Rasa cinta yang dibangun di atas ilmu agama
Oleh Hafidz Batam Takmili
Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan di dalam kitabnya al-Fawaid, bahwa nikmat akan terasa besar jika seorang memiliki rasa cinta. Kenikmatan akan semakin besar selaras dengan kuatnya rasa cinta.
Sebaliknya, kenikmatan akan berkurang sesuai dengan lemahnya rasa cinta tersebut. Ketika keinginan dan kerinduan kepada yang dicintainya menggebu, semakin sempurnalah kenikmatan dalam menempuh jalan untuk menggapai dan mendapatkannya.
Ketika cinta dan ilmu bersatu
Hanya saja, besarnya rasa cinta dan rindu sesuai dengan ilmu terhadap yang dicintai. Apabila ilmunya sempurna, maka rasa cinta dan rindunya akan semakin sempurna.
Jadi, kesempurnaan nikmat yang dirasa oleh seorang sesuai dengan dua hal ini, ilmu dan cinta. Ilmu yang paling utama adalah ilmu tentang Allah Ta’ala, sedangkan cinta yang paling tinggi adalah cinta kepada-Nya. Kesempurnaan nikmatpun sesuai dengan dua hal ini.
Seorang yang beriman kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala adalah orang yang paling berilmu dan paling mencintai-Nya. Maka, pada hakikatnya dialah orang yang paling merasakan nikmat yang sempurna.
Kenikmatan abadi dan tiada tara
Kenikmatan yang sempurna akan dia rasakan ketika dia berusaha mendekatkan diri kepada-Nya. Dan akan memuncak ketika melihat wajah-Nya dan mendengarkan perkataan-Nya. Seluruh kenikmatan, kebahagiaan, dan keindahan, apabila dibandingkan dengan itu semua ibaratkan setetes air di tengah samudera luas tak bertepi.
Lalu bagaimana mungkin seseorang yang berakal sehat lebih mengutamakan kenikmatan yang fana, sangat terbatas, serta penuh dengan berbagai penderitaan, dari pada kenikmatan yang abadi, kekal, dan selama-lamanya.
Mudah-Mudahan Allah golongkan kami dalian termasuk hamba-hamba-Nya yang cerdas, yang mengutamakan kehidupan akhirat dibandingkan kehidupan dunia ini. Amin