Laporan Perkembangan Dakwah di Kampung Laut (1)

PERIODE PERTAMA 1 – 14 FEBRUARI 2014

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 12 jam, si ular besi berkaki seribu “Logawa” yang menggendong rombongan dai Ma’had as-Salafy Jember secara perlahan menurunkan kecepatannya. Kereta ini dipastikan telah berhenti setelah kami mendengar seorang operator dengan lantang mengucapkan kata-kata melalui pengeras suara di stasiun, “Selamat datang, perjalanan anda telah sampai di stasiun Kroya. Periksa barang bawaan anda jangan sampai ada yang tertinggal.”

Betul, kami lantas memeriksa semua barang bawaan kami. Jangan anda bayangkan barang yang kami bawa sebatas tas ransel dengan satu cangklong besar. Tetapi ada sekitar 40 kardus ditambah dua karung beras berisi rambutan sebagai bekal perjalanan. Rasa-rasanya seperti mudik lebaran saja. Itu pun sebenarnya sudah dikurangi satu kardus pisang yang ludes kami bagi-bagikan kepada penumpang di kereta. Ketika kami membagi-bagikan pisang perbekalan kami kepada penumpang lain, salah seorang penumpang bertanya, “Berapa mas harganya?” Dalam hati, kami ketawa, dikiranya kami ini adalah pedagang asongan yang sedang menawarkan pisang. “Oh, enggak pak… Pisang ini gak dijual, silakan dinikmati saja!”

Perjalanan yang lumayan jauh, dan bagi penulis, ini adalah perjalanan kereta api yang paling jauh yang biasanya hanya menempuh jarak Jogja-Jember. Sabtu sore menjelang malam, tepatnya tanggal 1 Februari 2014, kami berhenti di stasiun Kroya lalu transit semalam di Ma’had Mujur, merebahkan badan sembari memulihkan kekuatan, karena kami masih dalam separuh perjalanan.

Keesokan harinya, Ahad tanggal 2 Februari 2014, rombongan bergerak menuju stasiun Kroya untuk kemudian melanjutkan perjalanan menuju stasiun Banjar Patroman di Ciamis, Jawa Barat. Jadi rute yang kami tempuh untuk menuju Kampung Laut adalah Jember – Kroya – Ciamis – Kampung laut. Tepat jam 10.17 stasiun Banjar Patroman sudah berada di depan mata. Ini adalah stasiun terakhir untuk bisa mencapai Kampung Laut via Ciamis.

Ada banyak hal yang bisa diceritakan ketika kami melakukan perjalanan ini. Suatu ketika kami ngobrol dengan penumpang lain dalam kereta. Di antara yang membuat hati kami terketuk adalah ketika ada seorang pria separuh baya, usianya sekitar 30 – 38 tahun, yang berdiskusi dengan kami. Dalam kesempatan itu kami menjelaskan tujuan keberangkatan kami ke kampung laut, bagaimana kondisi masyarakat yang membutuhkan siraman rohani, anak-anak yang haus terhadap tarbiyah islamiyah, dan pernak-pernik program pengiriman dai ke kampung laut. Sejenak setelah mendengar penuturan kami, pria paruh baya itu langsung merogoh sakunya dan memberikan infak kepada kami. Tanpa ragu lima lembar kertas bergambar pak karno itu disumbangkan oleh pria yang tidak kami kenal dan tidak mengenal kami sebelumnya. “Hanya ini mas yang bisa saya berikan,” ujarnya. Pertemuan dengan pria tersebut terhenti seiring dengan berhentinya si ular besi yang kami tumpangi. Semoga Allah membalas kebaikan pria ini.

Di stasiun ini, Banjar Patroman, kami menunggu jemputan dari ma’had an-Nur al-Atsary Ciamis.

Sebelumnya, penulis sudah berkomunikasi dengan Pak Malik, salah seorang ikhwan yang ditugasi untuk menjemput rombongan. Mungkin sekitar 10 menit kami menunggu, mobil tua berwarna coklat dengan santun mendekat. Di dalamnya ada sosok seorang ikhwan yang dengan senyumnya memberi isyarat bahwa dialah yang akan menjemput kami. Benar juga, begitu turun dari mobil, pria berjenggot itu segera mendatangiku dan menyalamiku. “Abu Abdillah?” Katanya dengan nada bertanya. “Iya, pak Malik ini?” jawabku sambil membalas dengan pertanyaan.

