Mengenang Rihlah Muyassarah di Banyuwangi (Bag. 1)

 

Oleh Tim Jurnalistik Santri

 

Rihlah Muyassarah adalah sebutan untuk rihlah kami kali ini, kelas 3 Takhasus. Sekali lagi kami tekankan, bahwa tokoh dalam cerita ini adalah kami kelas 3 Takhasus, bukan santri secara umum.

Meski telah berlalu, rihlah ini kan selalu kami kenang, karena rihlah kali ini telah mewarnai perjalanan thalabul ilmi kami, terutama di kelas III Takhassus. Juga karena ini adalah rihlah pertama kami semenjak menjadi santri Takhasus.

Sebuah nikmat besar yang patut kami syukuri. Walau hanya sebentar, namun cukup banyak memberi pelajaran dan pengalaman bagi kami. Begitu banyak faedah yang bisa kami raih dari perjalanan ini.

 

Pengajuan Proposal Kegiatan Rihlah

“Bagaimana, kelas 3 tidak mengajukan proposal rihlah juga?” ujar salah seorang Tim Kantor Takhasus kepada salah satu santri Takhasus kelas 3. Ya, sebelum itu santri Takhasus kelas 2 lebih dahulu telah mengajukan proposal rihlah kepada asatidzah pengurus. Karena itulah Tim Kantor mengajukan usulan yang bersifat pertanyaan kepada kami kelas 3 Takhasus.

Waktu itu baru saja kami menyelesaikan rangkaian kegiatan Daurah Ilmiah Imam Al-Muzani 1. Sehingga kami ingin menyegarkan diri setelah melewati padatnya kegiatan daurah selama kurang lebih 1 bulan lamanya (terhitung sejak persiapan hingga berakhirnya Daurah Imam al-Muzani).

Untuk rihlah ini kami mengajukan perizinan untuk menuju salah satu pantai di kota Banyuwangi yang masih masuk kawasan wisata Pantai Watu Dodol. Meski tidak tepat di area Pantai Watu Dodol, namun pantai ini tak kalah indah dengannya, terutama keindahan bawah lautnya. Adapun proposal rihlah disusun oleh sekretaris kelas.


Baca Juga: Merajut Ukhuwah dalam Bingkai Tasliyah (Reportase Giat MTP bag. 2)


Asal Usul Penamaan “Rihlah Muyassarah”

Pada asalnya rihlah ini tidak memiliki penamaan resmi apa pun. Kemudian atas inisiatif yang muncul secara tiba-tiba dari sekretaris kami yang saat itu sedang menuliskan proposal dan berkas-berkas lainnya, tercetuslah penamaan ‘Rihlah Muyassarah’.

Sekretaris kami berharap dan optimis, semoga dengan nama ini rihlah kami benar-benar dimudahkan oleh Allah Taala. Beliau juga berharap semoga Rihlah Muyassarah ini menjadi jawaban atas keinginan kami sejak dua tahun terakhir ini.

Dan hasilnya pun walhamdulillah, berkat karunia dan pertolongan dari Allah Taala kami mendapatkan kemudahan demi kemudahan sejak persiapan hingga berakhirnya acara Rihlah Muyassarah ini.

 

Selayang Pandang Pantai yang Menjadi Tujuan Kami

Pantai yang kami tuju bukanlah tempat wisata yang telah dikelola secara resmi oleh masyarakat sekitar. Namun pantai yang kami tuju adalah pantai yang terletak di sebelah utaranya Pantai Watudodol. Pantai yang dipenuhi dengan pohon-pohon kelapa dan rumput-rumput ilalang.

Meski pantai ini masih sangat sepi dari wisatawan, atau bahkan bisa disebut tidak ada wisatawan, namun pantai ini adalah tempat memancing yang favorit bagi warga sekitarnya. Dan tak jarang hingga mendekati shubuh mereka baru meninggalkan pantai ini selepas memancing.

