Penyebab tergelincirnya seorang yang berilmu
Oleh Ikhwan Cirebon Takhasus
Setiap orang berilmu yang mengedepankan dunia serta mencintainya, pasti dia akan berkata dusta tentang (syariat) Allah dalam berfatwa, menghukumi, mengabarkan, dan dalam memutuskan. Karena mayoritas hukum-hukum Allah itu berlawanan dengan hasrat manusia, terlebih di sisi orang yang punya kepemimpinan dan orang yang menuruti hawa nafsu. Karna tujuan mereka tidak akan tercapai kecuali dengan menyelesishi al–Haq (kebenaran).
Jika orang berilmu dan hakim cinta kedudukan serta menuruti syahwat (hawa nafsu), maka tujuannya tidak akan tercapai kecuali dengan mencampakkan lawanya, yaitu al–Haq. Terlebih jika muncul syubhat, yang ternyata cocok dengan keinginannya. Dia akan mengedepankan hawa nafsu dan menyembunyikan kebenaran. Kebenaran akan dihempaskan, walaupun terang benderang tidak ada kesamaran padanya.
Waspada dari sikap merasa aman dari adzab Allah
Orang yang mengedepankan hawa nafsunya, mereka lebih memilih untuk menyelesihi kebenaran dan berkata, “Tenang, suatu hari nanti aku akan taubat.” Padahal Allah Ta’ala berkata tentang orang-orang semisal mereka,
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, mereka kelak akan menemui kesesatan.” (QS. Maryam: 59)
Allah Ta’ala juga berkata,
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ وَرِثُوا الْكِتَابَ يَأْخُذُونَ عَرَضَ هَذَا الأدْنَى وَيَقُولُونَ سَيُغْفَرُ لَنَا وَإِنْ يَأْتِهِمْ عَرَضٌ مِثْلُهُ يَأْخُذُوهُ أَلَمْ يُؤْخَذْ عَلَيْهِمْ مِيثَاقُ الْكِتَابِ أَنْ لا يَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلا الْحَقَّ وَدَرَسُوا مَا فِيهِ وَالدَّارُ الآخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ أَفَلا تَعْقِلُونَ
”Maka datanglah sesudah mereka generasi (yang jahat) yang mewarisi Taurat, yang mengambil harta benda dunia yang rendah ini, dan berkata: “Kami akan diberi ampun.” Kelak jika datang kepada mereka harta benda dunia sebanyak itu (pula), niscaya mereka akan mengambilnya (juga). Bukankah perjanjian Taurat sudah diambil dari mereka, bahwa mereka tidak akan mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Padahal mereka telah mempelajari apa yang tersebut di dalamnya? Negeri akhirat itu lebih baik bagi mereka yang bertakwa, maka apakah kalian tidak mengerti?” (QS. Al-A’raaf: 169)
Jangan prioritaskan dunia!
Allah kabarkan bahwa mereka mengambil harta benda dunia yang rendah, padahal mereka mengetahui itu haram. Namun mereka berkata, ”Kami akan diampuni.” Jika datang lagi harta itu, mereka pun mengambilnya lagi dan terus mereka demikian. Itulah yang mendorongnya untuk berkata tidak jujur tentang (syariat) Allah Ta’ala.
Mereka berkata, ”Inilah hukum Allah Ta’ala, syariat serta agama-Nya.” Padahal mereka mengetahui bahwa kenyataannya adalah sebaliknya. Atau justru mereka tidak mengetahui agama, syariat, dan hukum Allah. Sehingga berkata tentang syariat Allah apa yang mereka tidak tahu dan terkadang mereka berkata dengan perkataan yang mereka tahu bathilnya perkataan tersebut.
Keadaan orang bertakwa
Adapun orang bertakwa, mereka paham bahwa akhirat jauh lebih baik daripada dunia. Sehingga cinta kedudukan dan hawa nafsu tidak dapat membawa mereka untuk lebih mengedepankan dunia dibanding akhirat. Caranya adalah dengan berpegang teguh dengan al-Qur’an dan as-Sunnah, minta tolong kepada Allah Ta’ala dengan kesabaraan dan shalat, berfikir tentang fana dan rendahnya dunia, serta akhirat semakin dekat dan kekal abadi.
Hawa nafsu dapat membutakan kalbu
Adapun orang berilmu yang memprioritaskan dunia, dia akan mengada-ada dalam urusan agama bersama dengan buruknya amalan mereka. Sehingga terkumpul pada mereka dua kejelekan. Karna sungguh, mengikuti hawa nafsu akan membutakan mata hati. Dia tidak bisa membedakan antara sunnah dengan bid’ah. Bahkan sebaliknya, memandang bid’ah sebagai sunnah dan memandang sunnah sebagai bid’ah.
Inilah penyakit orang berilmu jika mengedepankan dunia serta mengejar kedudukan dan hawa nafsu. Dan ayat-ayat di awal, hakekatnya adalah mengenai mereka hingga firman Allah Ta’ala,
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِين وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الأرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
“Bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi al-Kitab), kemudian dia melepaskan diri daripada ayat-ayat itu lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Jika Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing. Jika kamu menghalaunya, dia akan menjulurkan lidahnya. Dan jika kamu membiarkannya, dia mengulurkan lidahnya juga. Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berpikir.” (QS. Al-Araaf: 175-176)
Penutup
Inilah permisalan seorang alim yang buruk amalannya dan menyelisihi ilmunya. Tulisan ini diringkas dari kitab yang berjudul “al-Fawaid” karya Muhammad bin Abu Bakr yang dikenal dengan sebutan Ibnul Qayyim al-Jauziyah rahimahullah. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan manfaat dengan tulisan ini kepada kita semua. Amin Ya Mujiibas sailiin