Setelah berbincang sebentar dan saling menanyakan kabar, datanglah mobil truk bak tertutup yang sudah dipotong separuh bagian atasnya. Kalau mau membayangkan bayangkan saja gerbong kereta batu bara. Bedanya truk ini beratap. Ternyata benar, truk bak tertutup ini dimodifikasi sebagai mobil pengangkut barang dan orang. Pak Malik segera menyodori selembar kertas yang berisi jadwal kegiatan rombongan dai Ma’had as-Salafy Jember di Ciamis.

Barang segera dinaikkan ke atas truk bersama rombongan. Ternyata truk tersebut tidak menampung semua rombongan. Sisanya masuk ke dalam mobil tua berwarna coklat. Berangkatlah rombongan menuju ma’had an-Nur al-Atsari Banjarsari Ciamis Jawa Barat. Namun, aku dan satu orang ikhwan terpaksa naik angkot karena memang truk dan mobil tua berwarna coklat itu tidak muat. Kami berdua ditemani oleh salah seorang pelajar Ma’had an-Nur al-Atsari. Sebut saja Saeful, nama pelajar tersebut. Santri kelahiran tahun 1993 itu dengan sabar menemani kami menunggu angkot yang akan mengantar ke ma’had. Bahasa Sunda yang digunakan Saeful rupa-rupanya berhasil menggambarkan kepada kami bahwa dia asli Ciamis. Namun ternyata, ia adalah pemuda bermarga jawas, Jawa Tengah Asli, tepatnya Klaten.

Setibanya di Ma’had an-Nur al-Atsary rombongan Ma’had as-Salafy disambut dengan meriah oleh pengurus. Di antara hal yang membuat kami terharu adalah ketika salah seorang petugas dapur pondok yang bernama Abul Faruq tetap menyatakan untuk bertugas kendati saat itu adalah hari liburan ma’had. Beliau rela mengorbankan waktu liburnya untuk menjamu rombongan Ma’had as-Salafy. Dan pada hari Senin, Abul Faruq mengambil lauk untuk kami. Qaddarallah, beliau jatuh dari sepeda motor. Abul Faruq segera dilarikan ke puskesmas. Sebenarnya, tidak ada luka luar akibat kecelakan sepeda motor itu. Pertolongan segera diberikan kepadanya. Namun apa daya kekuatan manusia tak mampu membendung ketentuan dan ketetapan sang Penguasa. Abul Faruq dipanggil oleh Allah setelah jatuh dari sepeda motor demi menjamu rombongan Ma’had as-Salafy. Semoga Allah merahmati dan membalas kebaikan Abul Faruq serta memberikan kesabaran kepada keluarga yang ditinggal. Rombongan termasuk yang ikut menyalatkan jenazah dan mengiringinya ke pekuburan.

Selebihnya, rombongan dai Ma’had As-Salafy mendapatkan pengarahan dan penjelasan medan dakwah Kampung Laut. Perlu diketahui bahwa Ma’had an-Nur al-Atsary adalah pengampu dakwah di Kampung Laut. Sehingga seluruh dakwah di Kampung Laut di bawah koordinasi Ma’had an-Nur al-Atsary. Peserta antusias mendengar penjelasan dari Ustadz Khathib, Ustadz Abu Jundi, Ustadz Abu Abdi Rabbih dan Ustadz Aan. Selanjutnya, rombongan Ma’had as-Salafy melakukan rapat koordinasi bersama penanggung jawab dakwah Kampung Laut, Ustadz Abu Abdi Rabbih. Kesimpulannya, bahwa para dai akan ditempatkan di enam titik dakwah; Ujung Gagak sebagai sentral, Ujung Alang, Solok Jero, Muara Dua, Binangun, dan Cikadim.

