Faktor Pendukung Pendidikan Anak (bagian ke 2)
Kita masih membicarakan faktor-faktor yang dapat membantu dan mendukung kita dalam mendidik anak. Hal yang memang layak untuk kita cermati dan kita ketahui, kemudian kita terapkan, diiringi dengan doa yang tak putus-putusnya.
15. Bersemangat memberikan teladan dalam rangka mendidik anak-anak.
Ini adalah sebuah hal yang amat penting. Orang tua harus bisa menjadi teladan bagi anak-anak dalam hal kejujuran, keistiqamahan, dan yang lainnya. Di samping itu, orang tua juga harus selalu mewujudkan apa yang mereka katakan.
Termasuk yang dipandang baik terkait dengan hal ini, orang tua menegakkan shalat di depan anak-anak, sehingga mereka bisa belajar pengamalan shalat dari orang tuanya. Ini adalah salah satu hikmah disyariatkannya melakukan shalat sunnah di rumah.
Termasuk dalam hal ini pula adalah menahan marah, menyambut tamu dengan baik, berbakti kepada orang tua, silaturahim, dan sebagainya.
16. Memperingatkan dari sikap tanaqudh (kontradiktif)
Tidak sepantasnya orang tua menyuruh anak berbuat sesuatu, sementara dia sendiri melakukan hal yang menyelisihinya. Sikap seperti ini menyebabkan nasihat kehilangan pengaruhnya.
17. Memenuhi janji
Sebenarnya ini masuk dalam poin di atas, namun dibahas tersendiri karena urgensinya. Juga karena banyaknya orang yang terjatuh dalam pelanggaran janji. Kebanyakan orang tua memberikan banyak janji jika ingin terlepas dari desakan anak, seperti janji membelikan kue, pergi ke taman bermain, membelikan sepeda, dan yang lainnya. Akan tetapi, janji itu tidak pernah terpenuhi selamanya. Hal yang semacam ini akan membuat si anak mengadopsi akhlak tercela ini.
Seyogianya—bahkan seharusnya—orang tua memenuhi janji yang dibuatnya. Jika belum bisa memenuhinya, hendaknya dia meminta maaf kepada si anak serta menjelaskan alasannya.
18. Menjauhkan hal-hal mungkar dan sarana kerusakan dari anak
Di antara kewajiban orang tua adalah melindungi anak dan membersihkan rumahnya dari berbagai kemungkaran, sehingga keselamatan fitrah, akidah, dan akhlak anak akan senantiasa terjaga.
19. Menyediakan berbagai sarana pengganti yang cocok bagi anak
Seiring dengan kewajiban menjauhkan kemungkaran, seyogianya orang tua menyediakan berbagai sarana pengganti yang mubah, baik berupa permainan maupun sarana lain yang mengandung hiburan sekaligus faedah. Dengan demikian, anak akan mengisi waktu luangnya dengan berbagai aktivitas.
20. Menjauhkan anak dari berbagai penyebab penyimpangan seksual
Ini dilakukan dengan menjauhkan mereka dari berbagai sarana kerusakan, melarang mereka membaca kisah-kisah percintaan atau majalah asusila yang akan merangsang naluri seksual mereka. Juga melarang mereka mendengarkan nyanyian atau melihat buku-buku seks yang membahas permasalahan reproduksi secara vulgar, hingga menyalakan segala hasrat yang semula dingin dan tersembunyi dalam diri mereka.
21. Menjauhkan mereka dari perhiasan yang mewah dan wewangian yang berlebihan
Sudah semestinya orang tua melarang anak-anak berlebihan dalam berhias, berdandan, dan memakai wewangian. Anak-anak hendaknya juga dilarang menampakkan aurat dan tasyabbuh (menyerupai) musuh-musuh Allah l dari kalangan orang kafir. Semua ini akan mengakibatkan hilangnya muru’ah (sikap wibawa) dan merusak tabiat mereka. Selain itu, hal ini akan menimbulkan godaan dan fitnah bagi orang lain, yang akibatnya bisa menimpakan perbuatan keji dan hina pada si anak, terutama jika si anak masih kecil atau berwajah rupawan.
