Pelajaran bela diri santri

ADHE' PESEHNA CONG

 

Oleh Muawiyah Ciamis Tahfizh

 

Hari itu bertepatan hari Selasa, 2 Sya’ban 1442 H atau 16 Maret 2021 M. Di pondok kami, Ma’had Minhajul Atsar Jember, seusai shalat Isya’ para santri tahfidz bersegera membentuk halaqoh al-Qur’an di masjid.

Namun pada beberapa halaqoh terlihat kosong, usut punya usut ternyata malam itu sebagian santri ada jadwal beladiri di halaman masjid. Bela diri adalah agenda malam santri tahfidz secara bergilir sesuai dengan tingkatannya.

 

Beladiri santri

Santri yang terjadwal beladiri, setelah shalat isya bergegas melakukan persiapan di kamar mereka masing-masing. Kala itu yang terjadwal adalah kamar “Bukhari” dan kamar “Muslim”.

Selepas persiapan beladiri, mereka tampak mulai mengatur barisan, saling berhadap-hadapan layaknya dua pasukan yang ingin bertempur. Namun karena sedang masa pandemi, maka mereka harus tetap menjaga jarak di saat latihan berlangsung.

Sejurus kemudian, di sana terlihat seorang pelatih bela diri yang gagah berani. Beliau adalah seorang ustadz yang berasal dari kota Lampung.

 

Teknis latihan beladiri

Latihan beladiri dimulai dengan lari mengelilingi lahan berbentuk segi empat agak miring. Itulah lapangan sekaligus “stadion” mini ala pondok kami. Lalu dilanjutkan  dengan beragam gerakan sebagai pemanasan yang wajib untuk dilakukan sebelum memulai beladiri. Tujuannya agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

“Satu….!! Dua….!! Tiga…….!!”

Begitulah kurang lebih teriakan dari sang pelatih, memulai latihan seraya menepukkan dua target yang ada di kedua tangannya. Kaki demi kaki bergerak untuk menendang ke arah depan dengan sekeras-kerasnya. Hitungan demi hitungan pun berlalu diiringi dengan tendangan kaki kearah target.

 

Tujuan beladiri

Begitulah momen yang terjadi pada malam itu. Latihan beladiri yang mereka adakan tidak lain dan tidak bukan sebagai usaha untuk melatih fisik dan mental santri.

Tidak ketinggalan, manfaat kesehatan pun juga mereka dapatkan. Namun tentunya dibalik itu semua, ada yang lebih utama yaitu meniatkan beladiri untuk bertaqarrub kepada Allah.

Imam Ibnu Qudamah al-Maqdisi rahimahullah berkata dalam kitabnya Minhajul Qashidin, “Semua perbuatan (amalan mubah) bisa diniatkan sebagai upaya pendekatan diri kepada Allah. Sebab, segala sesuatu yang berpotensi menyehatkan badan dan kejernihan hati juga mendapatkan perhatian dalam Islam.”

Ya, dengan adanya beladiri kita dapat melatih jati diri. Terlebih menjadi seorang da’i, tidak cukup terbatas pada kemampuan berolah kata dan berorasi. Bahkan berjihad melawan orang kafir juga merupakan sebuah dakwah yang tidak boleh dikesampingkan. Tentunya, dimulai dari yang terkecil yaitu latihan beladiri.

 

Penutup

Demikianlah sekelumit kegiatan dari berbagai macam kegiatan yang diadakan oleh Ma’had Minhajul Astar Jember. Semoga Allah mengaruniakan pahala atas kita dari berbagai amalan yang kita kerjakan. Aku tutup beberapa patah kata di atas dengan sebuah doa.

اللهم اجعل أعمالنا صالحة واجعلها خالصة لوجهك

“Ya Allah, jadikanlah amalan-amalan kami baik dan ikhlas karena mengharap wajah-Mu.” Amin

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.