Imam Shalat Kurang Baik Bacaannya

 

Oleh asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah Ta’ala.

 

Pertanyaan:

Seorang yang bernama Faiz menanyakan dalam suratnya, “Apakah boleh seseorang maju mengimami makmum, dalam keadaan dia tidak memerhatikan bacaan al-Fatihah dan surat lainnya ketika shalat, sementara didapati orang lain yang lebih bagus bacaanya?”

 

Jawaban:

Telah sahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasannya beliau bersabda:

يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤهُمْ لِكتَابِ اللَّهِ، فَإِنْ كَانُوا في الْقِراءَةِ سَواءً، فَأَعْلَمُهُمْ بِالسُّنَّةِ، فَإِنْ كَانُوا في السُّنَّةِ سَوَاءً، فَأَقْدمُهُمْ هِجْرَةً، فَإِنْ كانُوا في الهِجْرَةِ سَوَاءً، فَأَقْدَمُهُمْ سِلْمًا

“Orang yang pantas mengimami suatu kaum adalah orang yang paling pandai membaca kitabullah. Jika dalam keahlian bacaan mereka sama, maka didahulukan yang paling memahami as-Sunnah. Jika pemahaman mereka terhadap sunnah sama, maka didahulukan orang yang terlebih dahulu berhijrah. Jika dalam hijrah mereka sama, maka dahulukan orang yang pertama masuk Islam.” (HR. Muslim)

وفي لَفْظٍ آخَرفَأَكْبَرُهُمْ سِنًّا

Pada lafazh yang lain disebutkan: “Orang yang paling tua umurnya.”

 

Maka yang sunnah dalam permasalahan ini adalah, mendahulukan orang yang lebih pandai membaca dan lebih utama daripada orang yang di bawahnya. Namun apabila seseorang mendahulukan orang yang kurang memahami agama, maka shalatnya tetap sah dan teranggap. Selama dia bisa membaca al-Fatihah dan mengimami shalat, hal demikian tidak mengapa akan tetapi yang seperti ini menyelisihi sunnah.

Yang lebih dianjurkan adalah mendahulukan orang yang lebih utama dan lebih mahir dalam membaca al-Qur’an, jika memang tampak perbedaan yang jelas antara keduanya. Disunnahkan untuk mendahulukan orang yang pandai dalam membaca al-Qur’an, kemudian mendahulukan orang yang disebutkan setelahnya (sebagiamana urutan dalam hadits). Inilah yang sesuai sunnah.

 

Tidak mendahulukan yang kurang mumpuni dalam keadaan di sana terdapat orang yang lebih mahir dan ahli, seperti inilah sebaiknya dilakukan. Kecuali jika memang ia adalah imam tetap di sebuah desa, atau seorang penguasa, maka hal demikian tidaklah mengapa (walaupun di sana ada yang lebih utama).

 

Kesimpulan

Jika seseorang membaca al-Fatihah, hendaknya dia memerhatikan dan membaguskan bacaannya, serta tidak salah-salah atau keliru yang akan merubah maknanya.

Jika seseorang mengimami shalat dan dia tidak melakukan kesalahan dalam shalat, tidak pula mengerjakan pembatal-pembatalnya, maka hal yang demikian tidak mengapa. Akan tetapi yang lebih utama untuk dijadikan imam adalah sesuai dengan apa yang disabdakan Nabi. Inilah yang sepantasnya bagi kaum muslimin untuk melakukannya, yaitu mendahulukan apa yang Rasul kedepankan dan mengakhirkan apa yang beliau akhirkan. Demikianlah bimbingan dalam masalah ini.

 

Diterjemahkan dari situs resmi Syaikh Ibnu Baz rahimahullahu Ta’ala, https://binbaz.org.sa/fatwas/4637/ حكم إمامة من لا يجيد القراءة    

Alih bahasa: Khalid Abdul Khaliq Bengkulu, Takhasus.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.