Ketua rombongan, Ustadz Muh. Noer segera menggelar rapat konsolidasi membagi para dai ke masing-masing titik beserta koordinator masing-masing. Setelah ditentukan koordinator dan anggota masing-masing titik, perbekalan yang kita bawa segera kita bagi menjadi enam. Perbekalan dibagi di Ciamis karena ini adalah pertemuan terakhir sebelum kita berpisah di masing-masing titik dakwah. Setelah dirasa cukup persiapan dan belanja perbekalan selesai maka ba’da Ashar hari Senin, berangkatlah rombongan dai Ma’had as-Salafy menuju Kampung laut via dermaga Majingklak. Truk dengan bak seperti gerbong kereta batu bara tapi beratap dengan setia membawa barang kami dan beberapa orang dari kami. Selebihnya naik mobil. Tercatat dua mobil yang mengantarkan kami ke dermaga. Barang yang kami bawa bertambah banyak karena kebutuhan logistik selama di Kampung laut kami beli di Jawa, sebab harga-harga di Kampung Laut melangit dan itu pun terbatas.

Kali ini, penulis mendapatkan kehormatan untuk naik mobil tua berwarna coklat. Rombongan meluncur. Satu truk gerbong kereta batu bara, satu mobil lagi lumayan bagus dan mobil tua berwarna coklat. Kampung Laut yang hanya di benak, kini sebantar lagi akan kami pijak. Tak sabar saja rasanya ingin segera sampai di Kampung Laut itu. Namun penulis berpikir bahwa kami harus bersabar, sebab yang penulis naiki adalah mobil tua berwarna coklat yang kali ini disopiri oleh Saeful Jawas. Mungkin saja, kami akan tertinggal oleh rombongan yang sedari tadi sudah melaju kencang di depan. Tapi tak disangka si Saeful Jawas itu tiba-tiba memacu mobil tua berwarna coklat sejadi-jadinya. Tiga mobil yang mengangkut para dai itu saling susul-menyusul untuk segera sampai. Truk gerbong kereta batu bara paling depan, satu mobil lagi di belakangnya, dan mobil tua berwarna coklat paling bontot. Masing-masingnya melaju kencang seperti semangat kami yang menggebu-gebu untuk bisa segera mencapai Kampung Laut. Tak disangka, mobil tua berwarna coklat dengan sopir akh Saeful segera melaju dan melampaui dua mobil di depannya. Dugaanku terhadap mobil ini ternyata meleset. Ternyata, mobil tua berwarna coklat ini masih saja seperti inova. Terus melaju dan melesat, hingga di dermaga Majingklak kamilah yang pertama sampai. Tentu, karena pertolongan Allah kemudian mobil tua berwarna coklat bersama si Saeful.

Sungai Citandeuy membentang di mata kami. Lebar sungainya, deras arusnya dan coklat airnya. Jujur saja, sebagai orang gunung, baru kali ini aku melihat sungai seluas ini dengan puluhan perahu bersandar di tepiannya. Subhanallah, sebuah pemandangan menakjubkan. Setengah jam kemudian, dua mobil kami yang lain akhirnya datang juga. Jarak kami terpaut lumayan jauh, memang mobil tua berwarna coklat yang disopiri akh Saeful itu tak boleh diremehkan. Di dermaga ini, berdirilah masjid besar nan megah dengan kubah coklat keemasan. Sayang, kemegahan masjid ini tak semegah jamaahnya. Menurut penuturan salah satu ikhwan, masjid ini sepi jamaah. Jangankan pengajian atau taklim, adzan lima waktu saja jarang terdengar dari masjid ini, Allahul musta’an.

Dermaga Majingklak sebagai saksi atas perpisahan sebagian kami yang segera bertolak ke titik-titik dakwah. Wajar saja, karena untuk bertemu lagi antar kami merupakan sesuatu yang mahal lagi sulit. Antar titik harus ditempuh dengan perahu dengan biaya yang relatif tidak sedikit. Untuk komunikasi juga lumayan terbatas, karena di sebagian titik sinyal HP sulit ditemukan. Berangkatlah dengan barakah dari Allah wahai teman, kami hanya bisa mendoakan. Itulah awal perpisahan kami tepatnya pada Senin sore menjelang Maghrib. Dua perahu siap mengantarkan kami ke masing-masing titik dakwah….

Sebenarnya ada banyak hal yang bisa kami tuturkan, namun kiranya di waktu lain kisah itu kami sampaikan. Yang jelas, Kampung Laut menyimpan sejuta cerita dan tentunya mereka membutuhkan kita semua. Berikut ini beberapa ringkasan laporan dakwah di Kampung Laut.

