Kisah Interogasi Heraklius Terhadap Abu Sufyan

Interogasi Heraklius Terhadap Abu Sufyan

 

Oleh Hannan Majid Purwokerto, Takhasus

 

Dengan izin Allah Subhanahu wa Taala, agama Islam menyebar ke berbagai penjuru bumi dalam waktu yang singkat. Bahkan dua negeri super power di masa itu, Romawi dan Persia pun tunduk di bawah naungan Islam.

Para pembaca rahimakumullah… Pada kesempatan kali ini, kami hendak menyajikan sebuah hadis panjang, yang berkisah tentang titik awal kehancuran Romawi dan tunduknya mereka kepada Islam. Yaitu kisah tentang interogasi Heraklius terhadap Abu Sufyan yang kala itu sedang melakukan perdagangan di Syam dengan Raja Romawi kala itu.

Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari rahimahullah dalam kitabnya, hadis tersebut datang dari sahabat Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhu, bahwa Abu Sufyan radhiallahu ‘anhu bercerita kepadanya.

 

Perjumpaan Heraklius dengan Abu Sufyan

Heraklius mengirim utusan kepada kafilah dagang Quraisy yang sedang berada di Syam. Waktu itu, Abu Sufyan dan orang-orang Quraisy sedang mengadakan gencatan senjata dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Mereka pun akhirnya mendatangi Heraklius ketika mereka sedang berada di Iliya. Heraklius mengundang mereka untuk datang ke majelisnya, sedang di sisinya berkumpul para pembesar negeri Romawi. Tak lama, Heraklius pun memanggil sang penerjemah dan mengatakan, “Siapa di antara kalian yang paling dekat nasabnya dengan pria yang mengaku Nabi?”

Abu Sufyan menjawab, “Aku yang paling dekat nasabnya.”

 

Heraklius berkata, “Dekatkanlah dia dan jadikanlah teman-temannya berada di belakangnya!”

Heraklius berkata kepada sang penerjemah, “Katakan kepada mereka, ‘Sesunguhnya aku akan bertanya kepadanya (Abu Sufyan) tentang dia (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam), jika dia berdusta, maka dustakanlah!'”

“Demi Allah, kalau bukan rasa malu akan berkesan padaku sifat dusta, niscaya aku akan berdusta tentangnya.” Kata Abu Sufyan.

 

Poin-Poin Interogasi Heraklius Terhadap Abu Sufyan

Pertanyaan pertama yang ia tanyakan adalah.

“Bagaimana kondisi nasab orang tersebut di tengah kalian?”

“Dia adalah orang yang memiliki nasab mulia di tengah kami.” Jawabku.

“Apakah ada di kaum kalian yang membawa ajarannya (dakwah kepada tauhid dan menjauhi syirik -pent.) sebelum dia?” Heraklius kembali melontarkan pertanyaan.

“Tidak ada.”

 

“Apakah ada di antara nenek moyangnya yang menjadi raja?” Pertanyaan berikutnya.

“Tidak ada.”

“Orang-orang mulia ataukah lemah yang menjadi pengikutnya?” Heraklius terus mengejar dengan pertanyaan.

“Justru orang-orang lemah lah yang mengikutinya.”

“Bertambah ataukah berkurang jumlah mereka?”

“Jumlah mereka bertambah.”

 

Interogasi Terus Berlangsung

Heraklius kembali bertanya, “Adakah orang yang murtad dari agamanya karena benci setelah ia masuk ke dalamnya?”

“Tidak ada,” jawab Abu Sufyan.

“Apakah kalian menuduh dia sebagai pendusta sebelum ia mengatakan perkataannya tersebut?”

Abu Sufyan menjawab, “Tidak.”

 

“Apakah dia seorang pengkhianat?”

“Tidak, dan kami tidak mengetahui kondisinya pada saat itu.” Abu Sufyan selalu menjawab pertanyaan Heraklius.

“Dan tidak memungkinkan bagiku untuk bertanya selain pertanyaan ini.” Tukas Heraklius.

