adah saat beliau menjelaskan ayat di dalam al-Qur’an surat al-Maidah,

يَسْأَلُونَكَ مَاذَا أُحِلَّ لَهُمْ قُلْ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَمَا عَلَّمْتُمْ مِنَ الْجَوَارِحِ مُكَلِّبِينَ تُعَلِّمُونَهُنَّ مِمَّا عَلَّمَكُمُ اللَّهُ فَكُلُوا مِمَّا أَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ  الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلَا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ وَمَنْ يَكْفُرْ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Mereka menanyakan kepadamu: “Apakah yang dihalalkan bagi mereka?.” Katakanlah: “Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya. Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi.” QS al-Maidah 4-5

Beliau mengatakan, “Termasuk kemuliaan dari ilmu adalah bahwasanya tidak diperbolehkan makan hewan buruan dari anjing  kecuali anjing yang memiliki pengetahuan (anjing yang dilatih), adapun anjing yang jahil (liar) maka tidak halal hewan buruanya. ini menunjukan kemuliaan ilmu dan keutamanya.”

cukuplah hal ini mejadi dalil tentang kemuliaan ilmu, seekor anjing yang hina menjadi mulia dikarenakan ilmu, lalu bagaimana manusia yang Allah berikan akal, ini tentu lebih lagi.

Oleh sebab itu para salaf sangat bersemangat sekali di dalam mencari ilmu sampai-sampai mereka menjual pakaian. Di antara mereka ada yang lebih menakjubkan lagi ada yang menjual atap rumah, di antara mereka pula ada yang ditanya sampai kapan engkau menuntut ilmu maka sang Imam menjawab sampai mati.

Sebagaimana yang diucapkan oleh Imam Ahmad,

 

الى متى ان تطلب العلم انت يا امام قال من المحبرة المقبرة

Dikatakan kepadanya, “sampai kapan anda menuntut ilmu wahai Imam? Beliau menjawab, “Dari goresan pena sampai kuburan [sampai mati].” Ulama lainpun senada dengan apa yang diucapkan Imam Ahmad,

من المهدى الى اللهدى

Dari ayunan sampai liang lahat.”

Lihatlah semangat yang menggelora di hati mereka. Tidak mereka memperdulikan rintangan apa yang akan mereka hadapi, berbagai ujian atau cobaan mereka lalui.

Lalu bagaimana dengan kita?! Jangan sampai musibah Covid-19 lantas melupakan kemuliaan yang ada di hadapan mata. Hanya kepada Allah kita meminta tolong.

KEMULIAAN ITU PASTI PERKARA YANG DI DAMBAKAN OLEH SETIAP INSAN, AKAN TETAPI BENARKAH KITA DALAM MENCARI KEMULIAAN TERSEBUT. MAKA CARILAH KEMULIAAN HAKIKI YANG TIDAK HANYA BERTAHAN DI DUNIA SAJA, NAMUN TERUS BERLANSUNG HINGGA AKHERAT. YAITU, THALABUL ILMI.

 

 

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.