Berjuang untuk Kembali Belajar Lagi

 

Oleh Umair Abu Umair kelas 1 Program Tahfizh Ma’had Minhajul Atsar Jember

 

Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan berbagai rezeki kepadaku tuk melanjutkan tholabul hadits. Akan tetapi takdir telah berketetapan untuk terjadi wabah Covid-19 di negara kami.

Dahulu aku adalah santri Madrasah Tahfizh Terpadu (MTP). Selama ada Covid aku belajar dan bermain di rumah. Hingga akhir bulan Juni aku belajar, bermain dan bekerja alias berta’awun membangun asrama baru untuk jenjang MTA. Aku ikut andil dalam membangun pondasi, tembok hingga tiang.

Berjalan 1 minggu, aku mendapat berita bahwa jenjang tahfizh menerima santri baru untuk wilayah kavlingan. Keinginan untuk mondok muncul, akan tetapi banyak kekurangan yang ku miliki. Hafalan kurang, muza’za, dan masih pingin di rumah. Tapi akhirnya kami nyalon jadi thullab baru. Walaupun hati ini gelap, pingin berontak, pingin marah, tapi kita butuh ilmu.

Tiga hari kemudian kita masuk rumah karantina. Mewah tempatnya tapi bukan menjadi penyenang hati yang gelap ini. Hari demi hari berjalan lambat. Akan tetapi kita sembunyikan ketidak betahan kita dari orang tua. Pingin pulang rasanya. Hingga hari yang ke enam belas memunculkan wajahnya, waktunya keluar rumah karantina.

Sudah menjadi kepastian, tapi takdir belum berketetapan untuk bisa langsung masuk sakan, kita harus orientasi satu minggu. Rasa jengkel dalam hati mulai memanas, keinginan untuk bertemu orang tua sudah tidak bisa dibendung. Air mata terus menetes dari sumbernya.

Hari demi hari berjalan hingga satu minggu, waktu yang ditunggupun memunculkan wajah senyumnya. Waktu itu kita harus turun secepat mungkin, tapi kita malu dan malu. Terus dipaksa hingga bentakan kepada sang musyrif tak sengaja terkeluarkan dari lisan kami untuk berontak “Sebentar lagi ustadz.” Akhirnya tepat pukul 10.15 kita turun dengan menundukkan pandangan. Yang menonton bukan hanya 12 orang tapi banyak orang, malu rasanya.

Hari itu hari terakhir ujian hifzhul Quran, adzan zhuhur berkumandang. Kita jawab dengan mendatangi sumber suara itu, kita mulai membaca apa yang dulu kita tinggalkan, yang dulu kita remehkan. Kita mulai membaca Kalamul Aziz (Al-Qur’an). Sedih rasanya sudah lama tidak dibaca hingga satu lembar al-Quranku lepas dari tempatnya.

Hari Rabu kita belum berani untuk pergi sendiri ketika keluar kamar, rasa tidak betah mulai muncul. Abi ummi muncul dalam ingatan kita. Mata ini mengeluarkan airnya, tapi kita harus kuasa menahannya. Kita ingat dulu bersama orang tua, bekerja benerin barang sendiri. Ketika ingat hati ini ingin nangis. Tapi yang seperti ini harus bisa ditahan.

Hari ketiga (Kamis) lembaga tahfizh libur setelah ujian. Akhirnya kita beranikan diri untuk keluar kamar walau dengan gerombolan. Akhirnya terbentuk satu tim untuk bermain bola. Main pertama kita kalah, kedua dan ketiga kita tetap kalah. Akhirnya kita kembali ke kamar. Siang itu mendung muncul di langit.

Siang itu juga ada kakak kelas yang memasak untuk acara malam bersama seluruh thullab. Mereka tidak lupa kita, kita juga diajak. Walau rasa malu menghampiri, tapi lapar tak bisa ditahan. Malam itu kita tidur pukul 23.23 WIB.

Esok hari Jumat kita awali pagi hari itu denga kerja bakti hingga selesai dan mulai bermain. Bola segera diletakkan di tengah lapangan. Meja tenis segera digelar, lapangan badminton segera dipasang. Hari bahagia muncul, sampai sebagian kawan berkata kepada yang lain, “Kita tidak ikut ujian tapi ikut libur saja.”

Hari itu aku ingi membalas kekalahan kemarin dalam sepak bola, tapi Allah sudah berkehendak untuk kalah penalti ketika main pertama. Namun pada permainan kedua kita menang dan mulai mengeluarkan skill. Musuhnya ganti tapi masih satu angkatan (kelas 2). Kita tidak patah semangat.

Hari demi hari, pekan demi pekan larut dimakan usia, hingga hari ujian pun tiba. Aku sudah enam bulan tidak murojaah secara sempurna. Akhirnya hafalanku turun satu juz. Alhasil aku harus ujian selama 3 hari berturut-turut hingga kelelahan menimpaku. Aku harus banyak istirahat hingga aku sering terserang kantuk berat.

Malam Jumat tiba lagi. Kita menonton bersama permainan badminton. Pagi hari Jumat terlihat bahagia, permainan pun digelar, permainan bola, badminton dan tenis meja.. Ramai, antri, hingga waktu menunjukkan pukul 08.30. Aku pun kembali ke kamar karena lelah.

Sekian terima kasih.

 

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.