Tekad yang terpatri di dada santri
Oleh M. Fikri Ambon 3B Takhasus
Ini adalah kisah salah seorang teman kami yang semoga bisa kita ambil pelajaran darinya. Sebut saja namanya Hanif (bukan nama asli). Dia merupakan salah satu santri yang berasal dari daerah yang jauh. Tepatnya, di bagian timur nusantara. Hanif bisa dibilang santri yang memiliki tekad yang sangat kuat.
Bayangkan saja, ketika ia ingin menuntut ilmu, ingin menyelami luasnya samudera ilmu, ia harus berjuang dengan perjuangan yang sangat hebat, yang mungkin kita belum pernah merasakannya. Dia terpaksa mengerahkan kemampuan yang dipunya untuk meninggalkan keluargannya di kampung. Dengan niat ikhlas –InsyaAllah– dan tekad yang kuat, ia pun melakukannya, meskipun terasa berat.
Lalu bagaimana dengan kita, kawan! Kita bisa melakukan thalabul ilmi dengan tanpa hambatan. Bahkan, mungkin dengan dukungan penuh dari orang tua. Masalah biaya, Alhamdulillah kiriman tiap bulan lancar. Bahkan, mungkin sebagian dari kita mendapatkan ‘paketan’ dari orang tuanya seminggu sekali atau bahkan setiap hari. Itu semua mereka berikan agar kita tetap semangat belajar di pondok. Lalu apakah kita telah mewujudkan harapan mereka?! Masing-masing lebih mengetahui jawabanya.
Kembali ke kisah Hanif. Setelah meninggalkan rumahnya, ia mengalami kesulitan biaya. Namun, seperti yang disebutkan di atas, Hanif adalah santri yang memiliki tekad yang kuat. Dia bukan santri cengeng, yang menyerah begitu saja.
Terbukti, ketika Hanif mulai meniti jalan thalabul ilmi, ia sangat antusias dan bersemangat dalam menghadiri halaqah ilmu. Dan juga semangat ketika memurajaah pelajaran yang ia dapatkan dari para ustadz. Bahkan, semangat dan tekad yang ia miliki bisa dibilang melebihi teman-temannya yang sudah mondok duluan.
Hanif biasa bangun di sepertiga malam melakukan qiyamul-lail, di saat sebagian temannya masih terlelap tidur. Tidak hanya itu, ia juga menghidupkan malamnya dengan memurajaah pelajaran.
Dalam hal taawun, Hanif bisa dibilang santri yang sangat semangat. Berbagai tugas yang diserahkan oleh pondok kepadanya, ia laksanakan dengan penuh tanggung jawab dan amanah. Semuanya –InsyaAllah– didorong dengan keikhlasan dan tekad kuat yang ada pada dirinya. Mungkin dialah sosok santri yang boleh kita sebut sebagai ‘santri sejati’.
Bahkan kebiasaan Hanif ini tidak luntur, walaupun di masa-masa sulit seperti ini. Nahsabuhu kadzalika, wallahu hasibuna wa hasibuhu wala nuzakki alallahi ahadan. Semoga Allah memberinya keistiqamahan.
Kisah ini bukanlah bentuk tazkiyah (rekomendasi) kepada seseorang. Namun, untuk diambil pelajaran darinya. Karena, Allah memerintahkan kita untuk mengambil pelajaran dari peristiwa di sekitar kita. Allah mengatakan:
فَاعْتَبِرُوا يَاأُولِي الْأَبْصَارِ
“Ambillah pelajaran wahai orang yang memiliki pandangan yang lurus.” (QS. Al-Hasyr: 2)
Semoga Allah Taala memberikan keistiqamahan, keikhlasan, dan tekad yang kuat untuk kita semua, Amin..