22. Membiasakan mereka hidup prihatin, bersikap ksatria, rajin, bersungguh-sungguh, dan menjauhkan mereka dari sikap malas, lamban, serta bersantai-santai
Tidak sepantasnya orang tua membiasakan anak bermalas-malasan, lamban, dan bersantai-santai. Orang tua seharusnya justru mendorong mereka melakukan yang sebaliknya. Hendaknya orang tua tidak membiarkan anak bersantai-santai, melainkan untuk beristirahat setelah lelah beraktivitas. Ini karena sikap malas dan lamban memiliki dampak negatif dan akan berakhir dengan penyesalan. Adapun sikap rajin dan kerja keras akan berdampak positif, baik di dunia maupun di akhirat, ataupun keduanya.
Oleh karena itu, orang yang paling tenang adalah orang yang paling payah dan orang yang paling payah adalah orang yang paling tenang. Kedudukan di dunia dan kebahagiaan di akhirat tidak akan tercapai melainkan melalui jembatan kepayahan.
Kelapangan hanya berujung penyesalan, sementara kepayahan akan berujung kelapangan. Benarlah orang yang mengatakan:
Kulihat pada kelapangan yang terbesar (di akhirat, pen.)
Takkan tercapai kecuali melalui jembatan kepayahan
23. Membiasakan mereka memerhatikan waktu akhir malam
Ini adalah waktu yang amat berharga. Waktu diperkenankannya segala permohonan. Barang siapa terbiasa menghidupkan waktu ini pada masa kecilnya, akan mudah baginya kelak di masa dewasa.
24. Menghindarkan anak dari berlebihan dalam makan, bicara, tidur, dan bergaul
Kerugian akibat berlebihan dalam hal-hal ini adalah terluputnya kebaikan dunia dan akhirat. Oleh karena itu dikatakan, “Barang siapa banyak makan, dia akan banyak minum, lalu banyak pula tidurnya, hingga banyak kerugiannya.”
25. Menanamkan keinginan mereka untuk pergi ke masjid jika mereka masih kecil dan mengajak mereka shalat di masjid jika mereka sudah besar
Orang tua haruslah menanamkan keinginan anak untuk pergi ke masjid sebelum mereka mencapai usia tujuh tahun. Dikatakan kepada si anak sepekan sebelumnya, bahwa sang ayah akan mengajaknya ke masjid. Ketika saatnya tiba, dia diajak ke masjid. Ayah harus pula menertibkan si anak ketika di masjid, tidak memperkenankannya banyak bergerak dan mengganggu orang yang shalat.
Jika si anak sudah besar, orang tua wajib memerintahkannya shalat di masjid bersama jamaah kaum muslimin. Orang tua harus terus bersabar untuk menegakkan perintah ini.
Allah l berfirman:
ﮰ ﮱ ﯓ ﯔ ﯕﯖ ﯗ ﯘ ﯙﯚ ﯛ ﯜﯝ ﯞ ﯟ ﯠ
“Dan perintahkanlah keluargamu untuk menegakkan shalat dan teruslah bersabar untuk memerintahkannya. Kami tidaklah meminta rezeki kepadamu, bahkan Kamilah yang memberikanmu rezeki. Dan kesudahan yang baik akan didapatkan oleh orang yang bertakwa.” (Thaha: 132)
26. Memantau minat anak, menumbuhkan bakat, dan mengarahkan mereka kepada hal-hal yang sesuai dengan minat mereka
Di rumah, anak selayaknya mendapatkan hal-hal yang dapat menumbuhkan dan mengasah bakat mereka. Selain itu, selayaknya mereka juga mendapatkan orang yang bisa mengarahkan mereka untuk memperoleh hal-hal yang sesuai dengan bakat dan minat mereka.
Ibnul Qayyim t mengatakan, “Sudah selayaknya orang tua bertindak sesuai dengan keadaan, minat, dan bakat anak. Begitu pula, orang tua semestinya menyadari bahwa si anak diciptakan dengan minat dan bakat tersebut, sehingga orang tua tidak mengarahkan anaknya kepada selain hal-hal yang diminati, selama hal itu diizinkan oleh syariat. Kalau orang tua mengarahkan si anak untuk menggeluti hal-hal di luar minatnya, anak itu pun takkan berhasil. Akan sia-sia pula bakatnya. Jika orang tua melihat anaknya bagus pemahamannya, baik hafalannya—yang merupakan tanda bahwa dia mudah dan siap menerima ilmu—hendaknya orang tua mengukir ilmu itu di lembaran kalbu anak yang masih kosong ini. Jika orang tua melihat anaknya menyukai perniagaan dan jual-beli, atau pekerjaan mubah apa pun, hendaknya orang tua mendukungnya. Setiap orang akan dimudahkan untuk melakukan apa yang ditetapkan baginya.”
