Memori masa-masa nyantri

 

Oleh Alif Wibawa Sidoarjo 2C Takmili

 

Tes penerimaan santri

Hari itu para calon santri baru mengikuti kegiatan tes penerimaan. Tes penerimaan dimulai ba’da shubuh sampai sore. Para calon santri mengikuti kegiatan tes penerimaan dengan semangat, hingga akhirnya mereka kelelahan pada malam harinya.

Keesokan harinya setelah mendengarkan nasehat dan tausiyah, para wali calon santri baru langsung menuju papan pengumuman. Mereka rela berdesak-desakan demi bisa melihat apakah anaknya diterima ataukah tidak. Kalau kita perhatikan mereka sangat konsentrasi membaca nama-nama yang diterima.

 

Aku diterima jadi santri

Mereka membaca satu per satu hingga akhirnya mendapatkan nama anaknya, sontak mereka mengucapkan “Alhamdulillah, anakku diterima.” Ternyata akulah orangnya. Alhamdulillah , aku diterima meskipun namaku termasuk urutan hampir akhir.

Allah Ta’ala mengatakan:

وما بكم من نعمة فمن الله

“Apa-apa yang ada pada diri kalian dari berbagai kenikmatan, maka itu datangnya dari Allah.” (QS. an-Nahl: 53)

Setelah ayahku yakin bahwa aku telah resmi menjadi santri Ma’had Minhajul Atsar, maka ayahku langsung pamit pulang. Namun sebelumnya ayahku tak lupa untuk memberikan nasehat dan menyemangatiku untuk bersabar dan semangat dalam belajar.

 

Tekad yang kuat

Sebenarnya hatiku merasa berat untuk berpisah dengan orang tua, tapi bagaimana lagi aku harus menerima kenyataan ini. Aku terus berusaha untuk bisa bersabar, berusaha menghibur diri, karena aku belum memiliki teman. Aku sadar, sudah saatnya aku menjadi orang yang mandiri, tidak bergantung pada orang lain dan tidak mudah mengeluh.

Hari berganti hari, ahirnya aku memiliki banyak teman dengan berbagai watak, sifat, perilaku, dan gayanya. Ternyata hidup di pondok melatih aku untuk berjiwa besar, penyabar, dan memahami keadaan orang lain. Teman-temanku berasal dari daerah yang berbeda-beda, namun semua itu tidak menjadi penghalang untuk belajar bersama. Sebab yang mengumpulkan kita di sini adalah keimanan di dalam hati.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengatakan:

إنما المؤمنون اخوة

“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu saling bersaudara.” (QS. al-Hujurat: 10)

 

Perjuangan awal menjadi santri

Hari-hari pertama di pondok aku masih sering ingat rumah, wajar baru pertama kali mondok. Namun seiring berjalannya waktu akupun terbiasa dan dapat belajar dengan baik dan fokus.

Berbagai jadwal yang telah disusun dan dirumuskan oleh asatidzah membuatku hidup lebih disiplin dan tepat waktu. Begitu pula tugas-tugas yang ada, mendidikku untuk tanggungjawab dalam menunaikan amanah yang diembankan kepadaku.

Memang semua itu berat, tapi aku yakin iniah yang terbaik untukku. Aku harus berubah untuk manjadi yang lebih baik lagi. Aku yang sekarang bukanlah aku yang dulu.

 

Indahnya kehidupan pesantren

Belajar di pondok merupakan kenikmatan tersendiri bagiku dan orang-orang sepertiku. Bagaimaana tidak ? Kita bisa belajar langsung di hadapan asatidzah, mendengarkan penjelasan, arahan, bimbingan, nasehat, dan mau’idzah (wejangan) mereka.

Bisa belajar bersama, murajaah (membahas ulang pelajaran) bersama, bermain, piket, dan yang lainnya bersama-sama. Sungguh betapa nikmatnya belajar di pondok.

