Menuju kemuliaan hakiki

 

Oleh Muhammad Abu Zaid Sumpiuh Tahfidz

 

Allah Ta’ala berkata di dalam al-Qur’an:

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

“Orang-orang yang berusaha sekuat tenaga menuju jalan Kami, niscaya Kami akan tunjukkan baginya jalan-jalan Kami. Sungguh Allah selalu bersama orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Ankabut: 69)

 

Kita sebagai santri, hendaknya berjuang sebaik mungkin untuk menuntut ilmu walaupun ada yang namanya ujian dan cobaan. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ

“Apakah manusia menyangka bahwa mereka akan dibiarkan begitu saja tatkala menyatakan: ‘Kami beriman.’ Sedangkan mereka tidak diuji?” (QS. Al-Ankabut: 2)

 

Ujian dalam belajar

Di dalam mencari ilmu, ada berbagai masalah. Di antaranya ketika memilih teman, sedangkan teman itu ada 2 jenis:

  1. Teman yang baik.
  2. Teman yang buruk.

 

Hendaknya kita mengoreksi diri sendiri dengan siapa kita berteman. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلْ

“Agama seorang itu tergantung temannya.” (HR. At-Trmidzi no. 2378 dan dihasankan oleh al-Albani dalam silsilah ash-Shahihah no. 927)

 

Ikhlas, poin terpenting dalam belajar

Dan kita juga harus melihat keikhlasan kita. Ikhlas itu tidak bisa didengar dari ucapan “Kami ikhlas.” Hanyalah ikhlas itu di dalam hati. Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ

“Sesungguhnya amalan itu tergantung pada niatnya.” (Muttafaqun ‘alaihi)

 

Dan juga ucapan Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah: “Keikhlasan adalah tidak beramal kecuali karena ingin dilihat oleh Allah Ta’ala. Dan tidak ingin dibalas kecuali oleh Allah saja.”

Syaikh Rabi’ al-Madkhali hafidzahullah berkata: “Keikhlasan adalah perkara yang agung. Wahai saudaraku, wajib bagi seorang muslim untuk menjaganya dan memeriksa pada setiap kesempatan yang ada pada kehidupannya.”

 

Bersyukur menjadi santri

Oleh karena itu, hendaknya kita memperbanyak bersyukur tatkala merasakan manisnya tholabul ‘ilmi. Karena Allah Ta’ala berkata dalam al-Qur’an:

وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ

Sangat sedikit hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” (QS. Saba’: 13)

 

Jika kita bersyukur atas kenikmatan yang Allah berikan, niscaya Allah akan tambah nikmat itu kepada kita.

لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya akan Aku tambah kepadamu. Tetapi jika kamu mengingkari nikmat-Ku, maka sungguh adzab-Ku amat sedih.” (QS. Ibrohim: 7)

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.