“Adakah kalian memeranginya?” Heraklius masih bertanya.

“Ya.”

“Bagaimana perang yang terjadi di antara kalian?”

Abu Sufyan menjawab, “Perang yang terjadi di antara kami silih berganti, terkadang dia menang dan kadang pula kami yang menang.”

 

“Apa yang dia perintahkan kepada kalian?”

Kata Abu Sufyan, “Dia menyeru, ‘Sembahlah Allah semata dan janganlah kalian menyekutukannya dengan sesuatu apa pun! Tinggalkanlah seruan nenek moyang kalian!'” “Dia juga menyeru kami untuk mengerjakan salat, bersikap jujur, memaafkan, dan menyambung tali silaturahmi.” Lanjut Abu Sufyan.


Baca Juga: Belajar untuk Jujur Selalu, dari Kisah-Kisah Terdahulu


Kesimpulan Heraklius

Kemudian Heraklius berkata kepada sang penerjemah, Katakan kepadanya, Saya bertanya kepada Anda tentang nasabnya dan Anda menyebutkan bahwa dia orang yang memiliki nasab mulia. Memang demikianlah para rasul, mereka diutus dengan nasab mulia di tengah kaumnya.

Saya juga bertanya kepada Anda, ‘Apakah ada seorang di antara kalian yang mengatakan perkataannya itu?’

Anda menjawab, ‘Tidak ada.’

Maka saya simpulkan, ‘Kalau seandainya ada di antara kalian yang mengatakan perkataannya tersebut, niscaya saya akan menganggap bahwa dia (Muhammad) hanya mengikuti perkataan orang sebelumnya.’

 

Saya juga bertanya kepada Anda, ‘Apakah ada di antara nenek moyangnya yang menjabat sebagai raja?’

Anda menjawab, ‘Tidak ada.’

Sehingga saya katakan, ‘Kalau seandainya ada di antara nenek moyangnya yang menjadi raja, niscaya saya akan menganggap bahwa dia (Muhammad) hanya menginginkan kerajaan nenek moyangnya.’

 

Akhlak Mulia Para Nabi

Saya pun bertanya kepada Anda, ‘Apakah kalian menuduhnya sebagai pendusta sebelum ia memulai dakwahnya?’

Anda menjawab, ‘Tidak.’

Maka saya simpulkan, ‘Saya mengerti, bagaimana mungkin dia akan berdusta atas nama Allah sedangkan dusta kepada manusia saja ia tidak pernah?’

 

Saya bertanya pula kepada Anda, ‘Orang-orang mulia ataukah lemah yang menjadi pengikutnya?’

Anda menyebutkan bahwa orang-orang lemahlah yang mengikutinya. Demikianlah para pengikut rasul (orang-orang lemah -pent.)’

Saya pun bertanya kepada Anda, ‘Bertambah banyak atau malah berkurang jumlah mereka?’

Anda menyebutkan bahwa jumlah mereka bertambah, demikianlah keimanan akan selalu bertambah hingga menjadi sempurna.

 

Saya bertanya juga kepada Anda, ‘Adakah orang yang murtad (keluar) dari agamanya karena benci setelah masuk ke dalamnya?’

Anda menyatakan, ‘Tidak ada.’ Demikianlah keimanan, ketika sudah masuk ke dalam lubuk hati.

Saya juga bertanya kepada Anda, ‘ Apakah dia seorang pengkhianat?’

Anda berkata, ‘Bukan.’ Dan demikianlah para rasul, mereka bukan pengkhianat.

 

Saya juga bertanya kepada Anda, ‘Apa yang dia perintahkan kepada kalian?

Anda pun menyebutkan bahwa dia memerintahkan kalian untuk beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, melarang kalian dari mengibadahi berhala, dia juga memerintahkan kalian untuk salat, bersikap jujur, serta memaafkan.

Heraklius kemudian melanjutkan, “Jika yang Anda ucapkan ini benar, niscaya kekuasaannya akan sampai pada tempat di mana kakiku berpijak saat ini. Sungguh aku tahu bahwa dia akan keluar, hanya saja aku tidak sangka dia berasal dari kalian. Seandainya ada jalan untuk sampai kepadanya, niscaya aku akan bersusah payah untuk ke sana. Seandainya aku berada di sisinya, aku akan membasuh kedua kakinya.”

