Jika saudara kita berbuat dosa

 

Oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah

 

Pertanyaan:

Bagaimana sikap seorang da’i terhadap pelaku dosa? Terlebih jika dia termasuk kerabat kita?

Jawaban:

Perkara ini memiliki rincian:

  1. Disyariatkan memboikot dan memutus hubungan dengan si pelaku maksiat jika dia melakukan kemungkaran secara terang-terangan. Nasehat tidak lagi berguna baginya, dia tetap kembali melakukan dosa.

Maka untuk jenis ini disyariatkan kepada kerabat dan tetangganya untuk melakukan hajr (boikot) terhadap dirinya. Tidak memenuhi undangannya, tidak mengucapkan salam terhadapnya. Hingga ia bertaubat kepada Allah dari kemungkaran yang dilakukannya itu.

 

Demikianlah yang dilakukan Nabi kita shalallahu’alaihi wasallam dan juga para sahabat radhiyallahu’anhum, ketika Ka’b bin Malik beserta dua temannya tidak ikut dalam perang Tabuk tanpa alasan yang syar’i.

Nabi pun memerintahkan sahabat lain untuk melakukan hajr dan jangan berbicara kepada mereka bertiga. Kemudian para sahabat melaksanakan perintah tersebut, seluruh mereka memboikot Ka’b bin Malik dan kedua temannya tanpa terkecuali, hingga mereka bertiga bertaubat dan Allah menerima taubat mereka.

  1. Melakukan hajr akan menyebabkan si pelaku dosa semakin menjadi-jadi melakukan dosanya, seperti seorang pemimpin di sebuah daerah atau suku.

Maka tidak boleh memboikotnya ketika itu, yang disyariatkan adalah bermuamalah dengan baik dan bersikap lemah-lembut kepadanya.

 

Hal tersebut dilakukan dalam rangka menghindari agar dia tidak mengerjakan kemungkaran yang lebih parah dari sebelumnya.

Dalilnya adalah sikap Nabi shalallahu’alaihi wasallam terhadap pentolan kaum munafikin ‘Abdullah bin Ubay bin Salul. Nabi tidak memperlakukannya sebagaimana yang dilakukan terhadap tiga sahabat mulia Ka’b bin Malik dan kawan-kawan.

 

Yang ada Nabi malah bersikap lembut kepada ‘Abdullah bin Ubay bin Salul, Nabi tidak pernah menghajrnya. Karena dia adalah pemuka kaumnya, Nabi khawatir jika Nabi memenjarakan atau memboikotnya, maka akan timbul fitnah terhadap kaumnya di Madinah.

Oleh karena itu Nabi terus berlaku lemah-lembut kepada ‘Abdullah bin Ubay sampai dia mati dalam keadaan terus munafik. Kita mohon ampunan kepada Allah. Banyak riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi tidak melakukan hajr kepada beberapa tokoh ketika itu, bahkan Nabi memperlakukan mereka dengan baik hingga Allah memberi mereka hidayah

Sikap lemah-lembut merupakan perkara penting yang harus terus dijaga dalam dunia dakwah. Wabillahittaufiq.

 

? Sumber: Program Nur ‘Ala Ad-Darb rekaman no.30 (Majmu’ Fatawa wa Maqalat asy-Syaikh Ibnu Baz: 4/226)

 

Terjemah oleh Abdul Halim Perawang.

 

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.