Agama Ini Milik Allah, Bukan Milik Sosok-Sosok Tertentu
Oleh Abdurrahman Ba’abduh, Takmili
Di dalam sebuah ayat, Allah Ta’ala mengatakan,
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai.” (QS. Ali ‘Imron: 103)
Sudah menjadi hak dan kewajiban seorang penuntut ilmu, untuk berpegang teguh dengan sunnah Nabinya shallallahu ‘alaihi wa sallam serta sunnah-sunnah orang-orang yang diberi petunjuk radhiallahu ‘anhum ajma’in. Hendaknya seorang penununtut ilmu menjauh dari segala sesuatu yang diada-adakan di dalam agama ini. Karena sesungguhnya segala sesuatu yang diada-adakan di dalam agama ini adalah kebid’ahan, semua kebid’ahan adalah kesesatan, dan kesesatan tempatnya di dalam an-Naar (neraka).
Mutiara Hikmah dari Imam Asy-Syafi’i rahimahullah
Al-Imam asy-Syafi’i rahimahullahu Ta’ala berkata, “Kaum muslimin telah bersepakat, bagi barangsiapa yang telah jelas baginya sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak boleh baginya untuk meninggalkan sunnah tersebut demi mementingkan ucapan orang lain.”
Maka wajib bagi mereka untuk kembali ke dalam koridor al-Quran dan as-Sunnah, di atas pemahaman para salaful ummah dari kalangan para sahabat dan tabi’in. Yang mana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mempersaksikan mereka dengan kebaikan.
Tatkala sebagian dari kaum muslimin meninggalkan hal tersebut, tampaklah di tengah-tengah mereka kebidahan yang sangat banyak dan perpecahan yang bermacam-macam.
Sumber Agama Islam
Agama ini datangnya dari Allah Ta’ala dan tidak bersandar kepada hawa nafsu manusia. Barangsiapa yang mengikuti hawa nafsunya dan pendapatnya, maka dia telah melenceng dari agama ini dan keluar dari Islam.
Berkata al-Imam Malik rahimahullahu Ta’ala, “Barangsiapa mengada-ngadakan perkara baru dalam agama ini (Islam), yang dia mengira bahwa itu adalah sebuah kebaikan, maka sungguh dia telah menuduh bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berkhianat dalam menyampaikan risalah.” Subhanallah.
Hendaknya bagi seorang penuntut ilmu untuk berhati-hati dari menolak ayat-ayat dan hadis, serta mengeluarkannya dari sisi pendalilan ketika bertentangan dengan mazhab imamnya. Dan hendaknya ia berwaspada pula dari mengedepankan ucapan seseorang daripada dalil-dalil yang syar’i. Karena semua orang itu pernah tergelincir dan itu pasti. Tidak ada seorang pun yang tidak memilik dosa (ma’shum) kecuali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dan tidak boleh mengerahkan segala kemampuan di dalam berdalil dan mengambil hukum-hukum darinya kecuali bagi orang-orang yang pantas dalam berijtihad. Adapun bagi orang awam, boleh bagi mereka untuk bertaklid jika tidak mengetahui hokum. Di dalam sebuah ayat, Allah Ta’ala berkata,
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ
“Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui.” (QS. Al-Anbiya’: 7)
Wallahu a’lam.