Menjalani Lika-Liku Kehidupan yang Penuh Pelajaran
Oleh Abu Muhammad Ammar Hakam Syamlan 1 Tahfizh
Covid-19 tak berhenti-berhenti…
Sebagian manusia tak sabar lagi…
Menanti kapan Corona pergi…
Sebagian orang merasa tak sanggup berdiri…
Untuk menghadapi badai Covid-19 ini…
Karena kurangnya iman dalam hati…
Hanya Rabbi…
Yang bisa menghilangakan wabah ini…
Mari kita sama-sama bertobat kepada Ilahi…
Yang menciptakan langit dan bumi…
Mari kita berdoa kepada Allah Rabbi…
Agar Covid-19 segera cepat pergi…
Supaya kita bisa bertemu lagi…
Aku adalah salah satu santri Program Tahfizhul Qur’an (Setingkat SMP) Ma’had Minhajul Atsar Jember yang baru masuk. Aku berada di kelas 1 angkatan tahun 2020–2021 M. Kawan, saat masuk ke jenjang Tahfizh ini, aku banyak mendapatkan pengalaman. Baik pengalaman itu sebelum masuk, yaitu saat masih di MTP, mulai dari BDR (belajar di rumah), tes wawancara saat masuk, rapid test, karantina hingga masuk ke asrama.
Ketika masih di kelas 6 MTP (Setingkat SD) aku memasuki waktu liburan. Sekolah memberikan liburan 2 pekan. Setelah 2 pekan lewat, waktu yang ditunggu-tunggu datang. Alhamdullillah, semua temanku masuk, tapi selang beberapa minggu Covid-19 datang. Ia menjadi wabah yang ditakuti oleh manusia, qadarullahu wa ma sya-a fa’al, padahal kelas 6 sudah berencana mengadakan acara perpisahan pada bulan Ramadhan. Ya, manusia hanya bisa merencana, Allah yang menentukan segalanya.
Akhirnya, pihak sekolah memberikan keputusan agar kita melakukan kegiatan BDR. Yaitu, pada 16 Maret 2020. Awal-awal BDR aku senang sekali. Akan tetapi begitu BDR aku tamatkan, aku sudah bosen. Hingga akhirnya, alhamdulillah acara Iedul Fitri tetap dilakukan secara bersama-sama di Kavlingan. Seru sekali.
Di sinilah aku mulai mendapatkan banyak nasehat yang sangat bagus. Salah satunya adalah nasehat sari salah musyrif MTP. Ia datang menghampiriku dan menanyakan kabarku. Aku jawab, “Alhamdulillah.”
“Enak gak belajar di rumah?” kata musyrif MTP.
“Gak enak Ustadz,” jawabku dengan jujur.
“Gak enak.. Gak faham pelajarannya, gak ada yang jelasin dan gak ada canda-tawa dan suka-duka.”
Ternyata ucapanku membuat musyrif MTP itu menasehatiku dengan nasehat yang sampai sekarang masih kuingat. Beliau mengatakan, “Mar, sekarang coba kamu berpikir dengan jujur, apakah selama ini kita sudah bersyukur? Kita bisa sekolah itu nikmat yang besar.” Hingga musyrif MTP itu menukilkan ayat dari al-Quran,
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Jika kamu bersyukur, pasti Aku akan menambah (nikmat) kepadamu. Akan tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7)
Akupun langsung berfikir bahwa selama ini aku belum bersyukur. Begitu selesai dinasehati, aku langsung pulang ke rumah. Adzan Zhuhur dikumandangkan. Aku menjawab adzan tersebut dengan persiapan wudhu. Selesai adzan, aku langsung ambil wudhu dan shalat Zhuhur bersama adikku. Akupun bertobat kepada Allah. Aku menyesal kenapa waktu itu aku tidak bersyukur? Kataku di hati, walaupun mata ini tidak mau turun untuk menangis.
Singkat cerita, aku mendengar bahwa santri kelas 6 MTP akan wawancara masuk ke jenjang Tahfizh. Tes akan diadakan sebentar lagi, rasa syukurpun aku panjatkan. Jujur, sejak kelas 5 MTP aku sudah pengen sekali mondok.
