Rubrik Tarikh

 

Ibnu Abbas; Pemuka Ahli Fikih dan Tafsir Sejak Usia Muda

Oleh: Umar al-Faqih

 

Nama, Gelar dan Nasab

Nama lengkap beliau adalah Abul Abbas Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib al-Hasyimi radhiyallahu ‘anhuma. Secara garis nasab, Ibnu Abbas merupakan sepupu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Banyak gelar yang tersemat pada diri sahabat mulia satu ini. Imam adz-Dzahabi dalam karya monumentalnya yang berjudul Siyar A’lamin-Nubala’ menyebutkan bahwa Abdullah bin Abbas adalah Habrul Ummah (tintanya umat ini), Faqihul ‘Ashr (ahli fikih di masanya), dan Imamul Mufassir (imamnya ahli tafsir).

 

Didoakan Oleh Rasul

Tumbuh dalam didikan keluarga besar yang sangat dekat dengan Rasulululah menjadikan Abdullah bin Abbas sebagai anak yang berakal dewasa. Dengan keutamaan dari Allah, Ibnu Abbas terpilih sebagai seorang yang pandai, cerdas lagi mendalam keilmuannya. Bahkan melebihi anak-anak seusianya. Ditambah lagi dengan doa Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam berikut,

اللَّهُمَّ ‌فَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيْلَ

“Ya Allah, buatlah Ibnu Abbas faqih dalam agama ini dan ajarilah dia ilmu takwil (ilmu tafsir al-Qur’an).” [HR. at-Thabarani III/164]

Gelar sebagai seorang pemuka ahli fikih sekaligus pemuka ahli tafsir memang pantas untuk beliau sandang. Usia muda, semangat yang tinggi, kecerdasan yang luar biasa ditambah lisan yang selalu bertanya, membuat Ibnu Abbas menjadi salah satu sumber rujukan utama bagi umat.

 

Semangat Thalabul Ilmi Hingga Menjadi Ahli Tafsir dan Fiqih

Rasulullah n wafat dalam keadaan Ibnu Abbas berusia 13 tahun. Sekalipun muda, semangat juang untuk menimba dan mencari ilmu di dalam dirinya tak ada tandingannya. Beliau sempat mengajak seorang temannya dari kalangan Anshar untuk melakukan rihlah thalabul ilmi dan belajar dari para sahabat nabi yang senior.

Namun, ajakan itu ditolak. Kata si teman, “Buat apa belajar sementara sahabat-sahabat Nabi masih banyak bertebaran. Apakah mungkin orang-orang akan menanyakan ilmu ke kita?”

Semangat Ibnu Abbas selalu bergelora. Asanya tak pernah surut. Bayangkan saja, untuk bisa memperoleh sebuah riwayat hadits, beliau rela menunggu sampai tertidur di depan rumah sahabat yang dituju.

Bagaimana tidak menjadi seorang yang legendaris dalam ilmu agama, ilmu yang dihimpun dan dikumpulkannya benar-benar bagus dan berkualitas. Buktinya? Ibnu Abbas pernah menyatakan, “Sungguh! Untuk satu masalah saja, terkadang saya menanyakan jawabannya kepada 30 orang sahabat Nabi.”

Hal ini juga dibuktikan oleh pengakuan gurunya sendiri, Ubay bin Ka’ab radhiallahu ‘anhu. Sahabat Ubay berkata, “Anak muda ini kelak akan menjadi tinta umat ini. Aku menyaksikan kecerdasan dan kepintaran terpancar dari dirinya. Sungguh, Rasulullah pernah mendoakannya agar menjadikannya faqih dalam agama ini.”

 

Teruntuk Dirimu, Wahai Para Santri

Kisah di atas seharusnya membuka semangat dan harapan baru bagi kita –santri penuntut ilmu syar’i–. Kesempatan untuk menjadi seorang ahli tafsir dan fiqih masih terbuka. Namun dibutuhkan semangat dan kemauan yang tinggi disertai rasa yakin kepada Allah.

Marilah bersama memperbaiki diri kita untuk bersemangat dalam beribadah dan menuntut ilmu agama guna mengharap rida Allah semata dan bersiap meraih janji-Nya. Wallahu a’lam bish-Shawab.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.