27. Menumbuhkan keberanian yang dibarengi oleh adab
Hal ini dilakukan dengan menyadarkan anak akan harga dirinya dan menumbuhkan rasa percaya diri, sehingga anak merasa mulia dan berani menyatakan pendapatnya—tentunya tetap dalam batasan adab dan kelayakan—jauh dari sikap nekat dan tak punya malu.
Sikap berani yang benar seperti ini akan memberikan rasa tenang, ketabahan, dan bertindak dengan penuh pertimbangan, tidak akan merasa bimbang, takut, lemah, rendah diri, dan ciut nyali.
28. Meminta pendapat anak
Misalnya, meminta pendapat mereka tentang hal-hal yang terkait dengan rumah, atau meminta ide dan menerima usulan mereka tentang perabotan rumah, warna kendaraan yang akan dibeli ayah, tempat dan waktu bepergian, dan sebagainya. Orang tua kemudian mempertimbangkan berbagai pendapat yang mereka ajukan sekaligus meminta alasan dan sebab mereka mengajukan pendapat tersebut.
Selain itu, anak juga perlu diberi kebebasan memilih sendiri tas sekolah, buku, dan yang semacamnya. Jika pada pilihan mereka ada hal-hal yang dilarang dalam syariat maka dijelaskan kepada mereka.
Betapa besar andil tindakan seperti ini untuk menanamkan rasa percaya diri, menumbuhkan harga diri, melatih kemampuan berpikir, dan mempertajam bakat mereka. Betapa banyak hasil yang didapat, berupa terbiasanya si anak menyatakan pendapatnya.
29. Membiasakan anak melaksanakan tanggung jawab
Misalnya, memuliakan tamu pada saat tidak ada orang tua, membiasakan mereka membeli sesuatu, mengatur keuangannya sendiri dengan memberikan uang saku pekanan atau bulanan, untuk kepentingan dirinya.
30. Membiasakan anak bersosialisasi
Hal ini dilakukan dengan menganjurkan mereka untuk ikut berkhidmat kepada agamanya dan saudara-saudaranya kaum muslimin, dengan berjihad dan berdakwah di jalan Allah l, menolong orang-orang yang terzalimi, membantu orang-orang fakir yang membutuhkan, saling membantu dengan orang-orang yang berbuat kebaikan, dan sebagainya.
31. Melatih mereka mengambil keputusan
Misalnya, orang tua sengaja menempatkan anak laki-lakinya pada posisi yang mengharuskannya mengambil keputusan atau pada situasi mendesak yang membutuhkan pengambilan keputusan dengan cepat, kemudian memerhatikan aspirasi si anak. Apabila benar, hendaknya orang tua menyemangati dan menjabat tangannya. Jika salah, orang tua meluruskannya dengan lemah lembut. Ini adalah salah satu bentuk pembiasaan anak untuk menghadapi kehidupan dan menyikapi situasi mendesak.
32. Memahami tabiat dan kejiwaan anak
Ini adalah sebuah poin yang membutuhkan ketajaman perasaan, kedalaman memahami keadaan, dan pandangan yang teliti. Apabila seorang pendidik dapat melakukan hal ini dan bergaul dengan anak-anaknya berlandaskan pemahaman ini, layaklah jika dia dapat mendidik dengan baik dan membimbing mereka dengan metode yang terbaik.
33. Memperlakukan mereka sesuai dengan tingkatan usia
Seorang anak akan terus bertambah umurnya dan berkembang taraf pikirannya. Karena itu, pergaulan dengannya pun harus sesuai dengan tingkatan usia, taraf pikiran, dan kecenderungannya. Hendaknya orang tua tidak terus-menerus memperlakukannya sebagai anak kecil. Sebaliknya, jika dia masih kecil, tidak selayaknya diperlakukan seperti orang dewasa, dituntut seperti tuntutan orang dewasa, dicela layaknya celaan terhadap orang dewasa, dan dihukum dengan hukuman orang dewasa.
