Malas Mengerjakan Sebagian Kewajiban
Oleh Rifqi Wijaya Andika Takhasus
Setiap kita pasti mengaku dan meyakini bahwa dirinya beriman kepada Allah, dia pasti tidak rida kalau ada orang yang menafikan keimananya. Lalu bagaimana halnya jika seorang yang beriman dan menauhidkan Allah namun dia malas dalam mengerjakan sebagian ibadah yang wajib, apa hukum orang tersebut?
Penjabaran Ulama
“Orang yang demikian, maka keimanannya cacat (tidak sempurna). Demikianlah menurut ahlus sunnah wal jama’ah. Barangsiapa melakukan kemaksiatan maka akan berkurang keimanannya. Karena mereka meyakini bahwasannya iman itu adalah perkataan, perbuatan dan keyakinan, bisa bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.
Di antara contohnya ialah meninggalkan puasa Ramadan atau sebagiannya tanpa udzur. Hal ini merupakan kemaksiatan besar yang mengurangi serta melemahkan keimanan, bahkan ada sebagian ulama yang meng-kafirkan pelaku perbuatan tersebut.
Namun yang benar, orang yang melakukan hal tersebut tidak kafir selama ia masih meyakini kewajiban puasa, yang mana ia tidak berpuasa selama beberapa hari itu hanya karena malas dan bemudah-mudahan.
Jika seseorang mengakhirkan waktu penunaian zakat disebabkan bermudah-mudahan, atau ia tidak menunaikannya, maka hal ini merupakan sebuah kemaksiatan dan kelemahan iman. Sebagian ulama meng-kafirkannya disebabkan ia tidak menunaikannya.
Demikian juga jika seseorang memutus tali silaturahmi atau durhaka kepada kedua orang tuanya, maka hal ini merupakan kekurangan dalam iman dan kelemahan padanya, begitu juga dengan kemaksiatan yang lain.
Beda Halnya dengan Salat
Adapun meninggalkan salat maka hal ini menafikan keimanan, dan menjadikan seorang keluar dari agamanya, walaupun ia tidak menentang kewajiban salat berdasarkan pendapat yang benar dari dua pendapat para ulama. Dalilnya adalah sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya), ”Puncak dari seluruh perkara adalah Islam, tiang penopangnya adalah salat, sedangkan puncak tertingginya adalah jihad di jalan Allah.”
Dan juga sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah salat, barangsiapa meninggalkannya maka ia telah kafir.”
Begitu juga hadits lain yang menunjukkan hal tersebut.”
Sumber: Majmu’ Fatawa Asy-Syaikh-Syaikh Bin Baz (1/55).
Akhir kata
Semoga fatwa dari beliau ini bisa kita camkan baik-baik, dan kita realisasikan di keseharian kita. Amin Ya Rabbal’alamiin.