Berat dalam menjalaninya

 

Matahari begitu indah menyinari bumi, kehangatannya dirasakan oleh setiap hamba Allah Ta`ala. Tak terasa kini sinar mentarinya sedikit demi sedikit mulai redup, awan berwarna oranye kemerahan mulai bermunculan menghiasi langit yang ada, sungguh sejuk hati ini memandangnya, itu semua menunjukkan sang mentari mulai tenggelam bersujud kepada Rabbnya dan waktu malam akan tiba.

Tiba-tiba terdengar adzan maghrib berkumandang membahana dimana-mana. Dengan segera setiap insan mendatangi masjid dengan hati yang tunduk dan khusyuk kepada pencipta-Nya. Mereka bersegera ke masjid guna menunaikan shalat maghrib berjama`ah. Lain halnya dengan saudaraku yang satu ini, sebut saja namanya Abdullah (bukan nama aslinya). Kulihat dia di tengah masjid sedang membaca al-Qur`an, dia begitu sangat bahagia dan antusias karena malam ini dia akan menjadi imam shalat berjamaah di masjid Ma’had Minhajul Atsar Jember, Masjid Ali bin Abi Thalib. Dia merasa bahwa menjadi imam ini bukan hal yang biasa namun dia jadikan sebagai penghibur diri tatkala sedih, galau, dan pusing menerpannya.

Dalam secarik kertas yang berukuran A4, Abdullah ingin berbagi pengalaman dalam menjalani rutinitasnya sebagai imam. Banyak sekali pengalaman yang menggeliitik dan seru ketika dia menjalaninya. Suatu hari ada seorang mendatanginya dan berkata, “ Akhi ana boleh minta nadanya qari` fulan gak?” Bagi Abdullah ini pertanyaan yang sangat menjengkelkan dan mengesalkan baginya.

Itulah salah satu liku imam yang berat, karena sungguh keikhlasan itu sangat susah apalagi dengan dicampuri hal yang seperti ini, dia Hanya bisa berdoa, “Ya Allah, jangan engkau adzab hambamu ini disebabkan dari apa yang mereka katakakan, dan ampunilah segala dosaku yang mereka tidak mengetahuinya, serta perbaikilah kondisiku dengan yang lebih baik dari apa yang mereka sangka.”

Menjadi imam itu merupakan ujian yang berat, apalagi ketika mendapatkan pro dan kontra dari orang lain. Namun inilah salah satu ladang pahala bagi dia dan tempat belajar baginya untuk selalu ikhlas walau sulit, “Namun apa kita akan mundur? Katakan tidak! Terus lanjutkan dan selalu benahi niat kita!” Tuturnya.

Ada juga kenangan yang tak terlupakan, ketika dia dihubungi oleh imam yang lainnya untuk menggantikannya. Ketika dia telah siap dan maju sampai hampir melewati shaf pertama, tiba-tiba seperti tersambar petir di siang bolong, imam tersebut maju ke depan dan menarik bajunya seraya berkata, “Biar ana saja!” kaget tak terkira ketika melihatnya, dan muka menjadi rata karena menahan malu. Itu adalah pengalaman menjadi seorang imam. Sekarang hal ini bagi dia merupakan suatu yang lumrah dan biasa terjadi.

Ada juga yang sering ditanbih oleh ustadz – Semoga Allah Ta`ala selau menjaga beliau dari kejelekan dan perkara yang dibenci- , yaitu bahwa imamlah yang berhak untuk menegakkan iqamah bukan muadzin. Sebab, kadang ia datang setelah iqamat berlangsung. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengampuni segala kelalaian kita semua.

Namun, Abdullah kini sudah lulus dari ma`had kami, semoga Allah Ta’ala memberikan kepadanya keistiqamahan dan kekokohan untuk selalu berada di atas jalan yang lurus, dan semoga dia bermanfaat di daerahnya, menjadi pengajar di atas sunnah. Amiin.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.