 

UJUNG GAGAK

(Pusat Kampung Laut)

Koordinator  : Abu Abdillah Wates

Anggota       :

  1. Umar Bafadhol
  2. Taufik Jambi
  3. Zakariya Padang
  4. Abdullah Kendari
  5. Murtadho
  6. Zumar Rofiqi

Laporan Kegiatan

  • Setelah datang kita melakukan:
  1. Kunjungan ke Lurah/KADES, Kunjungan ke RT, dan Kunjungan ke Kadus.

Dalam kunjungan tersebut kami menjelaskan program dan tujuan kedatangan kami disertai harapan dukungan dan saran maupun arahan. Kegiatan dakwah selama itu (4 hari pertama) belum berjalan karena target kita adalah berbaur dengan masyarakat terlebih dahulu.

  • Sosialisasi ke Masyarakat:

Pengumpulan warga ba’da shalat Jumat tanggal 7 Februari, sekaligus perkenalan dan penjelasan program-program. Kami menamakan kegiatan kami sebagai santri PKL PONPES AS-SALAFY JEMBER JAWA TIMUR. Dalam kesempatan tersebut kami juga mengharapkan dukungan dari warga, orang tua, tokoh pendidikan. Alhamdulillah, tanggapan warga positif dan mendukung baik dari orang-orang tua, maupun tokoh pendidikan.

Program yang dilaksanakan

  1. A.   Pendekatan kepada Warga.
  • Kunjungan ke warga, ngobrol, menanyakan pekerjaan atau bantuan, ramah-tamah. Cara ini jitu untuk berbaur dengan masyarakat. Perlu diketahui bahwa dahulu pihak kristen mengirimkan siswa-siswi sebuah sekolah kristen di Jakarta ke Kampung Laut. Jumlah mereka 8 bus. Mereka ditugaskan untuk masuk ke dalam rumah-rumah warga dan berbaur dengan mereka. Mereka membantu tugas sehari-hari warga. Tugas mereka adalah menggambarkan kepada masyarakat bahwa Kristen itu baik. Bertolak dari itu, maka kami berusaha untuk “memasyarakat”.
  • Membantu pekerjaan warga:
  1. Memotong rumput di sawah.
  2. Menguras tandon air.
  3. Mengangkut batu bata.
  4. Membuat pondasi.
  5. Melaut/mencari ikan bersama warga.
  6. Membasmi rumput rumah warga.
  • Setiap berkunjung kita meninggalkan oleh-oleh berupa buletin saku, buku, dan kalender.
  • Kunjungan dan bantuan kerja dilaksanakan:

ü  Jam 06.00 – Zhuhur.

ü  Jam 14.00 – Ashar.

ü  Ba’da maghrib.

ü  Ba’da Isya.

  1. B.   TPA/TPQ anak-anak setiap ba’da Ashar.

ü  Tempat di Masjid Jami’ al-Barakah.

ü  Jumlah santri sekitar 50 anak (jumlah ini sebelum ada les kelas enam di SD. Namun setelah ada les kelas 6, mulai tanggal 10 Feb, maka jumlah santri berkurang, karena waktu les bertabrakan dengan jadwal TPA). Sampai berita ini diturunkan jumlah peserta TPA semakin hari semakin bertambah. Sekarang bisa mencapai 70-an.

ü  Fasilitas Modul, dll. Jadwal pelajaran lengkap lihat pada lampiran.

ü  Pembuatan lapangan sepak bola di belakang masjid al-Barakah.

  1. C.   Pengajian Ibu-ibu.

ü  Dilakukan 2 kali seminggu, Ahad jam 14.00 Fikih dan Jumat jam 14.00 nasihat keluarga.

ü  Jumlah peserta 30-an orang.

ü  Semula bertempat di mushala-mushala, tetapi dengan kedatangan kita, tempat kajian difokuskan ke Masjid al-Barakah.

ü  Ibu-ibu sangat antusias dan aktif.

  1. D.   Taklim Umum ba’da Maghrib.

ü  Peserta adalah bapak-bapak sepuh, sebagian ikhwan, ibu-ibu dan anak-anak.

ü  Materi bebas.

ü  Taklim tidak usah terlalu lama, maksimal 45 menit.

  1. E.   Taklim Ikhwan ba’da Isya’.

ü  Peserta adalah ikhwan (sekitar 4 orang).

ü  Materi Qowa’idul Arba’ dan Nahwu (Ust. Zakariya PDG) dan Tahsin (Ust. Ahmad PCT).

