Kesan Panitia al-Ikhtibar at-Tahriri (UAS) Ganjil TA. 1442-1443

 

Oleh Tim Reportase Santri

 

Kalau ditanya, lebih gampang mana antara membuat soal atau mengerjakannya. Rata-rata santri mungkin akan menjawab, membuat soal lebih gampang. Maka ujian akhir semester ganjil kali ini, tahun ajaran 1442-1443 H, di ma’had ini, Ma’had Minhajul Atsar, memberitahu kami jawabannya, dari sudut pandang yang berbeda. Sudut pandang panitia ujian.

 

Belajar dari Ujian

Ujian semesteran di ma’had kami, selalu melibatkan seluruh santri dari berbagai lembaga dengan tugas masing-masing. Semuanya terlibat di sana, terutama santri Takhasus. Yang ujian santri, yang menyiapkan tempat juga santri. Panitianya pun santri.

Terlibat dalam Ujian Semeseteran, itu maknanya luas. Tidak sebatas dengan mengerjakan soal saja, Itu finalnya. Tapi sebelum soal-soal itu sampai di meja peserta ujian, masih ada proses yang mendahuluinya, perjalanan yang lumayan panjang dan rumit. Dan semua proses itu, santri jugalah yang mengawalnya.

Kantor Takhasus, Merangkap Jadi Kantor Panitia al-Ikhtibar at-Tahriri

Siapa lagi kalau bukan kelas empat Takhasus. Dengan bersinergi bersama tim Kantor Takhasus, merekalah yang mengawal proses panjang sebelum soal sampai di meja peserta, bahkan sampai ujian itu menghasilkan bulir-bulir nilai di rapor.

Mereka sudah tak lagi bergabung dengan peserta ujian, tapi mereka tetap terlibat dalam ujian dari sisi yang lain, sebagai Panitia Ujian. Tugasnya dimulai sejak sebelum ujian; Menciptakan suasana ujian, mengumpulkan soal dari para pengajar, mengetik, me-layout, menggandakan, sampai membagikannya kepada peserta di jam ujian berlangsung. Dan semua proses itu mengajarkan kepada mereka sebuah pelajaran yang berharga dan baru.

 

Ma’had Tarbiah, Bukan Tempat Belajar Biasa

Berulang kali asatidzah mengingatkan, bahwa ma’had yang kita tinggali ini, bukan sekedar tempat mengaji dan membaca kitab semata, tidak. Tidak hanya itu. Ma’had adalah tempat kita belajar agama Islam, dengan artian yang lebih luas. Hidup adalah agama, dan agama adalah kehidupan kita. Bagaimana mungkin kita akan hidup tanpa agama?

Itulah yang kami pelajari di ma’had, tempat tinggal kami, belajar hidup sesuai agama Islam langsung dari realita dan praktek, dengan mengamalkan teori yang sudah kami pelajari sebelumnya. Sudah teramat banyak pelajaran hidup yang kami dapati di ma’had, belajar bersosialisasi, belajar manajemen, belajar menghargai, dan lain sebagainya.

 

Mungkin tidak ada pelajaran khusus tentang materi ini. Walaupun sebenarnya teori tentangnya banyak terselip dalam ayat dan hadis serta ucapan salaf yang kami pelajari, bagi yang peka dan memerhatikannya, tinggal prakteknya saja.

Dan itulah yang kami dapatkan dari kegiatan-kegiatan dan program-program yang diberikan oleh ma’had kepada kami. Di antaranya kegiatan UAS (Ujian Akhir Semester Ganjil) kali ini. Kami mendapatkan darinya pelajaran hidup, langsung dari praktek nyata.

 

Tugas Kami

Jumlah kami di kelas empat ini, dua puluh orang atau lebih akan dibagi menjadi bebarapa tim. Ada tim distribusi yang bertugas menagih soal dari para pengajar dan menghubungkan mereka dengan kami panitia ujian. Ada pula tim pengetikan dan layout soal. Serta ada juga yang bertugas menjadi pengawas ketika ujian berlangsung. Semuanya mendapat tugas sesuai bidangnya.

Papan Informasi al-Ikhtibar at-Tahriri

Tim Distribusi Soal

Tim Distribusi Soal, nama untuk tim yang menjadi jembatan antara kami dengan pengajar. Merekalah yang pertama bergerak, mulai dari mengkonfirmasikan jadwal ujian kepada pengajar, mengambil materi-materi soal dari mereka, lalu menyerahkannya kepada tim pengetikan untuk ditindak lanjuti.

Tidak cukup sampai di situ, mereka jugalah yang menggandakan soal-soal itu sesuai jumlah peserta. Bisa dibilang, merekalah yang paling banyak bergerak di kegiatan ini -semoga bermanfaat.