Akhirnya ayahku mendaftarkan diriku. Hari wawancara pun tiba. Dua belas orang yang akan masuk kelas 1 Tahfizh. Dari jumlah itu, 7 orang melakukan karantina di lantai 2 masjid dan 5 orang karantina di wisma besar pondok. Kami melakukan karantina. Dan ini merupakan imbauan dari Pemerintah RI.
Pada hari ke-5, kami sudah kelihatan ceria semua. Kami bahagia. Kami menjalaninya sampai hari ke-14. Pengalaman berharga bagi kami. Pelajaran juga bagi kami; yaitu untuk sabar dan berjuang dalam thalabul ilmi. Setelah itu, kami masuk ke pondok. Di pondok kami menjalani orientasi selama satu pekan. Tepatnya di lantai 2 masjid. Namanya BSO (belajar selama orientasi).
Di sini ada cerita unik, yaitu ketika lagi garing-garingnya, salah satu temanku bilang, “Dua minggu kita menjadi orang kaya lalu 1 pekan menjadi ahlu suffah.” Betul, kami makan dan tidur di masjid. Satu minggu pun lewat, waktunya kita turun, alhamdulillah kita turun dan memasuki kamar masing-masing.
Akan tetapi, tidak diduga, aku disuruh orang tua untuk ke Dokter Gigi. Ya, konsekuensinya aku harus berpisah lagi denganteman-temanku. Bismillah, hanya itu yang bisa kuucapkan. Ya, aku ‘kan pakai kawat gigi, kawat gigiku sudah banyak yang lepas. Sedih, ya sedih. Akan tetapi kita harus selalu bersabar. Allah perintahkan kita untuk sabar, yaitu pada surah al-Ma’arij ayat 5,
فَاصْبِرْ صَبْرًا جَمِيلا
“Maka bersabarlah kamu dengan sabar yang indah.”
Lihatlah, ayat ini sudah kita hafal betul, maka amalkanlah.
Hari-hari belajar dimulai. Aku bisa nambah hafalan satu surat, ahamdulillah atas pertolongan Allah aku dapat menambah. Tapi saat ujian, ada saja suka ada duka. Ketika ujian setor 9 juz, dengan salah 84. Akhirnya, nilainya rasib atau gagal. Akhirnya aku memutuskan untuk murajaah selama satu pecan. Alhamdulillah, selama satu pekan aku dapat menyelesaikan surat-surat rasibah (gagal). Dan kali ini yang paling banyak salahnya di surat al-Waqi’ah.
Satu pekan setelah ujian kurang lebih, ada yang menawarkan aku untuk les tahsin. Aku lang sung menyanggupinya. Senang sekali, ada ustadz yang mengajariku secara privat.
Tak terasa, ujian hafalan sudah hampir tiba. Ustadz menyampaikan, “Insyaallah, satu pekan lagi ujian ya. Jadi dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Ujannya 10 juz ya, persiapkan dari sekarang.”
“Mak, cepat kaaali, satu bulan gak terasa.”
Ujian dilakukan pada hari Senin. Sehari sebelumnya, aku sudah mulai persiapan. Pukul 08.00 aku tasmi’ sama kakak kelas 2, waktu itu waktu murajaah dan halaqah murajaahku tidak ada ustadznya. Aku setor surat al-Mujadilah.
Waktu itu badanku di masjid, tapi pikiranku ke mana-mana. Ya, waktu itu aku lagi mikirin keluargaku. Hingga tak terasa aku salah 12. Hehe, dari 22 ayat, ternyata salah 12. Berarti, 10 ayat yang betul. Allahul musta’an. Akudiberi motivasi oleh ustadz tahsinku. “Kalau kamu pengen mutqin, bacalah satu ayat 5 kali, kemudian pakai hafalan 5 kali dengan fokus. Kalau salah diulang dari awal lagi, kemudian sambung ayat 1 sama ayat 2 dibaca dengan hafalan 3 kali, dan seterusnya.”
Maka, nasehat itu aku praktekkan. Besok pagi aku setoran 1 juz dengan kesalahan 6. Alhamdulillah, satu juz lagi pada sesi ke-2 salah 4, alhamdulillah. Ujian kali ini, aku berhasil. Dengan izin Allah, kemudian nasehat dan bimbingan ustadz tahsin-ku, aku bisa berhasil dalam ujian kali ini. Maka, aku doakan semoga para ustadzku dijaga oleh Allah. Mereka adalah orang-orang yang sangat berjasa untukku.
Bersambung insyaallah….