Lupakan masa lalu, dan buka lembaran baru

                                                                                

Oleh Abul Husain Faruq al-Mizyali 4B Takhasus

 

Kata “masa lalu” sangat melekat dalam sanubari kita, sebuah kata yang sering membuat kita menangis, tertawa, sedih atau galau saat mengingat-ingatnya, kenapa demikian?, karena semua orang tentu memiliki masa lalu yang berbeda-beda, ada yang baik, ada yang biasa saja, ada juga yang buruk. Apalagi seorang thalibul ilmi (penuntut ilmu).

 

Semua telah ditetapkan

Itu semua tak lepas dari suratan takdir yang telah Allah Azza Wa Jalla tetapkan untuk kita semua sejak lima puluh ribu tahun sebelum bumi ini diciptakan. Dimana di dalamnya terdapat banyak hikmah dan pelajaran yang sangat berharga yang bisa kita ambil darinya.

Masa lalu yang baik

Orang yang memiliki masa lalu yang baik hendaknya dia bersyukur kepada Allah Subahanahu Wa Ta`ala dan meningkatkan kembali kualitas dan kuantitas kebaikan tersebut.

Allah Ta`ala berkata:

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (QS. Ibrahim: 7)

Dalam ayat ini Allah Ta`ala menyebutkan kata “nikmat” dalam bentuk umum, yang mencakup seluruh kenikmatan yang ada. Diantaranya adalah masa lalu yang baik, tumbuh dan menjadi besar diatas kebaikan.

 

Jangan lupa do’a dan syukur

Hendaknya orang tersebut juga terus-menerus berdo`a agar Allah beri akhir kehidupan yang baik. Karena kita tidak tahu bagaimana nasib akhir hayat kita?. Apakah masih dalam keadaan istiqamah (tetap dan tegar) diatas kebaikan itu, atau kita terhempas jauh dari kebaikan?.

Serahkan semuanya kepada Allah Ta’ala! dan berusahalah sekuat tenaga untuk terus-menerus dijaga di atas kebaikan. Semoga dengan itu Allah akan membantu kita untuk selalu istiqomah (tetap dan tegar) diatas kebaikan.

 

Masa lalu yang buruk

Adapun orang yang memiliki masa lalu yang buruk, hendaknya dia tidak berputus asa dan selalu yakin bahwa Allah Ta’ala adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Sebagaiman yang Allah Azza Wa Jalla katakan:

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

“Katakanlah (wahai Muhammad): “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(Qs. Az Zumar:53)

 

Tetap optimis!

Orang yang memiliki masa lalu yang buruk hendaknya dia berubah dan bertaubat dengan taubat yang nasuha (yang jujur), lalu kembali kepada Allah Ta`ala dan berusaha sekuat tenaga agar tidak terjatuh lagi dalam masa lalunya yang buruk, serta berusaha untuk istiqamah (tetap dan tegar) diatas kebaikan dan ketakwaan, dengan harapan semoga Allah Ta`ala mengampuni segala dosa-dosa dimasa lalunya itu.

 

Hendaknya bagi seorang muslim untuk selalu berada diantara rasa khouf (rasa takut) dan raja’ (harap). Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ahmad Rahimahullah:

يَنْبَغِي أَنْ يَكُونَ خَوفُه ورَجاؤُه واحداً فَأَّيُهُمَا غَلَبَ هَلَكَ صاحِبُه أيْ: يَجْعلُهُمَا كَجَنَاحَي الطَّائِرِ، والجناحانِ لِلطَّائرِ إذا لم يكوناَ مُتَسَاوِيَيْنِ سَقَطَ.

“Selayaknya bagi seorang hamba untuk selalu seimbang antara rasa takut dan rasa harapnya, kalau salah satu saja dari keduanya itu hilang  niscaya akan binasalah pemiliknya. Maksudnya dia menjadikan rasa takut dan rasa harap seperti dua sayap burung yang sedang terbang, kalau tidak seimbang niscaya dia akan jatuh kebawah.” (al-Qoulul Mufid: 2/62)

Beliau Rahimahullah juga mengatakan:

يَنْبَغِي أن يكونَ سائراً إلى الله بيْن الخوفِ والرجاءِ، فأيُّهما غَلَبَ هَلَكَ صَاحِبُهُ، فإذا غلب الرجاءُ أدَّى ذلك إلى الأمْنِ مِنْ مَكر الله، وإذا غلب الخوفُ أدَّى ذلك إلى القنوطِ من رحمة الله.

“Selayaknya bagi seorang hamba untuk selalu seimbang antara rasa takut dan rasa harapnya. Kalau salah satunya ada yang lebih dominan, niscaya akan binasalah pemiliknya. Jika rasa harapnya lebih tinggi, maka hal itu akan membuatnya merasa aman dari makar (tipu daya) Allah, tapi kalau lebih tinggi rasa takutnya hal itu akan mengantarkannya kepada keputus asaan dari rahmat Allah Ta`ala.” (Qoulul Mufid 1/56)

 

Selagi masih ada manfaatkan dengan baik

Oleh karena itu mari kita manfaatakan sisa umur kita untuk untuk berbenah diri, bertaubat, meningkatkan kualitas dan kuantitas iman kita kepada Allah Ta`ala, dan hendaknya kita semua selalu berada diantara rasa takut dan rasa harap (antara khouf dan raja’). Takut (khouf) karena dosa-dosa kita dan khawatir apakah amalan kita diterima atau tidak? Namun kita juga berharap (raja’) semoga dosa-dosa kita diampuni dan berhusnuzhon kepadaNya, semoga amalan kita di terima disisiNya serta yakin akan firmanNya yang berbunyi:

وَلا نُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ

“Dan Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” (Qs. Yusuf: 56)

Semoga yang sedikit ini bermanfaat dan berbuah amal shalih dalam kehidupan kita. Amin…

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.