 

Respon Bangsa Romawi

Heraklius pun kemudian meminta surat yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kirim melalui Dihyah kepada pembesar kota Bushra lalu membacanya. Dalam surat tersebut tertulis,

Bismillahirrahmanirrahim, dari Muhammad, hamba sekaligus utusan Allah. Kepada raja Romawi, semoga keselamatan berlimpah kepada siapa saja yang mau mengikuti petunjuk. Amma ba’du:

Sesungguhnya saya menyeru Anda dengan seruan Islam. Masuklah ke dalam agama Islam, Allah akan memberikan dua pahala kepada Anda. Namun jika Anda menolak, Anda akan menanggung dosa para rakyat. Allah berfirman,

 

ﵟ يَٰٓأَهۡلَ ٱلۡكِتَٰبِ ‌تَعَالَوۡاْ إِلَىٰ كَلِمَةٖ سَوَآءِۭ بَيۡنَنَا وَبَيۡنَكُمۡ أَلَّا نَعۡبُدَ إِلَّا ٱللَّهَ وَلَا نُشۡرِكَ بِهِۦ شَيۡـٔٗا وَلَا يَتَّخِذَ بَعۡضُنَا بَعۡضًا أَرۡبَابٗا مِّن دُونِ ٱللَّهِۚ فَإِن تَوَلَّوۡاْ فَقُولُواْ ٱشۡهَدُواْ بِأَنَّا مُسۡلِمُونَ ٦٤ﵞ 

“Wahai Ahli Kitab! Marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling, maka katakanlah (kepada mereka), ‘Saksikanlah bahwa kami adalah orang muslim.'” (QS. Ali Imron: 64)

Abu Sufyan melanjutkan kisahnya, “Pada saat Heraklius mengatakan perkataannya tersebut, surat pun usai ia baca, hiruk-pikuk mulai terdengar. Suara-suara mulai meninggi, sehingga kami pun diusir.

Aku berseru kepada teman-teman ketika diusir, “Sungguh Ibnu Abi Kabsyah (isyarat kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berjaya. Sesungguhnya dia ditakuti oleh raja-raja Romawi.” Dari sini, aku semakin yakin bahwa dia (Muhammad -pent.) akan menang.’ Hingga akhirnya, Allah pun memasukkanku ke dalam agama Islam.”

 

Kisah Ibnu an-Nathur, Uskup dari Syam

Berpindah kepada Ibnu An-Nathur, penguasa Iliya sekaligus kawan dekat Heraklius yang kala itu menjabat sebagai uskup bagi kaum Nashara di Syam. Dia mengatakan, “Ketika Heraklius singgah di Iliya, ia merasakan mual, sebagian komandan pun sampai berkata, ‘Kami tidak suka dengan tingkah lakumu.'”

Ibnu An-Nathur melanjutkan, “Heraklius adalah seorang yang dapat meramal dengan bintang. Tatkala orang-orang bertanya kepadanya, Heraklius berkata, ‘Di saat aku melihat bintang di malam hari, aku melihat kemunculan raja yang berkhitan. Siapa dari umat ini yang berkhitan?’

Mereka menjawab, ‘Tidak ada yang berkhitan melainkan kaum Yahudi, sehingga tak usah Anda pedulikan, Anda tinggal memerintahkan para raja di berbagai wilayah untuk membantai habis kaum Yahudi yang ada di dalamnya.'”

 

Di saat mereka sibuk dengan urusan mereka, tiba-tiba seorang utusan raja daerah Ghassan mendatangi Heraklius dan memberitakan tentang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Begitu mendengar berita tersebut Heraklius langsung berkata kepadanya, “Pergi dan perhatikanlah, seorang yang berkhitan ataukah bukan dia?”

