Penjelasan yang Benar tentang Makna Istiwa’ Allah di Atas ‘Arsy

 

Oleh asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullahu Ta’ala

 

Pertanyaan:

Aku telah membaca majalah al-Balagh hingga akhir, majalah yang telah terbit. Tertulis pada edisi 637 sebuah jawaban dari Syaikh Ahmad Mahmud Dahlub tentang pertanyaan: Apa tafsir firman Allah Ta’ala,

 ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ

“Lalu Dia ber-istiwa di atas Arsy.” (QS. Al-A’raf: 54)

Didapati pada jawabannya sebuah ucapan yang disandarkan kepada salaf (ulama terdahulu) yaitu: berkata salaf, “Istiwa ‘alal arsy (Allah ber-istiwa’ di atas arsy) maknanya, Allah berkuasa atasnya dan memilikinya, sebagaimana ucapan orang Arab,

قَد استَوى بِشرٌ عَلى العِرَاقِ … مِنْ غيرِ سَيفٍ ودَمٍ مِهْرَاقِ

“Bisyr berkuasa atas Iraq tanpa peperangan dan tanpa adanya darah yang tertumpah.”

 

Jawaban:

Penyandaran ini kepada salaf adalah sebuah kesalahan. Aku akan memperingatkan perkara tersebut, agar orang-orang yang melihat atau membacanya tidak tertipu dan menganggap bahwa itu adalah ucapan para ulama yang telah diakui keilmuannya.

Yang benar, bahwa penafsiran ini merupakan penafsiran kelompok sesat Jahmiyyah, Mu’tazilah, serta kelompok yang mengikuti metode mereka dalam menafikan sifat maupun menolak penyifatan Allah bagi diri-Nya dengan sifat-sifat yang sempurna.

 

Para ulama salaf rahimahumullah telah mengingkari penafsiran seperti ini, mereka berkata, “Pembahasan tentang istiwa’ itu sama dengan pembahasan tentang seluruh sifat-sifat Allah. Yaitu dengan menetapkan seluruh (sifat-sifat) bagi Allah sesuai dengan keagungan-Nya tanpa menyelewengkan, menolak, mempertanyakan hakekatnya, serta mempermisalkan sifat-sifat Allah tersebut.”

Al-Imam Malik rahimahullah berkata, “Makna Istiwa’ sudah maklum, namun hakekat keadaannya adalah sesuatu yang tidak diketahui. Mengimaninya adalah perkara yang wajib, namun mempertanyakannya adalah suatu kebid’ahan.” Di atas pondasi inilah para ulama salaf dari kalangan ahlus sunnah wal jama’ah berjalan.

 

Dalil-Dalil yang Menunujukkan bahwa Allah Maha Tinggi

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiah rahimahullah di dalam Risalah alHamawiyyah, “Kitab Allah dan sunnah Rasul dari awal hingga akhir, keumuman ucapan sahabat dan tabi’in, serta ucapan seluruh imam-imam yang dilandasi dengan nash yang jelas, (mengatakan) bahwasannya Allah adalah Dzat Yang Maha Tinggi, Dia di atas segala sesuatu. Dia di atas arsy dan di atas langit sebagaimana firman Allah,

إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ

“Kepada-Nya lah naik perkataan-perkataan yang baik, dan amal yang saleh dinaikkan-Nya.” (QS. Fathir: 10)

إِنِّي مُتَوَفِّيكَ وَرَافِعُكَ إِلَيَّ

“Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku.” (QS. Ali Imron: 55)

 

أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يَخْسِفَ بِكُمُ الأرْضَ فَإِذَا هِيَ تَمُورُ. أَمْ أَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يُرْسِلَ عَلَيْكُمْ حَاصِبًا فَسَتَعْلَمُونَ كَيْفَ نَذِيرِ

“Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu berguncang?, atau apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kamu akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku?” (QS. Al-Mulk: 16-17)

بَلْ رَفَعَهُ اللَّهُ إِلَيْهِ

“Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisa’: 158)

 

يُدَبِّرُ الأمْرَ مِنَ السَّمَاءِ إِلَى الأرْضِ ثُمَّ يَعْرُجُ إِلَيْهِ

“Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya.” (QS. As-Sajdah: 5)

يَخَافُونَ رَبَّهُمْ مِنْ فَوْقِهِمْ

“Mereka takut kepada Rabb mereka yang di atas mereka.” (QS. An-Nahl: 50).” Selesai ucapan Ibnu Taimiah rahimahullah.

 

Ibnu Taimiah menyebutkan pada tujuh tempat, lalu beliau berkata, “Permisalan-permisalan seperti itu hampir tak terhitung kecuali akan mengalami kesulitan (dalam menghitungnya), begitu juga dengan hadis sahih dan hasan tak terhitung, jika menghitungnya akan mengalami kesulitan.

Seperti kisah naiknya Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam menuju Rabbnya, turunnya malaikat dari sisi Allah, serta naiknya malaikat kepada-Nya. Begitu juga dengan ucapan Allah kepada para malaikat yang mengikuti kalian di waktu malam dan siang, kemudian naik kepada Rabb mereka setelah mereka bermalam bersama kalian, lalu Allah pun bertanya kepada para malaikat dalam keadaan Allah adalah Dzat yang paling mengetahui tentang mereka.

