Ujian itu bisa dengan hal yang baik maupun buruk

 

Oleh Abu Muqbil Bilal Karanganyar 1A Takhasus

 

Hakekat Musibah Bagi Seorang Muslim

Perjalanan hidup anak adam terus diiringi dengan 2 perkara. Yang mana mereka tak pernah lepas dari salah satu dari keduanya.  Kedua perkara tersebut ialah kebaikan dan keburukan. Allah Ta’ala telah menjadikan keduanya sebagai suatu ketetapan yang pasti bagi hamba-hambaNya, Allah Ta’ala berfirman:

وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

“Dan Kami uji kalian dengan kejelekan dan kebaikan sebagai cobaan” (QS. al-anbiya 35)

 

Musibah merupakan bentuk ujian

Diantara keburukan yang Allah Ta’ala timpakan untuk hamba sebagi bentuk ujian adalah musibah. Baik musibah itu meninpa dunia, seperti: kebakaran, kecelakaan, kematian orang yang di cintai, atau yang lain. Atau musibah itu menimpa agama -dan ini merupakan hal yang sangat kita khawatirkan-.

Jika musibah itu menimpa dunia hamba, maka langkah yang wajib di tempuh oleh seorang mukmin adalah bersabar serta berusaha mengetahui hakekat musibah tersebut. Imam Abu Abdillah Muhammad bin Abi Bakr bin Ayyub bin Qoyyim al-Jauziyah rahimahullah yang dikenal dengan sebutan Ibnul Qoyyim telah menjelaskannya.

Beliau berkata:

فَإِنَّ اللهَ سُبْحَانَهُ وتعالى لَمْ يَبْتَلِهِ ليُهلِكه، وإنما ابتلاه ليَمتحِن صبرَه وعبوديته، فإن لله تعالى على العبد عبوديةُ الضراء، وله عبودية عليه فيما يكره، كما له عبودية فيما يحب، وأكثر الخلق يُعطون العبودية فيما يحبون.

والشأن في إعطاء العبودية في المكاره، ففيه تفاوت مراتب العباد، وبحسبه كانت منازلهم عند الله تعالى.

“Sesungguhnya Allah akan menguji hambanya yang beriman bukan untuk membinasakan hamba tersebut, akan tetapi Allah ingin menguji sejauh mana kesabarannya dan sekuat mana peribadahannya kepada Allah.

Karena Allah memiliki hak untuk diibadahi pada suatu yang ia benci, sebagaimana Allah memiliki hak untuk diibadahi pada suatu yang ia sukai.

Adapun mayoritas hamba-hamba Allah memberikan peribadahan kepada Allah pada suatu yang mereka sukai.

Padahal yang yang terpenting adalah pemberian ibadah dalam perkara yang tidak mereka sukai, dan dengannyalah derajat para hamba menjadi bertingkat-tingkat, dan kedudukan mereka di sisi Allah sesuai dengan hal tersebut.” (lihat al-Waabil ash-Shayyib, hal: 5 jilid: 1).

 

Hikmah musibah

Maka dari sini diketahui bahwa hakekat musibah yang menimpa seorang mukmin bukan untuk membinasakannya, akan tetapi untuk menguji sejauh mana kesabaran dan sekuat apa peribadahan ia kepada Allah Ta’ala .

Lalu ketika seorang hamba bisa bersabar dan  terus berusaha menyempurnakan ibadahnya kepada Allah dalam  segala kondisi,  baik ketika senang maupun susah, maka –Insya Allah– ia akan mendapat derajat yang tinggi di sisi Allah Ta’ala.

Semoga kita termasuk orang-orang yang bersabar di kala ditimpa musibah, sehingga derajat kita akan tinggi di sisi Allah Ta’ala. Amiin…

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.