Mereka pun bergegas mencari berita tersebut. Setalah itu, mereka langsung melapor kepada Heraklius bahwa dia (Rasulullah) berkhitan. Heraklius juga menanyakannya tentang orang-orang Arab. Dia pun menjawab bahwa mereka berkhitan.

Heraklius pun langsung berkata, “Raja umat telah muncul!”


Artikel Kami: Kisah an-Najasyi, Raja Habasyah yang Beriman


Heraklius Menawarkan Islam

Tak selang lama, Heraklius langsung menulis sebuah surat kepada temannya yang berada di Romawi yang merupakan rivalnya sendiri dari segi keilmuan. Lalu ia melanjutkan perjalanannya ke Emesa. Tidaklah Heraklius beranjak dari Emesa melainkan setelah sampainya surat sang teman sependapat dengannya bahwa akan keluar seorang Nabi dan Nabi tersebut adalah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Lalu Heraklius memberikan izin bagi para pembesar negeri Romawi untuk memasuki tempat ibadahnya yang ada di Emesa dan segera menutup semua pintunya. Setelah itu ia keluar seraya berseru, “Wahai sekalian bangsa Romawi! Maukah kalian mendapat keberuntungan, petunjuk, serta keberlangsungan hidup? Namun dengan syarat kalian mau membaiat Nabi ini!”

Seketika mereka pun langsung menyerbu pintu hendak keluar, akan tetapi pintu tertutup.

 

Di kala Heraklius memandang situasi tersebut, ia mulai berputus asa dari keimanan dan berkata, “Kembalilah kepadaku, ucapanku barusan hanya untuk menguji kesetiaan kalian terhadap agama kalian, dan aku telah menyaksikannya.”

Seketika, mereka pun langsung sujud rida kepadanya. Demikianlah kondisi akhir Heraklius. (HR. Bukhari no. 7)

 

Faedah dari Interogasi Heraklius kepada Abu Sufyan

Para pembaca rahimani wa rahimakumullah…

Tak cukup dalam sebuah artikel singkat untuk menyebut satu persatu faedah yang ada dalam hadis panjang tersebut. Bahkan ketika dituliskan dalam sebuah kitab pun, masih terasa sedikit faedah yang disebutkan dari hadis ini. Namun tak ada salahnya bila kita menyebutkan sekelumit yang ada di dalamnya dari mutiara faedah yang semoga dapat kita ambil manfaatnya.

Antara lain kegeniusan Heraklius sang raja Romawi dalam menanyakan pertanyaannya kepada Abu Sufyan tentang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demikian juga keilmuannya tentang kitab sebelumnya. Namun semua itu tidak menjamin seseorang untuk mendapatkan hidayah.

Faedah kedua, jeleknya sifat dusta, sampai pun di kalangan orang-orang kafir Quraisy pada masa itu. Di mana Abu Sufyan enyah dan enggan disebut sebagai pendusta jika ia tak jujur dalam menjawab pertanyaan sang raja Romawi itu.

Dari sini kita dapat mengambil faedah ketiga, yaitu mulianya sifat jujur.

 

Dunia Bisa Menjadi Sebab Penghalang HIdayah

Berikutnya dari faedah yang dapat kita petik, bahwa Ahlul Kitab, kaum Yahudi dan Nasrani, akan meraih dua pahala ketika mereka mau menerima ajaran Islam. Ya, yang demikian karena mereka beriman terhadap ajaran nabi mereka dan ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Yang terakhir dari faedah yang dapat kita petik dari hadis ini ialah terkadang seseorang terhalang dari hidayah dengan sebab khawatir hilang kedudukannya di tengah masyarakat. Hal ini sebagaimana yang menimpa Heraklius. Ia enggan beriman kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam padahal tahu pasti kebenarannya dan lebih memilih keridaan kaumnya karena tidak mau kehilangan kedudukannya.

Demikianlah terjemah hadis panjang yang kami terjemahkan dengan sedikit penyesuaian serta sekelumit faedahnya. Semoga Allah Taala senantiasa membimbing kita dan menunjuki kepada jalan yang lurus hingga ajal menjemput.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.