Cukuplah nasehat dan petuah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pelecut semangat, sungguh-sungguh, dan sabar dalam thalabul ilmi (menuntut ilmu), seperti : Dimudahkan jalan menuju jannah (surga) dan dimintakan ampunan oleh makhluk yang ada di langit dan di bumi, sampaipun ikan yang ada di lautan. Itu adalah sebagian dari keutamaan yang dapat diraih oleh para penuntut ilmu agama.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

من سلك طريقا يلتمس فيه علما سهل الله له به طريقا الى الجنة

“Barangsiapa yang menempuh perjalanan dalam rangka menuntut ilmu agama, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)

 

Tidak ada kata terlambat

Ingat, belajar ilmu agama bukan hanya untuk mereka yang berstatus sebagai santri. Belajar agama juga bisa dilakukan oleh orang yang telah berkeluarga bahkan telah lanjut usia.

Maka marilah kita bersama-sama berjuang untuk menimba ilmu agama. Jadikan Ia sebagai priorias utama dalam kehidupan kita. Karena tolak ukur masuk jannah (surga) bukan kekayaan dan bukan pula kedudukan di dunia. Namun tolak ukurnya adalah ketakwaan, dan seseorang bisa bertakwa ketika dia memiliki ilmu.

Seorang yang berilmu akan diangkat oleh Allah Ta’ala derajatnya. Berdasarkan firmannya:

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. al-Mujadilah: 11)

 

Kala ujian menerpa

Sekarang aku berada di tahun keenam. Berbagai ujian dan cobaan dalam thalabul ilmi berhasil aku lalui. Alhamdulillah semua itu berkat taufiq dan hidayah dari Allah Ta’ala semata.

Tahun keenamku di pondok ternyata adalah tahun yang Allah Ta’ala takdirkan sebagai ujian dan cobaan bagi manusia. Agar Allah Ta’ala mengetahui siapa dari hamba-hambanya yang  jujur keimanannya dan siapa yang dusta. Inilah tahun dimana dunia tengah dilanda pandemi COVID-19.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kita hamba yang  jujur dalam keimanan. Amin.

 

Upaya asatidzah dalam menjaga kami

Berbagai upaya dan usaha telah dilakukan oleh asatidzah demi kelancaran kegiatan belajar dan mengajar. Khususnya di masa pandemi ini, dari rapat ke rapat, musyawarah ke musyawarah berikutnya, adalah salah satu bukti kesungguhan dan keseriusan asatidzah dalam menyelesaikan berbagai problem yang ada.

Mereka selalu dan terus berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi kami dan kaum muslimin. Mereka tak pernah bosan untuk selalu membimbing dan mengarahkan kami. Mereka berharap agar kami dapat mengamalkan ilmu yang telah dimiliki.

Semoga Allah Ta’ala menjaga mereka dari berbagai fitnah yang nampak dan yang tidak nampak. Juga menjaga mereka dan keluarga mereka dari berbagai bahaya dan malapetaka. Serta memberikan barakah pada waktu, pikiran, tenaga, dan harta mereka. Kita juga berharap agar Allah Ta’ala memberikan kesabaran dan keistiqamahan kepadaku, asatidzah, dan salafiyyin agar tetap berada di atas al-haq (kebenaran).

Balasan yang sempurna hanya milik Allah Ta’ala. Dialah sebaik-baik pemberi balasan.

 

Penutup

Alangkah baiknya bagi yang telah diberi kesempatan menuntut ilmu agama untuk melanjutkan dan meneruskannya. Tetap semangat, bersungguh-sungguh, dan sabar. Jangan lupa untuk selalu berdoa kepada Allah Ta’ala. Karena semua yang kita lakukan murni  berkat taufiq dan pertolongan dari Allah ‘Azza Wa Jalla.

Bagi yang belum diberi kesempatan untuk belajar ilmu agama di ma’had hendaknya untuk bersabar dan tidak berputus asa, karena rahmat Allah Ta’ala itu luas. Teruslah berdoa kepada Allah Ta’ala agar kita diberikan kesempatan.

Semoga thalabul ilmi yang sedang kita lakukan dicatat sebagai amalan shaleh yang diterima dan dapat mempermudah jalan kita menuju al-jannah (surga). Amin.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.