Dimanakah Allah?
Oleh Umar Abu Syaufi Pekanbaru 2A Takhasus
Prinsip utama dalam memahami sifat Allah
Perlu digarisbawahi, bahwa dalam memahami sifat Allah, kita tidak boleh hanya bersandar kepada kesimpulan-kesimpulan akal belaka.
Bahkan kita harus mengembalikan segala permasalahan terkait dengan Allah Ta’ala dengan merujuk kepada al-Quran dan sunnah.
Kesimpulan dalil-dalil al-Quran dan hadits terkait masalah ini
Di dalam al-Quran tidak ada satu dalil yang sharih (jelas)pun yang menunjukkan bahwa Allah berada dimana-mana. Begitu pula dalam hadis-hadis Nabi shallallhu’alaihi wa sallam.
Lalu bagaimana dengan firman Allah:
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَمَا كُنْتُمْ
“Dan Dia bersamamu di manapun kamu berada.” (QS al-Hadid: 4)
Maka maksud dari kebersamaan disini bukanlah kebersamaan secara zat (fisik). Namun maksudnya adalah; bahwasannya Allah senantiasa bersama hambanya melalui pantauan dan ilmu (pengetahuan)Nya. Sebagaimana hal ini dijelasakan oleh para ulama.
Justru ketika kita telisik lagi, begitu banyak dalil-dalil yang mengemukakan bahwa Allah Ta’ala itu tinggi diatas arsyNya.
Dalil logika dalam permasalahan ini
Dan kalau kita pikir kembali, jikalau zat Allah berada dimana-mana, maka timbul pertanyaan, “Apakah Allah dan alam itu sama? Apa perbedaan antara Allah dengan alam?”
Jawabannya tentu jelas, bahwa zat Allah terpisah dengan alam. Bukankah Allah Ta’ala telah berfirman sebagaimana yang tertera di dalam surat al-Fatihah ayat pertama:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنِ
“Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam” (QS al-Fatihah: 1)
Jikalau Allah dan alam menyatu berarti selama ini kaum muslimin telah menyembah alam sebagai sesembahan selain Allah? Tentu saja tidak.
Diantara dalil pamungkas sebagai bantahan bagi mereka yang tidak percaya bahwa Allah berada di atas langit adalah, ketidak percayaan Fir’aun ketika dikatakan kepadanya bahwa Allah berada di atas langit.
Dalam hali ini Allah Ta’ala berfirman:
وَقَالَ فِرْعَوْنُ يَاهَامَانُ ابْنِ لِي صَرْحًا لَعَلِّي أَبْلُغُ الْأَسْبَابَ. أَسْبَابَ السَّمَاوَاتِ فَأَطَّلِعَ إِلَى إِلَهِ مُوسَى وَإِنِّي لَأَظُنُّهُ كَاذِبًا
“Dan berkata Firaun, wahai Haman, bangunkanlah untukku sebuah bangunan tinggi agar aku dapat melihat tuhannya Musa karena aku menyangka dia telah berkata dusta” (QS Ghafir: 36-37)
Tentu kita tidak mau bila keyakinan kita sama dengan keyakian Fir’aun yang menolak keberadaan Allah diatas langit. Wallahu a’lam.