Karantina, gerbang kesabaran menuntut ilmu agama

 

Oleh Abu Abdillah Anton Purbalingga

 

Berawal dari keinginan keluarga yang rindu ingin bertemu, akhirnya saudara kami memenuhi panggilan keluarganya untuk pulang. Sebut saja namanya Zaid. Dia di rumah kurang lebih selama satu bulan, karena harus membantu pekerjaan keluarganya.

Alhamdulillah setelah diizinkan oleh keluarganya untuk kembali ke pondok, Zaid bersegera menghubungi panitia karantina untuk mendaftarkan diri. Ketika itu, tempat karantina masih penuh. Akhirnya dia bersabar menunggu giliran karantina.

 

Protokol karantina

Wajar saja, tempat karantina yang dimiliki oleh pondok tempatnya terbatas. Sehingga dituntut masing-masing santri bersabar mengantri. Dalam rangka menaati pemerintah, pihak pondok berusaha menerapkan protokol yang ada. Di antaranya setiap santri mendapat satu ruangan tersendiri, karena mereka biasanya berasal dari daerah yang berbeda.

Tujuannya agar mereka tidak berinteraksi dan dalam rangka memutus penyebaran virus corona. Satu rumah hanya diisi oleh dua atau tiga santri. Padahal sebelum adanya pandemi, rumah itu bisa dipakai 5 orang atau lebih.

 

Demikianlah hendaknya kita berusaha bersabar di atasnya. Meski pada perkara yang kita sukai atau tidak, selama bukan perkara yang menyelisihi syariat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اسْمَعْ وَأَطِعْ فِي عُسْرِكَ وَيُسْرِكَ، وَمَنْشَطِكَ وَمَكْرَهِكَ، وَأَثَرَةٍ عَلَيْكَ، وَإِنْ أَكَلُوا مَالَكَ وَضَرَبُوا ظَهْرَكَ، إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَعْصِيَةً

“Dengar dan taatilah (pemerintah) di kala susah dan lapang, semangat dan terpaksa, meskipun pemerintah melakukan nepotisme (lebih mengutamakan kepentingan pribadi) kepadamu, mengambil hartamu, menyambuk punggungmu, kecuali jika ia memerintahmu dalam hal maksiat.” (HR. Ibnu Hibban no. 4562, shahih)

 

Awal karantina

Kurang lebih selama dua pekan setelah Zaid menghubungi panitia karantina, alhamdulillah dia mendapat giliran untuk berangkat ke tempat karantina. Rencana awal Zaid akan berangkat hari selasa tanggal 16 Februari 2021. Namun ketika mau berangkat, tiba-tiba ada hujan lebat yang diiringi dengan angin kencang. Lalu pihak keluarga menyarankan untuk keberangkatan ditunda esok hari.

Alhamdulillah keesokan harinya, Zaid bisa berangkat ke tempat karantina pondok. Akhirnya dia memulai awal karantina pada hari Rabu, tanggal 17 Februari 2021.

 

Kesabaran menjalani karantina

Alhamdulillah kami mengenal Zaid orang yang sabar dan menerima apa adanya. Selama menjalani karantina, dia tidak pernah mengeluhkan keadaannya. Bahkan sebelum karantina, dia mau bersabar menunggu gilirannya.

Persediaan para santri karantina dibantu oleh panitia yang terdiri dari pengurus dan para santri. Tugas panitia dimulai dari mengantarkan makan setiap pagi, siang, dan malam. Mensuplai kebutuhan air minum, menerima pemesanan belanjaan dan lainnya. Panitia saling bahu membahu untuk melayani para santri yang dikarantina.

 

Zaid sendiri memang berbeda dengan teman lainnya. Biasanya santri memberitahu panitia terkait kebutuhannya. Namun Zaid hampir tidak pernah merepotkan panitia, dia sendiri selama karantina juga tidak pernah pesan jajan atau belanja. Ketika ditanya, “Kenapa tidak menyampaikan ke panitia?” Zaid menjawab, “Tidak mau merepotkan mas.”

 

Alhamdulillah selesai karantina

Alhamdulillah masa karantina sebelum masuk pondok telah selesai. Zaid menginginkan keluar sebelum Shubuh hari Jum’at. Lalu kami bertanya: “Kenapa keluarnya sebelum shubuh, antum ingin adzan di masjid pondok?” kami sambil tersenyum, karena Zaid termasuk muadzinnya pondok.

Zaidpun menjawab: “Tidak ustadz, ana sudah kangen ingin shalat bersama santri-santri yang lain.” Setelah musyawarah dengan tim medis, alhamdulillah Zaid bisa keluar dari tempat karantina pada Jumat pagi.

 

Penutup

Demikianlah perjuangan Zaid untuk bisa melanjutkan perjalanan tholabul ’ilminya. Meski melewati kesusahan demi kesusahan, namun nikmatnya tholabul ‘ilmi tentu lebih besar dan tidak ada bandingannya bagi yang mengetahuinya. Sahabat Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu memberikan untaian nasehat yang begitu indah akan keutamaan ilmu yang tidak jemu untuk dibaca:

 

  تعلَّموا العلمَ فإنَّ تعلُّمَهُ للهِ خشيةٌ وطلبَهُ عبادةٌ ومذاكرتَهُ تسبيحٌ والبحثَ عنهُ جهادٌ

“Pelajarilah ilmu karena sesungguhnya mempelajarinya ikhlas karena Allah adalah bentuk khosyah (rasa takut yang dilandasi ilmu, pen), serta menimbanya adalah ibadah, mengulang-ulangnya kembali adalah tasbih, dan mencarinya adalah jihad.” (Madarijus Salikin 3/246)

Maka orang yang cerdas, tentu akan mengorbankan segala yang ia punya untuk sesuatu yang lebih berharga. Mudah-mudahan Allah memberikan kami ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik, dan amalan yang diterima. Amin

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.