Pertama mendengar nama ini, saya membayangkan bahwa di pulau ini penuh dengan burung gagak. Wajar, saat pertama menginjakkan kaki di tanah pulau ini pandangan saya langsung menyerbu ke segala arah. Tepat, mencari-cari burung gagak. Namun nihil. Tak satu burung gagak pun saya jumpai.
Lupakan burung gagak, sekarang kita akan menyimak kegiatan yang dilakukan para santri Ma’had Minhajul Atsar 2 tahun silam di Kampung Laut, tepatnya di desa Ujung Gagak. Semoga kisah berikut memberi pelajaran kepada kita semua. Semoga pula, lika-liku dakwah di bawah membangkitkan semangat kita. Mari kita simak bersama!
***
Tak lama setelah tiba di Ujung Gagak, tepatnya sehari berikutnya, kami langsung bertandang ke berbagai tokoh dan pamong desa. Hal ini penting sekali. Sebab, kita adalah pendatang. Layaknya seorang tamu, hendaknya dia meminta izin kepada tuan rumah. Tidak hanya Kepala Desa yang kami kunjungi, ketua-ketua RT serta Kadus tidak ketinggalan. Dalam kunjungan tersebut kami menjelaskan program dan tujuan kedatangan kami disertai harapan dukungan dan saran maupun arahan.
Empat hari pertama kami hanya terdiam. Kegiatan dakwah belum berjalan. Bagaimana mau jalan, kami masuk ke sebuah masyarakat yang tidak kami kenal dan kami tidak mengenal mereka. Maka, target pertama kita adalah berbaur dengan masyarakat terlebih dahulu. Tujuannya, berkenalan dengan mereka.
***
Puncak dari perkenalan tersebut adalah pada hari Jumat pertama kami di Ujung Gagak. Ketika itu asatidzah dari Jember mengunjungi kami diiringi dengan meletusnya gunung Kelud di Kediri. Bertindak sebagai khatib Jumat, Ustadz Luqman Ba’abduh, sekaligus mengenalkan kami kepada warga.
Ba’da shalat Jumat warga berkumpul. Kami melakukan perkenalan dan penjelasan program-program. Kami menamakan kegiatan kami sebagai santri PKL PONPES AS-SALAFY JEMBER JAWA TIMUR. Dalam kesempatan tersebut kami juga mengharapkan dukungan dari warga, orang tua, tokoh pendidikan. Alhamdulillah, tanggapan warga positif dan mendukung baik dari orang-orang tua, maupun tokoh pendidikan.