34. Memperbaiki kesalahan di hadapan anak secara langsung
Ini dilakukan sejauh kemampuan orang tua, terutama ketika anak telah mendekati usia baligh. Namun, seyogianya orang tua tetap menempuh metode diskusi bebas dan dialog yang santai tetapi membangun. Dialog yang menggabungkan akal dengan perasaan kasih sayang.
35. Duduk-duduk bersama anak
Selayaknya orang tua—bagaimanapun sibuknya—meluangkan waktu khusus untuk duduk-duduk bersama anaknya, bercengkrama dan menghibur mereka, mengajari mereka hal-hal yang perlu mereka ketahui, dan menceritakan kisah-kisah yang berfaedah. Hal-hal seperti ini perlu dilakukan mengingat kedekatan antara orang tua dan anak adalah sebuah hal yang amat penting dan amat jelas pengaruhnya.
Seorang ayah yang dekat dengan anak-anaknya akan meluangkan waktunya untuk duduk-duduk bercengkrama dengan mereka. Ini akan membuahkan hasil yang baik dalam diri anak-anaknya. Dia bisa memapankan keadaan anak-anaknya, menenangkan jiwa, dan meluruskan tabiat mereka.
Sebaliknya, seorang ayah yang sibuk dengan dunianya dan melalaikan perhatian terhadap anak-anaknya akan mendapati akibat buruk perbuatannya. Anak-anaknya tumbuh dalam keadaan tidak bisa menghadapi dunia yang terbentang di hadapan mereka. Mereka tidak tahu bagaimana menghadapi kehidupan ini, hingga mereka menyimpang dari jalan yang lurus dan jauh dari kebenaran.
Terkadang hal ini mengakibatkan si anak benci kepada orang tuanya, bahkan lari dari rumah dan terjatuh dalam jurang kerusakan.
36. Bersikap adil di antara anak-anak
Tidaklah langit dan bumi ini akan tegak melainkan dengan keadilan. Begitu pula, tidak akan lurus keadaan manusia melainkan dengan keadilan. Karena itu, di antara kewajiban orang tua terhadap anak adalah bersikap adil di antara mereka, tidak mengutamakan yang satu atas yang lainnya, baik dalam hal-hal yang bersifat materi seperti pemberian dan hadiah, maupun yang bersifat rohani, seperti kasih sayang, kecintaan, dan sebagainya.
37. Memberikan kasih sayang yang cukup
Orang tua seyogianya memberikan kasih sayang yang cukup kepada anak, membuat mereka bisa merasakan curahan kasih sayang dan cinta, sehingga mereka tidak hidup dalam kondisi kurang kasih sayang. Jika merasa kurang kasih sayang, mereka akan berusaha mencari kasih sayang di luar rumah.
Karena itu, tutur kata yang baik, sentuhan kasih, kejujuran orang tua, dan yang semisalnya, benar-benar berpengaruh terhadap jiwa anak.
38. Menafkahi anak dengan ma’ruf
Ini dilakukan dengan cara mencukupi mereka dan memenuhi semua kebutuhan mereka, sehingga mereka tidak terpaksa mencari kecukupan dari luar rumahnya.
39. Mengajarkan sikap mengutamakan orang lain
Hal ini dilakukan dengan memperkuat jiwa kerja sama (ta’awun), mengokohkan ikatan cinta, membiasakan mereka bersikap dermawan, serta merasakan keadaan saudaranya yang lain, sehingga tidak seorang pun dari mereka yang tumbuh dalam sifat egoisme (mementingkan diri sendiri).
Setelahnya ditindaklanjuti dengan mendidik mereka untuk menerapkan sikap seperti ini dalam segala problema yang muncul di dalam rumah tangga.
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
(Insya Allah bersambung)
(Diterjemahkan oleh Ummu ‘Abdirrahman bintu ‘Imran dari Arba’atu Akhtha’ fi Tarbiyatil Abna’ karya Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, dengan sedikit perubahan)
Sumber http://asysyariah.com/faktor-pendukung-pendidikan-anak-bagian-ke-2/