  1. F.   Kultum ba’da Shubuh. Jadwal kegiatan lengkap bisa dilihat pada tabel kegiatan.

ü  Diisi secara bergilir oleh santri.

ü  Durasi maksimal 15 menit.

 

PR yang harus segera dikerjakan:

  1. Mendirikan TPA di mushala tengah.

–      Kita sudah dipersilakan oleh Pak Kirman (mantan kepala sekolah SD).

–      Alhamdulillah, kita diberi kepercayaan oleh pihak SD untuk menggunakan fasilitas komputer dsb yang berada di ruang kantor (hubungi Pak Kirman, Agus, Rahmat).

–      Pihak SD melalui pak Kirman juga mengalokasikan 1 jam belajar aktif agar kita mengajar pelajaran agama pada jam tersebut untuk kelas 1 – 6. Namun permintaan ini belum kita realisasikan karena beberapa pertimbangan.

  1. Mendirikan TPA di mushala timur.

–      Pak Arif Sugiri mempersilakan kita untuk masuk ke mushala timur. Di mushala ini sudah terbentuk TPA dan yang ngajar adalah akhwat salafiyah ba’da Ashar, namun terkadang kosong.

–      Harapannya, kita bisa mengadakan TPA ba’da Maghrib di mushala ini atau setidaknya mengoptimalkan TPA yang sudah ada (ba’da Ashar) dengan cara menyamakan materi pengajaran, yaitu dengan memberikan modul dan iqra’ kepada mereka.

–      Terucap dari seorang warga/jamaah mushala timur (Pak Edi) agar kita mengisi kajian di mushala tersebut. Tawaran-tawaran kajian semacam ini adalah hasil dari kunjungan kita ke rumah-rumah warga Ujung Gagak.

  1. Mengadakan pembinaan mualaf.

–      Mualaf yang aktif adalah Pak Puji, rumahnya sebelah selatan masjid.

–      Pembinaan mualaf belum berjalan, tetapi salah seorang mualaf sudah aktif dan sebenarnya siap untuk diajari.

  1. Yang perlu untuk dikunjungi berikutnya:

–      Pak Kades, kadus, RT/RW dan aparat desa lainnya.

–      Pak Arif Sugiri, Pak Jemu, Pak Mul, Pak Sipon, Jasmin, Pak Sutrisno (timur gereja Katholik yang sudah runtuh) dan tokoh-tokoh masyarakat lain.

–      Ikhwan-ikhwan yang sudah futur/jarang taklim, seperti Anto, Abdurrahim, Sofyan, Warsito dll.

–      Para mualaf: Pak Puji, Pak Marto, Pak Murja (mualaf), pak Sugiarto (mualaf), dll.

–      Dan seluruh warga. Ingat bahwa semakin kita berkunjung ke warga maka image dan pandangan masyarakat yang dahulu kurang baik terhadap kita insya Allah sedikit demi sedikit akan terkikis.

–      Secara umum, mualaf di sini masuk Islam karena iming-iming materi dan hadiah.

  1. Tanggal 15-17 Feb kita diminta membantu Pak Warso belakang rumah untuk membuat pondasi rumah.
  2. Mendirikan perpustakaan mini, di mushala tengah (Pak Kirman) maupun di Masjid al-Barakah. Semua buku distempel terlebih dahulu.
  3. Pendirian PAUD/TK/TA untuk menampung pendidikan anak-anak kaum muslimin.

 

Kendala:

  1. Warga/ikhwan terhambat oleh waktu pekerjaan (nelayan) yang tidak menentu, sehingga kadang-kadang tidak bisa hadir dalam shalat berjamaah maupun taklim.
  2. Untuk taklim sepuh-sepuh dan ibu-ibu lebih disukai yang berbahasa jawa atau minimalnya campuran.
  3. Ikhwan setempat kurang kompak, jadi kita sendiri yang harus pro aktif melakukan kegiatan terjun ke masyarakat.
  4. Pembangunan gereja kristen ilegal masih terus berjalan, bahkan tinggal pemasangan keramik. Penghentian pembangunan ini kurang mendapatkan perhatian serius dari seluruh warga muslim sebab paham pluralisme dalam beragama sudah kian santer di masyarakat dan ada indikasi bahwa pihak kristen “main uang” agar masyarakat muslim diam. Masyarakat yang imannya rendah akan tergiur dengannya sehingga rasa cemburu terhadap Islam semakin berkurang. Untuk membendung arus kristenisasi berupa pembangunan gereja ilegal ini, sebagian masyarakat yang masih bersemangat berupaya membangun mushala di daerah gereja tersebut. Namun pembangunan mushala ini terhambat oleh biaya. Sampai sekarang ini, pembangunan mushala terhenti dan baru sampai pada pondasi saja. Maka dari itu mohon dukungan doa dan bantuan dari kaum muslimin semuanya. Hingga berita ini diturunkan, kami mendengar bahwa pihak Nasrani bergerilya yang mendatangi para mualaf untuk mengajak murtad kembali. Dari hasil gerilya itu, ada satu mualaf yang murtad lagi.