Sejak dua minggu sebelum hari pertama ujian, mereka sudah terlihat sibuk. Entah sudah berapa kali mereka mondar-mandir antara Kantor Panitia Ujian, rumah para pengajar, dan percetakan ma’had. Karena materi soal untuk seluruh thullab Takhasus tidaklah sedikit, dengan 7 kelas dari 3 angkatan, dan masing-masingnya paling tidak memiliki enam mata pelajaran. Belum lagi jika mendapat limpahan tugas dari lembaga Takmili.

 

Tim Pengetikan dan Layout

Dari tangan Tim Distribusi Soal, soal lantas berpindah ke Tim Pengetikan. Jumlah mereka kurang lebih delapan orang. Soal dari pengajar tidak mesti berwujud naskah ketikan dalam bentuk file, Terkadang hanya berupa coretan tangan di kertas yang harus disalin di komputer.

Setelah diketik, format soal-soal itu diseragamkan (layouting), lalu dikelompokkan menjadi satu. Sebelum kemudian dikembalikan kepada Tim Distribusi untuk penggandaan soal.

 

Seharusnya tim ini bisa bergerak cepat dan rapi. Tapi karena beberapa kendala, perjalanan mereka menjadi sangat ribet bin ruwet. Kendala terbesarnya adalah terkait fasilitas komputer kerja mereka yang seharusnya terhubung satu sama lain ke komputer server. Sehingga data ujian yang tersimpan di server bisa diakses dari semua komputer. Namun qaddarallah, karena ketika itu sistem penghubung sedang error, akhirnya data di komputer server tidak bisa diakses, dan koneksi antar komputer terputus.

Sebagai solusinya, tim memutuskan untuk memusatkan data ujian di sebuah flashdisk. Semua file soal yang masih mentah dan butuh di-layout akan disimpan di flashdisk itu. Kemudian, siapa yang akan menggarapnya, harus mengambil filenya di flashdisk dan memindahkannya ke komputer. Setelah selesai, file akan dikembalikan ke flashdisk, sebelum dipindah ke komputer pusat databese ujian di Kantor Panitia.

Ruang Kerja Tim Pengetikan dan Layout

Namun kurangnya komunikasi menyebabkan sistem kerja tim menjadi tak karuan. Pembagian tugas tidak merata, sebagian anggota belum memahami sistem penyimpanan soal di flashdisk, status pengerjaan file tidak jelas (apakah sudah selesai dikerjakan atau belum), dan kendala-kendala lainnya.

 

Flash Disk Alternatif

Suatu ketika, salah satu anggota tim melihat ada beberapa file soal yang masih belum di-layout di flashdisk itu. Ia pun langsung me-layout, merapikan dan mengatur tata letaknya sesuai template dan standar yang telah ditentukan. Satu jam lebih ia duduk di kursi hingga punggungnya pegal. Mata pun terasa perih karana lama menatap layar komputer.

Setelah selesai, ia kembali menyimpan file itu di flash disk. Untuk kemudian masuk ke Kantor Panitia Ujian, menancapkan flash disk di komputer pusat, mengakses databese ujian, membuka folder tempat penyimpanan file yang sudah siap cetak, dan….

 

Baru saja ia hendak memindahkan file yang telah selesai ia kerjakan. Namun ternyata… Twewet… Ia melihat file ujian dengan mata pelajaran dan kelas yang sama di folder itu. Sudah ada yang lebih dahulu mengerjakannya. Tambahkan, file itu sudah selesai cetak. Ia tidak tahu hal itu sebelumnya, karena memang tidak ada yang memberi tahu atau memberi kode bahwa file itu telah selesai digarap.

Ia menghembuskan nafas kesal. Namun Alhamdulillah, sebagai santri yang telah terdidik dengan agama sejak kecil, ia hanya bisa berucap istigfar dan takbir. Tanpa melontarkan ucapan kotor atau melakukan tindakan fisik.

 

Belajar dari Pengalaman

Meski demikian, tim ini tetap berjalan sesuai target. Kerja mereka maksimal. Hasilnya pun maksimal. Beberapa hari sebelum hari pertama ujian, ruang komputer tempat mereka bekerja terlihat tetap aktif meski sudah lewat jam satu malam. Pegal di puggung, lelah di mata, tahu apa. Yang penting ini urgen dan harus segera diselesaikan. Atau kalau tidak, ujian besok akan menjadi ‘aneh’ karena soalnya belum siap.

Tepat sehari sebelum hari H ujian, semua soal telah selesai cetak, walhamdulillah. Tugas tim ini rampung tepat waktu. Meski banyak warna menghiasi hari-hari kerja mereka. Lembur, salah paham, sampai ketegangan ringan antar mereka, pun turut mewarnai.

