Mengalah untuk Menang, Kisah Perjanjian Hudaibiah

 

Oleh Abul Faraj Khalid Bandung, Takmili

 

Perjanjian Hudaibiah terjadi pada bulan Dzulqo’dah tahun 6 Hijriah. Tatkala itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat memulai perjalanan safarnya dari Madinah menuju Makkah untuk melaksanakan ibadah umrah.

Namun sesampainya di sebuah tempat yang bernama Hudaibiah, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapat kabar bahwa kaum Quraisy akan menghadang dan mencegah beliau dan para sahabat untuk memasuki kota Makkah.

 

Mengutus Utusan

Akhirnya, untuk memastikan berita, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus sahabat yang mulia Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu. Kemudian sahabat Utsman menemui kaum Quraisy mengabarkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Makkah bukan untuk berperang, namun ingin berumrah dan mengunjungi Ka’bah yang telah lama beliau rindukan.

 

Respon dan Tanggapan Kaum Musyrikin Quraisy

Ternyata kaum musyrikin Quraisy juga mengirim seorang utusan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menjawab permintaan serta keinginan beliau. Kaum musyrikin Quraisy mengutus juru bicaranya yang bernama Sahl bin Amr.

Sangat disayangkan, ternyata kaum musyrikin Quraisy tidak mau menerima permintaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melakukan umrah. Akhirnya mereka bersepakat untuk mengadakan Perjanjian damai, yang dikenal dengan Perjanjian Hudaibiah.

 

Janji dan Hiburan Bagi Orang Beriman

Allah Taala mengabadikan kisah ini di dalam al-Quran untuk menghibur Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum. Karena secara kasat mata, isi Perjanjian itu merugikan kaum muslimin dan menguntungkan kaum musyrikin. Namun Allah Taala berfirman:

إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِينًا

“Sungguh, telah Kami menangkan untukmu (wahai Muhammad) dengan kemenangan yang nyata.” (QS. Al-Fath: 1)

 

Isi Perjanjian Hudaibiah

Sudah merupakan suatu kepastian, tatkala mengadakan suatu perjanjian, pasti berisi persyaratan yang wajib dipenuhi oleh kedua belah pihak, demikian pula Perjanjian Hudaibiah. Adapun isinya adalah sebagai berikut:

  1. Kedua belah pihak harus menghentikan peperangan antar mereka selama 10 tahun.
  2. Wajib atas kaum muslimin untuk mengembalikan siapapun yang mau masuk Islam dari kalangan Quraisy tanpa seizin Quraisy.
  3. Kaum Quraisy tidak perlu mengembalikan seorang muslim pun yang kembali murtad ke agama Quraisy.
  4. Jika ada kabilah yang ingin masuk ke tempat kaum muslimin, maka dipersilahkan. Tidak diganggu ataupun dihadang, begitu pula sebaliknya yang ingin masuk ke tempat Quraisy.

Maka masuklah kabilah Khaza’ah ke tempat kaum muslimin dan kabilah Bani Bakr masuk ke tempat kaum Quraisy.

  1. Kaum muslimin pada tahun ini tidak boleh masuk kota Makkah dan harus pulang ke Madinah.

 

Tahun berikutnya, kaum muslimin baru diperbolehkan masuk kota Makkah untuk umrah, namun dengan syarat:

  1. Tidak boleh membawa senjata, kecuali sehelai pedang di dalam sarungnya.
  2. Kaum muslimin boleh memasuki Ka’bah tatkala kaum Quraisy sudah keluar darinya.
  3. Kaum muslimin tidak boleh menetap lebih dari 3 hari di Ka’bah.

Inilah syarat-syarat yang diberikan kepada kaum muslimin. Jika diperhatikan kembali, syarat-syarat ini justru menguntungkan kaum muslimin dan memberatkan kaum Quraisy.

 

Hikmah yang Kaum Muslimin Peroleh dari Perjanjian Hudaibiyah

Allah Taala adalah Dzat yang tidak pernah menzalimi para hamba-Nya, terlebih kepada kaum muslimin yang berserah diri kepada-Nya. Dia adalah Dzat Yang Maha Adil. Dia akan memberikan pertolongan kepada siapa yang Ia kehendaki dan memberikan kesengsaraan bagi yang mengkufuri-Nya.

Oleh karena itu, Allah Taala akan memberikan pertolongan kepada hamba-Nya yang beriman dengan hikmah-hikmah atas usaha dan kesabaran mereka. Di antara hikmah dari Perjanjian Hudaibiah adalah:

  1. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapat kesempatan untuk memerangi kaum Yahudi dan penduduk benteng Khaibar.
  2. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapat kesempatan yang banyak dan luas untuk menyebarkan dakwah dengan cara memberi surat kepada para raja dan penguasa.
  3. Kaum kafir Quraisy mengakui sifat-sifat luhur yang dimiliki oleh kaum muslimin, dan memberi pengaruh baik pada kabilah-kabilah Arab lainnya.
  4. Ghanimah (harta rampasan) yang banyak bagi kaum muslimin, sebagaimana yang Allah Taala kabarkan:

 

وَعَدَكُمُ اللَّهُ مَغَانِمَ كَثِيرَةً تَأْخُذُونَهَا فَعَجَّلَ لَكُمْ هَذِهِ وَكَفَّ أَيْدِيَ النَّاسِ عَنْكُمْ وَلِتَكُونَ آيَةً لِلْمُؤْمِنِينَ وَيَهْدِيَكُمْ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا

“Allah telah menjanjikan untuk kalian harta rampasan perang yang banyak yang akan kalian raih, Dia akan menyegerakannya untuk kalian. Allah akan menjaga kalian dari gangguan tangan manusia dan agar menjadi bukti bagi orang-orang beriman serta Dia akan memberi hidayah kepadamu ke jalan yang lurus.” (QS. Al-Fath: 20)

  1. Keluarnya para pemuda dari kaum Quraisy ke kota Madinah setelah mereka masuk Islam, namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengizinkannya untuk tinggal di kota Madinah sesuai isi poin Perjanjian hudaibiyah. Maka para pemuda tadi pergi dan tinggal di daerah yang bernama al-‘Aish.

Para pemuda kaum Quraisy yang telah masuk Islam tadi berusaha melakukan sesuatu agar bisa tinggal bersama Rasulullah, akhirnya mereka memutus jalan perdagangan antara kota Makkah menuju Syam. Akhirnya kaum Quraisy merasa terganggu dan meminta izin kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar para pemuda tadi bisa tinggal di kota Madinah.

 

Demikianlah sekilas kisah dari Perjanjian Hudaibiah, semoga bermanfaat bagi kami dan pembaca sekalian, amin.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.