Yah memang pantai ini memiliki warna pasir yang kurang menarik, namun keindahan bawah lautnya membuat mata yang sudah melihatnya seakan tak ingin beralih dan berpindah ke tempat lain. Biota-biota laut yang sangat menawan telah mencuri perhatian dan fokus kami. Ikan-ikan hias dengan bentuk yang sangat beragam berhasil menyingkap cakrawala pengetahuan umum kami. Gelombang laut pun turut mengajarkan kepada kami tentang keagungan dan kebesaran Allah Taala.

Untuk menuju pantai ini membutuhkan waktu sekitar 15 – 20 menit dengan berkendara dari Stasiun Ketapang Bayuwangi. Adapun biaya masuk yang resmi tidak ada, hanya saja kami membawakan bingkisan kepada Bapak RT di tempat tersebut dan sejumlah uang untuk kebutuhan MCK kami selama di sana.

 

Kemudahan Ketika Perizinan Rihlah Muyassarah

Proposal rihlah yang telah disusun tadi merupakan media perizinan kami kepada asatidzah. Proses pesnyusunannya merupakan pembelajaran tersendiri bagi kami untuk bisa membuat surat perizinan secara resmi, yang mana hal ini akan bermanfaat pada waktu mendatang.

Perizinan disampaikan oleh Tim Humas kelas 3 kepada ustadz pembina, yaitu Ustadz Arif hafizahullah (mudir Takhasus). Alhamdullilah dengan adanya proposal ini –ba’dallah– memberi kemudahan kepada kami tatkala izin kepada beliau.

 

Di sela-sela perbincangan kami bersama ustadz Arif, beliau bertanya kepada tim Humas kami: “Siapa ustadz yang akan mendampingi antum nanti di sana?” Kami paham, bahwa pertanyaan beliau bermaksud mensyaratkan hal tersebut, bahwa selama rihlah harus ada Ustadz pembimbing yang mendampingi.

Alhamdullilah kami mendapatkan kemudahan dari Allah Taala, karena kebetulan pada saat itu ada salah seorang mudarris yang ikut hadir bersama kami. Sehingga tanpa berpanjang lebar kami langsung mengajukan nama beliau untuk menemani kami nanti.

Walhamdulillah beliau bersedia untuk ikut bersama kami ke Banyuwangi, di sisi lain keluarga beliau pun berasal dari kota tersebut, sehingga beliau bisa menggunakan momen ini untuk sekaligus bersilaturahmi kepada keluarga beliau di Banyuwangi. Alhamdulillah kemudahan demi kemudahan Allah Taala limpahkan ketika kami menempuh perizinan ini.

 

Persiapan Rihlah Muyassarah

Rihlah kali ini bersifat dadakan, karena jeda waktu antara perizinan dan keberangkatan hanya 1 hari saja. Apalagi ini merupakan rihlah pertama sejak kami menjadi santri Takhassus di Ma’had Minhajul Atsar ini.

Mengapa demikian? karena sejak awal kami menjadi santri Takhasus, kami berada dalam kondisi negeri yang tidak aman dan sedang dilanda Covid-19. Banyak Protokol Kesehatan dari pemerintah yang harus kami taati terkait pelarangan kegiatan yang melibatkan banyak orang dan memerlukan mobilitas. Sementara kegiatan rihlah pasti melibatkan banyak orang dan memerlukan mobilitas.

 

Malam setelah mendapat izin, kami langsung melakukan kumpul koordinasi untuk persiapan tenda, konsumsi serta pembentukan struktur kepanitiaan selama kegiatan Rihlah Muyassarah ini.

Di antara kendala yang kami dapatkan adalah ketika tim peralatan kesulitan mendapatkan terpal. Hal ini karena jadwal keberangkatan rihlah kami bertepatan dengan rihlah kelas 2 Takhasus ke Pantai Nanggelan. Namun sekali lagi, berkat kemudahan dari Allah Taala kami bisa mendapatkan terpal yang cukup.

Sejak satu hari sebelum keberangkatan, halaman kamar kelas 3 Takhasus penuh dengan pelampung-pelampung, beberapa karung peralatan dan kebutuhan komsumsi serta tas-tas teman-teman kelas 3 yang hendak berangkat.

