Berzikir dengan Tangan Lebih Utama
Terjemah Fatwa Oleh: Abdurrahman Sidoarjo, 1C Takmili
Pertanyaan:
Bertasbih setelah salat dengan alat tasbih atau dengan tangan, mana yang lebih utama dan bagaimana praktik dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Jawaban:
Berzikir menggunakan tangan lebih utama, sebatas yang kami ketahui, tidak ada hadis dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menerangkang bahwa beliau menggunakan alat tasbih. Dan semua kebaikan ada pada sikap mengikuti beliau.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah pernah ditanya tentang hal ini, maka beliau mejawab dengan redaksi berikut,
“Adapun bertasbih dengan menjadikan susunan manik-manik dan sejenisnya, maka sebagian orang menganggapnya makruh dan sebagian lain tidak. Apabila diperbagus niatannya, maka hal tersebut bagus tidak makruh.
Adapun menjadikannya tanpa ada kebutuhan atau dalam rangka memamerkannya kepada orang lain, seperti menggantungkannya di leher atau menjadikannya seperti gelang yang dipakai di tangan atau yang sejenisnya, maka ini bisa karena riya’ atau tempat persangkaan riya’ dan menyerupai orang-orang yang riya’ tanpa ada kebutuhan, yang pertama hukumnya haram, yang kedua, minimalnya adalah makruh, karena riya dalam ibadah yang khusus seperti salat, puasa, zikir, dan membaca Al-Qur’an adalah merupakan dosa besar.
Allah berfirman,
فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ. الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلاتِهِمْ سَاهُونَ. الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ. وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya, orang-orang yang berbuat ria. dan enggan (menolong dengan) barang berguna.” (QS. Al-Ma’un: 4-7)
Allah juga berfirman,
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلا قَلِيلا
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk salat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan salat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (QS. An-Nisa’: 142)”
Wabillahit taufiq, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa alihi wa shahbihi wa sallam.
Sumber: Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhutsil ‘Ilmiyyati wal Ifta, pertanyaan ketujuh dari fatwa no. 6460