 

Saran dan kritik:

  1. Usahakan untuk sering berkunjung ke warga, siapapun dia. Tipe dan karakteristik warga Ujung Gagak itu suka diajak ngobrol dan senang bila dikunjungi. Tuduhan teroris masih santer di tengah-tengah masyarakat. Judi dan sabung ayam adalah hal biasa baik tua muda, pria dan wanita.
  2. Setiap kali berpapasan hendaknya kita memberi salam kepada mereka atau setidaknya menyapa mereka. Dengan menghidangkan dua potong senyum kepada mereka, mereka akan senantiasa menghargai kita. Jangan sungkan-sungkan untuk mengucapkan, “Assalamu’alaikum, ndherek langkung, monggo, atau yang semisalnya.”
  3. Ketika ngobrol dengan warga, sering-seringlah menanyakan kabar, pekerjaan apa yang bisa kita bantu, dll.

 

BINANGUN

Koordinator  : Salim

Anggota       :

  1. Zakariya BWI
  2. Ardhi
  3. Syahroni
  4. Haritsah

 

v TPA kurang lebih 15 anak (Ba’da Maghrib).

v Bapak-bapak mulai belajar Iqra.

v Ziarah.

v Kerja bakti.

v Tanggapan masyarakat bagus.

 

CIKADIM

(3 – 9 Februari 2014) Ust. Muhammad Noer.

Koordinator  : Muslim (10 Februari 2014)

Anggota       :

  1. Muh. Ali Ridha.
  2. Faishal.
  3. Mudzakkir.
  4. Abdillah Jenggawah

 

v Semula dakwah marak di tempat tersebut (sebelum ada masjid).

v Perkembangan tersebut membuat tokoh setempat iri, yang pada akhirnya dia memprovokasi atau mempengaruhi, dan melarang warga taklim terkhusus anak-anak mereka (sebelum kedatangan santri-santri Jember). Tidak boleh berbicara dengan ikhwan, menolak pemberian, tidak menerima tamu dari kita.

v Kesyirikan marak di tempat tersebut.

v Ketika ikhwan Jember datang, mereka langsung membuat program amal jama’i, kajian setiap hari, dan TPA/TPQ.

v Untuk ziarah. Karena posisi masjid jauh dari rumah penduduk sekitar 400 m, ketika hujan jalan sulit untuk dilalui.

v Ziarah belum sempat dilakukan. Karena beberapa ikhwan masih trauma/khawatir menimbulkan efek dakwah.

v Program yang perlu dilakukan.

  • Ziarah ke masyarakat (perlu ditekankan).

 

Contoh Permusuhan tokoh ormas di sana:

Melengserkan RT yang ngaji ke kita dengan membuat tanda tangan palsu dan menggantikan dengan tukang sabung ayam.

v Kajian.

  • Kajian sudah berjalan dengan peserta kurang lebih 11 orang setiap ba’da Maghrib.
  • Pengajian ibu-ibu 3x seminggu. Ada tambahan peserta kurang lebih 10 orang.
  • TPA/TPQ kurang lebih 7 orang. Sebelumnya Ust. Yusuf (Fikih).

v Mayoritas warga adalah petani, nelayan, nderes kelapa (nira). Ibadah ke masjid kurang.