 

Pembelian Tiket KA Pandanwangi

Kereta Api Pandanwangi menjadi pilihan tunggal kami untuk membawa kami sampai ke Kota Banyuwangi. Selain biayanya yang sangat merakyat juga waktu keberangkatan yang mudah disesuaikan jadwalnya.

Namun untuk mendapatkan tiket tersebut butuh perjuangan. Karena jika ingin membeli tiket sejak sebelum hari keberangkatan harus membelinya via online. Mengingat rombongan kami sejumlah 26 orang, kami tidak berani mengambil opsi pembelian via loket yang baru bisa diakses 2 jam sebelum keberangkatan.

Rabu 07 September 2022, itulah hari keberangkatan kami menuju Banyuwangi. Namun sampai Selasa malam pukul 22.00, kami belum berhasil mendapatkan tiket KA Pandanwangi. Qaddarallah berbagai kendala kami dapatkan, seperti pembayaran yang harus via online (sementara kami tidak punya rekening online), maupun jumlah pembelian tiket untuk satu akun yang dibatasi maksimal hanya 10 tiket, serta kendala-kendala lainnya.

Segala puji hanya milik Allah semata. Alhamdulillah kemudahan kembali kami tuai. Walhasil kami berhasil mendapatkan tiket pulang pergi ke Stasiun Ketapan pada saat jam sudah menunjukkan pukul 23.30. Kami pun bisa berangkat menaiki KA Pandanwangi di keesokan harinya pukul 05.25 WIB.

 

Pemandangan Indah Sepanjang Perjalanan

Kami mulai berangkat dari ma’had menuju Stasiun Jember pada pukul 03.30. Karena kendaraan ma’had yang terbatas, mobil yang digunakan terpaksa harus bolak-balik untuk mengantarkan kami semua sampai di Stasiun.

Sebelum adzan subuh terdengar, kami telah berkumpul semuanya di Stasiun Jember.

Setelah melaksanakan salat subuh secara berjamaah, kami kumpul pengarahan sesaat bersama salah satu mas’ul kami sebelum nantinya akan memasuki KA Pandanwangi.

Tepat pada pukul 05.10 kami semua telah berada di atas kereta api untuk bertolak menuju Kota Banyuwangi. Selama perjalanan, pemandangan indah tersaji di depan mata kami yang memadukan antara pegunungan dengan jurang lembah nan indah.

Pemandangan Gunung Gumitir yang terletak di antara Jember dan Banyuwangi memanjakan mata-mata kami, nuansa pegunungan dengan balutan kabut tebal yang khas menambah suasana pagi itu semakin tak bisa terlupakan oleh kami.

Aliran sungai yang sesekali menghiasi, diiringi dengan hembusan udara yang terkadang masuk melalui celah-celah jendela seolah memberi kami kenyamanan tersendiri di perjalanan ini.

Di tengah perjalanan, kami bersua dengan seorang bapak yang bekerja di sebuah perusahaan milik negara. Pandangan heran dengan raut wajah yang menyimpan banyak pertanyaan terlihat dari beliau. Mungkin beliau bertanya-tanya, dari mana rombongan berjubah ini, dan hendak ke mana mereka, atau pertanyaan yang lainnya.

Belum sempat bapak tersebut mengungkapkan pertanyaannya, kami langsung saja memulai perbincangan dengan menyapa beliau. Beliau menyambut hangat perbincangan kami, saling bertukar pertanyaan dan pengalaman.

Kami paham bahwa tegur sapa yang baik itu dapat menjadi perantara tersebarnya kebaikan kepada orang-orang di sekitar kami, biidznillah.

 

Tiba-Tiba Gelap

Pemandangan indah masih terus terlihat. Namun sesaat kemudian tiba-tiba di luar kereta menjadi gelap gulita. Ada apa gerangan? Mengapa bisa demikian? Mari kita tunggu kelajutan kisahnya di bagian selanjutnya. Wallaahu a’lam bish shawab.


Artikel Kami: Adab-Adab Safar (Bepergian Jauh) Lengkap Beserta Dalilnya


Penulis: Mudzakkir Muhammad Arif Padang, Takhasus

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.