Cara menentukan masuk dan keluarnya Ramadhan

 

Oleh Aufa Sunda Takhasus

 

Waktu puasa bulan Ramadhan bagi umat Islam telah diatur oleh syariat, namun bagaimankah cara menetapkan masuk dan keluar bulan suci Ramadhan yang sesuai dengan syariat?

 

Cara menetapkan awal bulan Ramadhan

Cara menetapkan awal bulan Ramadhan yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ada dua,

  1. Rukyatul hilal[1] pada tangal 29.
  2. Menggenapkan bulan Sya’ban 30 hari.

Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَثِينَ

Berpuasalah kalian berdasarkan dengan melihat hilal dan berbukalah kalian dengan melihat hilal pula, apabila hilal tertutupi maka sempurnakanlah bulan Sya’ban[2] tigapuluh hari.” [HR. Al-Bukhari no. 1909 dan Muslim no. 1081 dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu]

 

Berdasarkan hadits di atas cara menetapkan bulan suci Ramadhan terbatas denga dua cara ini saja, tidak ada cara lain; pertama rukyatul hilal dan kedua menggenapkan bulan Sya’ban tiga puluh hari. Cara tersebut harus berurutan, sebagaimana dzohir dari hadits.

 

Keabsahan rukyatul hilal

Dijelaskan para ulama, rukyatul hilal bisa teranggap dengan dua cara:

  1. Melihatnya langsung, hal ini sebagaimana firman Allah,

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

Karena itu, barangsiapa di antara kalian melihat bulan itu (hilal Ramadhan), maka hendaklah ia berpuasa.” [QS. Al-Baqarah: 185]

  1. Persaksian satu orang lain bahwa ia telah melihatnya, dengan syarat orang tersebut merupakan orang yang terpercaya dari kalangan laki-laki[3].

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: «تَرَائِى النَّاسُ الْهِلَالَ،» فَأَخْبَرْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنِّي رَأَيْتُهُ فَصَامَهُ، وَأَمَرَ النَّاسَ بِصِيَامِهِ “

“Ibnu Umar berkata, ‘Para sahabat sedang berusaha melihat hilal, lalu aku kabarkan kepada Rasulullah bahwa aku melihat hilal, maka beliau berpuasa dan memerintahkan manusia berpuasa atas persaksianku.’” [HR. Abu Dawud no. 2342, shahih]

 

Tidak diragukan lagi seluruh sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam semuanya terpercaya, termasuk Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma.

 

Cara menetapkan keluar bulan Ramadhan

Cara menetapkan keluar bulan Ramadhan sama degan cara menetapkan masuknya, rukyatul hilal atau menggenapkan bulan tiga puluh hari sebagaimana telah tersebut dalam hadits dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu di atas.

Akan tetapi dari sisi keabsahannya berbeda, jika pada penetapan masuknya bulan suci Ramadhan cukup satu orang saja adapun penetapan keluarnya bulan Ramadhan harus dua orang saksi. Hal ini berdasar hadits:

فَإنْ شَهِدَ شَاهِدَانِ فَصُوْمُوْا وأَفْطِرُوْا

“Apabila dua orang bersaksi, maka berpuasalah dan berbukalah.” [HR. An-Nasa’i no. 2116]

Hadits yang menjelaskan harus dua orang saksi berlaku untuk semua penetapan bulan hijriyah kecuali bulan Ramadhan, karena ada hadits khusus yang membedakannya, diantaranya hadits Ibnu Umar di atas, ia bersaksi seorang diri.

 

Penutup dan kesimpulan

Demikian penjelasan cara menetapkan masuk dan keluarnya bulan suci Ramadhan. Telah jelas dari uraian di atas, tidak ada cara lain kecuali dua cara tersebut. Patokannya adalah terlihatnya hilal atau tidak, jika tidak maka genapkan tiga puluh hari walaupun secara hisab ia telah masuk waktu.

Jika menggunakan cara lain seperti berpatokan dengan hisab tanpa peduli dengan rukyatul hilal, maka ia belum diberi taufik untuk menetapkan masuk dan keluarnya Ramadhan sesuai syariat. Semoga Allah jadikan kita yang cinta beramal sesuai syariat-Nya. Amin

Disadur dari kitab al-Fiqhu al-Muyassar (1/153) dan asy-Syarhu al-Mumti’ (6/ 318).

 

==========

 

[1] KBBI: rukyatul hilal, perihal melihat bulan untuk menentukan mulai masuknya bulan Ramadan dan masuknya bulan Syawal.

[2] Pada riwayat Imam Muslim penggenapan hitungan disebut secara umum, tidak ada batasan bulan Sya’ban.

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ غُمِّيَ عَلَيْكُمُ الشَّهْرُ فَعُدُّوا ثَلَاثِينَ

 

[3] Poin ini diperselisihkan oleh para ulama, sebagiannya ada yang berpendapat persaksian wanitapun diterima sebagaimana diterimanya periwayatan hadits jika ia terpercaya.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.