Fatwa Lajnah Daimah Tentang Hukum Mengikuti Perayaan Tahun Baru
Terjemah fatwa oleh Thariq Sidoarjo, Takhasus 3B
Hukum Mengikuti Perayaan Tahun Baru
Pertanyaan
Sebagian kaum muslimin ada yang mengikuti perayaan non-muslim yang tidak ada petunjuknya dari Allah. Seperti perayaan Hari Ibu, hari Sham an-Naseem, atau perayaan Tahun Baru. Lantas apa hukum mengikuti perayaan-perayaan tersebut?
Jawaban
Semua itu adalah perayaan-perayaan bidah, tidak boleh merayakan dan menjadikannya sebagai hari raya. Dalam Islam hanya ada dua hari raya saja, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.
Atas dasar ini, wajib bagi orang yang telah Allah beri petunjuk tentangnya untuk menasihati dan membimbing orang yang merayakannya dengan penuh lemah lembut. Apabila dia tidak melakukannya lagi, (maka itulah yang diharapkan). Dan jika tidak, berarti dia memang pelaku kebidahan yang terus menerus dalam perbuatan bidahnya, dan ia berdosa karenanya.
Wabillahit taufiq, wa shalllallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa alihi wa shahbihi wa sallam.
Sumber: Fatawa al-Lajnah ad-Daimah lil Buhutsil ‘Ilmiyyati wal Ifta’ , soal ke-1 dan ke-2 dari fatwa no. 16419
Baca Juga: Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz Tentang Perayaan Ulang Tahun
السؤال الأول والثاني من الفتوى رقم (16419)
س 1: هناك من المسلمين من يحتفلون بأعياد غير المسلمين وأعياد ما أنزل الله بها من سلطان، مثل عيد الأم، عيد شم النسيم، عيد رأس السنة. ما حكم من يحتفل بهذه الأعياد؟
ج1:كل هذه أعياد بدعية لا يجوز الاحتفال بها ولا اتخاذها عيدًا، وليس في الإسلام سوى عيدين: عيد الفطر، وعيد الأضحى، وعليه فعلى من نوَّر الله بصيرته بمعرفة الحق في ذلك النصح والإرشاد برفق ولين لمن يقيم الاحتفال بهذه الأعياد البدعية، فإن أقلع عنها وإلا فهو مصر على بدعة يأثم بفعلها.
Artikel Kami: Hukum Mengikuti Perayaan Hari Raya Nasrani