 

 

UJUNG ALANG

(baru bisa masuk sejak tanggal 10 Febuari 2014)

Koordinator  : Muh. Noer

Anggota       :

  1. Razi Medan
  2. Muadz Medan
  3. Abu Muhammad Malang
  4. Hasan Medan
  5. Fauzan Malang

v Semangat para mualaf sangat tinggi untuk belajar Islam.

v Miras/judi/sabung ayam adalah kebiasaan sehari-hari masyarakat, baik tua, muda, pria wanita.

v Antipati masyarakat terhadap dakwah ini sebagai dampak kecerobohan dalam beramar ma’ruf nahi mungkar yang dilakukan oleh seorang da’i dari madura pada saat acara hajat laut/sedekah laut.

v Tuduhan teroris masih santer di tengah-tengah masyarakat.

v Masyarakat terkhusus para mualaf lebih senang untuk dituntun dalam memahami permasalahan/hukum agama daripada sistem doktrin atau langsung tembak.

Kegiatan yang berjalan.

v Taklim ba’da maghrib, peserta mayoritas mualaf (kurang lebih 17 orang) di mushala Muhajirin.

v Ba’da Isya’ Iqra’ bapak-bapak.

v Kuliah subuh.

v Latihan adzan (mualaf banyak yang belum bisa/hafal adzan).

v TPA/TPQ ba’da maghrib di masjid tengah ba’da Maghrib (sebelumnya dipegang Arifin Madura; kadang ada kadang kosong).

 

MUARA DUA

Koordinator  : Abdullah Imam

Anggota       :

  1. Muh. Mughna
  2. Abdul Malik
  3. Amin Medan
  4. Usamah Kebumen

 

v Taklim bada shalat Maghrib peserta dari warga alhamdulillah baru 1 – 2 orang.

v Bada maghrib TPA, alhamdulillah 1 -2 orang.

v Pagi kerja bakti.

v Bada dhuhur – malam ziyarah.

v Satu mualaf sudah mulai ke masjid, anak-anak mulai mendekat.

 

 

Ternyata dakwah itu berat. Dakwah itu sulit. Menjadi seorang murabbi itu tidak gampang. Namun kita tidak pernah putus asa. Dengan segala kekurangan yang ada pada kami, alhamdulillah, dan dengan pertolongan Allah tak terasa 2 minggu sudah kami terjun di Kampung Laut. Ada yang menerima ada yang menolak. Sebagian besar mereka antusias. Butuh uluran tangan dari kita, dari kami dan dari antum. Masih banyak kekurangan yang harus kami benahi. Siapakah yang akan peduli dengan mereka lagi selain kita? Kaum muslimin, mualaf dan anak-anak selalu menunggu antum semua di kampung ini…. Kami menanti antum di sini . . .

Barakallahufikum . . .

 

Berat bagi kami meninggalkan Kampung Laut. Kami tidak ingin estafet dakwah ini hanya berjalan selama satu bulan lalu berhenti begitu saja tanpa ada yang melanjutkan. Terlampau kasihan anak-anak yang sudah dekat dengan kita, dengan shalat jamaah, dengan pengajian, dengan iqra’ dengan ilmu lalu kita tinggal begitu saja. Sayang bila dakwah ini berhenti sampai di sini. Siapa yang akan mengajari mereka iqra’? Siapa yang akan membina mereka dalam ibadah? Tidak adakah yang terketuk hatinya?

 

Laskar Bahari Ujung Gagak[1] menanti kita . . .

 

Laskar Bahari semakin menggelora seperti gelombang pasang pantai selatan!

 

Mualaf Ujung Alang selalu menunggu . . .

 

 


[1] Demikian kami menyebut sebagian santri aktif TPA/TPQ masjid al-Barakah Ujung Gagak. Ada sejuta cerita dan kisah yang bisa kami rangkai tentang mereka. Di antara semangat ibadah mereka adalah bahwa jam pulang sekolah mereka sekitar jam 12-an lebih, tetapi para Laskar Bahari meminta ijin kepada guru untuk ikut shalat jamaah dulu bersama kami, padahal mereka masih berada pada jam belajar aktif.

Mungkin Anda juga menyukai

2 Respon

  1. abu royhanah berkata:

    Allah yajziina waiyyahum wahyyakum,,

    ane bantu do’a aja yah..

  2. Abu Ayyub berkata:

    Untuk teman2 di jember..
    semangatlah dalan menuntut ilmu..
    kalian berada di atas kenikmatan yg banyak org tdk mendapatkannya, sprti yg telah kalian saksikan di kampung laut..

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.