 

Namun justru dari situlah mereka belajar banyak hal. Belajar dari kekurangan dan kesalahan. Dari situ mereka belajar, bahwa esok dalam bekerja mereka harus memiliki manajemen yang lebih baik dan sistematis, serta komunikasi yang lancar. Begitu pula belajar menghadapi dan mencari solusi terbaik dari sebuah kendala, belajar beradaptasi dengan situasi yang dinamis, dan lain sebagainya.

 

Tidak Semudah Mengerjakan Soal

Setelah itu, tersisa Tim Penjaga dan Pengawas Ujian yang bertugas. Sampai hari terakhir ujian berlangsung.

Seluruh proses persiapan ini berkali lipat terasa lebih rumit bagi kami daripada mengerjakan soal. Tanggung jawab yang kami pikul bukan sekedar mengerjakan puluhan soal, yang kalau pun keliru, kembalinya kepada diri kami sendiri. Tapi tugas-tugas ini, jika terjadi kesalahan dampaknya akan jauh lebih berbahaya, karena menyangkut urusan orang lain. Membuat kami harus ekstra hati-hati, dan kompak satu sama lain.

Ini baru tugas kami, lalu bagaimana dengan para asatidzah dan pengajar yang harus mengarang soal. Dengan berbagai problem dan permasalahan yang bertumpuk di kepala mereka. Sungguh berat. Semoga Allah berkahi usaha dan perjuangan mereka dalam dakwah ini, dan menjadikannya sebagai pemberat timbangan di hari kiamat kelak. Amin.

Fokus Mengerjakan Soal

Hari Ujian Tiba

Hari pertama UAS, tanggal 11 Rabi’ul awwal 1443 H, bertepatan dengan hari Senin tanggal 17 Oktober 2022 M. Selang beberapa menit setelahnya usai salat subuh. Tim Pengawas Ujian langsung mengumumkan bahwa ujian akan segera mulai. Seluruh thullab peserta ujian diminta menjauhkan buku-buku mereka. Sedari tadi, sejak sebelum subuh, bahkan sebelum tidur hingga larut malam, buku dan kitab-kitab itu selalu bersama mereka.

Teng.. Saat ujian mulai, ketegangan langsung memenuhi langit-langit masjid tempat berlangsungnya ujian. Tidak hanya peserta yang merasakan, para pengawas dari santri yang bukan peserta ujian juga merasakan hawa tegang itu.

 

Hanya Dua Puluh Menit!

Berjalan kurang lebih sepuluh menit. Semua peserta telah khusyuk dengan lembaran soal di hadapannya. Tidak ada suara terdengar di masjid, selain goresan pena dan lipatan kertas. Pengawas ujian bersama asatidzah dan pendamping mondar-mandir memantau peserta.

Baru berjalan beberapa menit, salah seorang santri memecah perhatian. Tiba-tiba ia berdiri, menenteng kertas ujiannya ke depan, menuju meja tempat para pengawas berkumpul. Jalannya agak cepat. Mata-mata peserta lain tertuju kepadanya.

Tak disangka, ternyata ia mengumpulkan kertas ujiannya sebelum genap dua puluh menit. Para pengawas dan pengajar terkejut, cepat sekali. Tak percaya, salah satu pengawas mengecek kertas ujiannya, ternyata dia memang sudah selesai mengerjakan puluhan soal itu.

Peserta yang Telah Selesai, Mengumpulkan Lembar Jawabannya di Meja Pengawas

Seperti dikomando, beberapa saat setelahnya puluhan peserta lain kompak berdiri. Menenteng lembar ujian mereka dan maju ke depan. Melakukan hal yang sama dengan santri pertama tadi. Cukup dua puluh menit!

Ketika ditanya, dengan enteng mereka menjawab, “Soalnya mudah.”

Mereka tidak tahu, bawa soal-soal itu telah membuat Tim Pengetikan dan Layout Melembur hingga tengah malam, dan mereka mengerjakannya hanya 20 menit!

Dari situ, bagi kami, Mengerjakan soal jauh lebih gampang daripada membuatnya.

Semoga Allah memberkahi para asatizdah yang telah banyak meluangkan waktunya demi kita, demi santri, dan demi salafiyyun. Amin.

 

Penulis: Mush’ab Klaten, Takhasus

Mungkin Anda juga menyukai

2 Respon

  1. ahmad berkata:

    semoga Allah memberikan ganjaran untuk semua yang terlibat dalam kegiatan ujian akhir; asatidzah, mudarrisin, dan para panitia…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.