 

Di dalam sahih Bukhari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang khawarij,

أَلاَ تَأْمَنُونِي وَأَنَا أَمِينُ مَنْ فِي السَّمَاءِ، يَأْتِينِي خَبَرُ السَّمَاءِ صَبَاحًا وَمَسَاءً

“Tidakkah kalian mempercayaiku, sedangkan aku adalah kepercayaan Dzat yang berada di langit. Datang kepadaku kabar dari langit di waktu pagi dan petang.” (HR. Bukhari)

Beliau rahimahullah berkata, “Permisalan-permisalan seperti itu tidak ada yang bisa menghitungnya kecuali Allah, karena hadis-hadis tersebut telah mencapai derajat mutawatir baik lafazh maupun maknanya, yang akan mewariskan ilmu yang pasti dan keyakinan yang mantap, dan mana itu merupakan puncak dari ilmu-ilmu yang bersifat dhoruriy (semua mengetahuinya).

 

Dan sesungguhnya Rasul adalah penyampai risalah Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang menyampaikan kepada umat seruannya bahwa Allah di atas arsy, Dia di atas langit. Hal tersebut sebagaimana yang telah Allah gariskan kepada seluruh umat baik dari kalangan arab ataupun ajam (non arab), pada masa jahiliah ataupun Islam, kecuali orang-orang yang telah setan selewengkan dari fitrahnya dan dari salaf, yang mana ucapan-ucapan mereka tentang hal tersebut kalau seandainya dikumpulkan akan mencapai ratusan bahkan ribuan.

 

Waspadalah!

Apa-apa yang telah kita sebutkan di atas akan menjelaskan kepada pembaca bahwasannya apa yang disandarkan oleh Syaikh Ahmad Mahmud Dahlub kepada salaf dari menafsirkan istiwa’ menjadi istila’ (berkuasa) adalah sebuah kesalahan besar dan kedustaan yang jelas, tidak boleh seseorang menoleh kepadanya. Karena ucapan salafus-shalih tentang hal tersebut telah diketahui dan telah mencapai derajat mutawatir, seperti apa yang telah dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah bahwa tafsir dari istiwa’ adalah tinggi di atas arsy.

Mengimaninya adalah perkara wajib adapun kaifiyyah (hakekat keadaanya)nya tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah. Dan sungguh makna ini telah diriwayatkan dari Ummu Salamah, ibunda kaum mukminin, dari Rabi’ah bin Abi Abdirrahman gurunya Imam Malik, itulah kebenaran yang tidak ada keraguan di dalamnya, itu adalah ucapan ahlus sunnah wal jamaah.

 

Demikian pula pembahasan tentang sifat-sifat yang lain seperti sifat mendengar, melihat, rida, marah, tangan Allah, sifat bahwa Allah adalah Dzat yang Maha Awal, sifat jari-jemari Allah, sifat berbicara dan kehendak serta sifat-sifat lainnya. Seluruh sifat-sifat tersebut telah diketahui maknanya dari sisi ilmu bahasa arab.

Maka mengimaninya adalah kewajiban, sedangkan membagaimanakannya tidaklah kita ketahui. Tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah.

 

Semua Sifat Allah Sempurna

Kita juga mengimani bahwa sifat-sifat Allah seluruhnya sempurna. Tidak ada satu makhluk pun yang menyerupai Allah. Tidaklah sama ilmu Allah dengan ilmu kita, tangan Allah tidak sama dengan tangan kita, jari-jemari Allah tidak sama dengan jari jemari kita, sifat rida Allah tidak sama dengan rida kita dan seterusnya.

Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala,

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syuro: 11)

 

Allah berfirman,

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ. اللَّهُ الصَّمَدُ. لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ. وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ

“Katakanlah, ‘Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah adalah Rabb yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.’” (QS. Al-Ikhlash: 1-4)

Allah berfirman,

هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا

“Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?” (QS. Maryam: 65)

 

Maknanya adalah tidak ada yang sebanding dengan-Nya yakni tidak ada yang meyerupai Allah. Allah berfirman,

فَلا تَضْرِبُوا لِلَّهِ الأمْثَالَ إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ

“Maka janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah. Sesungguhnya Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. An-Nahl: 74)

Dan ayat-ayat yang semakna dengan ini sangatlah banyak.

 

Yang Wajib Bagi Segenap Muslimin

Kewajiban seorang mukmin adalah berpegang teguh dengan apa-apa yang telah Allah dan Rasul-Nya kabarkan. Berjalan di atas metode para pendahulu umat ini dari kalangan sahabat radhiyallahu ‘anhum serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Dan memperingatkan dari ucapan-ucapan ataupun majalah-majalah ahlul bid’ah yang mana mereka telah berpaling dari al-Quran dan sunnah. Mereka juga berhukum menggunakan pikiran-pikiran mereka dan akal-akal mereka, sehingga mereka pun sesat dan meyesatkan orang lain.

 

Doa dan Harapan

Kepada Allah lah kita mengadu, semoga Allah menjaga kita dan seluruh kaum muslimin dari kesesatan dan fitnah. Dan semoga Allah melindungi kita dan seluruh kaum muslimin dari godaaan setan dan dari mengikuti langkah-langkahnya. Sesungguhnya Allah adalah yang memiliki semua itu dan Dialah Dzat Yang Maha Mampu.

Shalawat Allah dan keselamatan dari-Nya semoga terlimpah kepada Nabi kita, Muhammad, keluarga, serta para sahabatnya. Amiin.

 

Diterbitkan oleh majalah al-Buhuts al-Islamiyyah edisi 8, hal: 169-172. (kumpulan fatwa-fatwa dan makalah-makalah yang beragam milik Syaikh bin Baz, 2/94).

Alih bahasa: Khalid Abdul Khaliq Bengkulu, Takhasus

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.